Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Saat Penjual Rokok Jadi Gerilyawan

(AFP/Haufan Hasyim Salengke/X-11)
02/9/2017 01:16
Saat Penjual Rokok Jadi Gerilyawan
(AFP PHOTO / STR)

HARI-HARI Mohammad Omar biasanya dihabiskan menyeberangi perbatasan Myanmar ke Bangladesh untuk menjual rokok. Namun, belakangan dia memiliki agenda yang berbeda: menyediakan pasokan untuk gerilyawan Rohingya yang melawan pasukan keamanan Myanmar. Para anggota baru itu, Omar menjelaskan, dilatih dan dipersenjatai di lereng-lereng bukit di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Rakhine sendiri kini merupakan pusat konflik berdarah dalam sepekan terakhir yang telah menyebabkan setidaknya 110 orang tewas dan hampir 20 ribu warga sipil mengungsi ke Bangladesh. Omar, 20, mengatakan dia termasuk di antara 170 pejuang dari minoritas muslim Rohingya yang bersembunyi di hutan.

Dari hutan itulah mereka menyerang dan merebut senjata tentara Myanmar. Omar juga mengaku tergabung dalam organisasi Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA).Kelompok itulah yang mengklaim berada di balik serangan mengejutkan pada Jumat (25/8) yang menewaskan 11 perwira Myanmar dan memicu pertempuran terburuk yang terjadi di Rakhine dalam beberapa bulan terakhir. "Kami tidak memiliki senjata sehingga kami menyerang mereka dengan tongkat dan parang," kata Omar yang menggunakan nama samaran untuk melindungi identitasnya.

"Kami menang jumlah dari mereka (pasukan Myanmar), 17 banding satu," tukasnya. Omar bergabung dengan ARSA atau Harakah al-Yaqin dalam istilah setempat setelah serangan Oktober terjadi dan muncul seruan kepada warga Rohingya agar mengangkat senjata dan mempertahankan desa-desa mereka. Dia berhenti menjual barang di Bangladesh tetapi terus menggunakan izin masuk hariannya untuk membeli makanan dan kebutuhan lainnya lalu diselundupkan kembali ke Myanmar. Laporannya tidak dapat diverifikasi secara independen, tetapi menawarkan gambaran tersendiri tentang pertempuran di wilayah paling barat Myanmar itu.

Setelah bertahun-tahun warga Rohingya tidak membalas kekerasan terhadap mereka, ARSA lalu muncul pada Oktober lalu untuk melakukan serangan terkoordinasi dan mematikan terhadap sejumlah pos polisi. Hal itu kemudian memicu aksi penumpasan selama berbulan-bulan oleh tentara Myanmar yang membuat sejumlah orang tewas. Organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa meyakini respons tentara Myanmar terhadap serangan ARSA pada Oktober itu dapat disetarakan dengan pembersihan etnik. Tuduhan PBB itu lalu dibantah militer Myanmar maupun pemerintahan Aung San Suu Kyi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya