Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Berjuang Tangani Kesehatan Mental Korban Perang

Haufan Hasyim Salengke
25/7/2017 03:01
Berjuang Tangani Kesehatan Mental Korban Perang
(AFP/NAZEER AL-KHATIB)

DI sebuah klinik kesehatan mental yang sederhana di utara Suriah, pasien laki-laki berjongkok tanpa alas kaki di sebuah halaman. Beberapa mengenakan seragam dan yang lainnya mengenakan kaus dan celana olahraga. Seorang pria berteriak ke arah orang-orang di sekitarnya, sedangkan yang lain menertawakan diri sendiri. Pria ketiga bernyanyi dengan penuh semangat, memperlihatkan gusi kosong tanpa gigi. Di lantai dua, terlihat sejumlah pasien perempuan berpakaian aneka pola dan berjilbab. Beberapa tersenyum kepada pengunjung, sedangkan yang lain tidak beringsut dari tempat tidur.

Seorang perempuan terlihat dalam keadaan terikat pada kerangka tempat tidurnya. Kengerian perang enam tahun di Suriah telah membawa luka psikologis yang menghancurkan bagi penduduk negara yang dipimpin Presiden Bashar al-Assad itu. Namun, di tengah keterbatasan sarana medis, para staf di satu-satunya fasilitas kesehatan mental di wilayah yang dikuasai oposisi Suriah itu berusaha memberikan yang terbaik dalam merawat orang-orang yang terkena dampak perang. Fasilitas di Azaz, Provinsi Aleppo, itu melayani hampir 140 pasien rawat inap dan pasien lain yang datang dari luar.

Salah satu pasien di klinik itu ialah seorang gadis berusia 17 tahun yang sangat terluka secara mental akibat konflik Suriah. "Dia melihat seorang anak kecil yang terbunuh dan sedang dimakan hewan," kisah Dorar al-Sobh, satu dari dua dokter yang bertugas di fasilitas tersebut. "Dia sangat terkejut sehingga dia kehilangan kemampuannya untuk berbicara. Sekarang dia tidak bisa tidur atau makan. Dia menghindari semua orang," ujarnya. Selain gadis tadi, Al-Sobh melanjutkan, seorang pasien laki-laki dari Provinsi Raqqa yang kembali ke rumahnya yang tekena serangan bom untuk mencari mayat istri dan enam anaknya.

"Dia mengalami kesulitan tidur. Dia mengalami kilas balik dan mimpi buruk," kata dokter berusia 46 tahun itu. Beberapa kasus mendahului konflik Suriah, tapi yang lainnya terutama masalah gangguan stres pascatrauma (PTSD) telah secara langsung diakibatkan perang. "Tentu saja, kita telah mengalami peningkatan kasus, terutama depresi, PTSD, dan gangguan koping," ungkap Al-Sobh. Mohammed Munzer, perawat di fasilitas itu, mengingat momen saat ia menerima pasien yang pernah ditangkap ketika demonstrasi damai pada 2011 yang memulai pemberontakan Suriah.

"Mereka disiksa dan dipukuli, terutama di kepala. Mereka kemudian mengalami masalah mental," kata pria 35 tahun itu. Pasien yang lain mengalami masalah kecemasan terkait dengan pengeboman dan kekerasan tanpa henti yang telah menewaskan lebih dari 330 ribu orang. "Ada orang yang ketakutan kalau mendengar suara pesawat terbang," ujar Munzer. (AFP/Haufan Hasyim Salengke/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya