Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SEBANYAK 17 narapidana terpaksa ditembak mati setelah berusaha melarikan diri dari sebuah penjara di Papua Nugini.
Kepolisian setempat, kemarin, mengatakan puluhan narapidana lainnya buron dan aparat keamanan masih terus memburu mereka.
Sebelumnya, Jumat (12/5), sebanyak 77 narapidana melarikan diri dari kompleks Penjara Buimo, sekitar 320 km sebelah utara ibu kota Papua Nugini, Port Moresby.
Surat kabar setempat, PNG Post-Courier dan The National, melaporkan polisi telah mengonfirmasi 17 narapidana tewas ditembak dan tiga narapidana lainnya ditangkap.
Sementara itu, 57 narapidana lainnya melarikan diri dan belum ditangkap.
"Ini adalah orang-orang yang tidak diinginkan dan akan menjadi ancaman bagi masyarakat," ujar Kepala Komandan Polisi Metropolitan Lae, Anthony Wagambie Jr.
"Mayoritas dari mereka yang melarikan diri ialah yang ditangkap karena kejahatan berat dan berada dalam tahanan menunggu persidangan," tambah Wagambie.
Ia memperingatkan masyarakat untuk terus waspada.
Wagambie mengatakan sebagian besar tahanan tersebut ditahan sejak tahun lalu. Mereka terlibat kasus pe-rampokan bersenjata dan pencurian kendaraan.
Wagambie juga mendesak anggota keluarga dan rekan narapidana yang berhasil kabur untuk tidak membantu menyembunyikan mereka.
"Saya memperingatkan mereka bahwa mereka akan tertangkap, mereka harus melakukan apa yang baik untuk mereka dan menyerah," ujarnya.
"Kami juga telah meningkatkan tindakan antisipasi kriminalitas ketika tahanan di Penjara Buimo melarikan diri secara massal tahun lalu," tambahnya.
Papua Nugini ialah negara dengan penduduk yang masih tinggal secara tradisional dan berada di daerah terpencil.
Namun, negara itu memiliki tingkat kejahatan dan pelanggaran hukum yang tinggi.
Di negara tersebut, sejumlah penjara harus menampung para narapidana yang melebihi kapasitas.
Penjara-penjara juga memiliki kondisi yang buruk.
Para narapidana mengeluhkan kondisi tersebut yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Melebihi kapasitas
Insiden tersebut telah memicu seruan untuk penyelidikan terhadap penjara-penjara yang padat di negara Pasifik Selatan tersebut.
Kejadian tersebut menjadi pelarian massal ketiga di Buimo dalam tiga tahun terakhir.
Kelompok hak asasi manusia manusia (HAM) internasional telah berulang kali meminta penyelidikan terhadap semua penjara di Papua Nugini.
Kelompok HAM mengkhawatirkan tahanan yang terlalu padat telah menyebabkan akses narapidana terhadap perawatan medis serta proses pengadilan yang kerap mengalami penundaan.
"Sayangnya insiden ini, tragis, terjadi terlalu sering di Papua Nugini karena tanggung jawab yang buruk petugas kepolisian dan keamanan," ujar Kate Schuetze, peneliti dari Amnesti International Pasifik.
Pada tahun lalu, polisi juga menembak mati 12 narapidana yang melarikan diri dari penjara yang sama. Ketika itu sekitar 30 tahanan berusaha kabur dengan menyerang sipir penjara.
Pada 2015, terjadi juga aksi melarikan diri massal.
Lebih dari 50 tahanan berhasil keluar dari penjara yang terletak di kota kedua terbesar di Papua Nugini itu.
Dua tahun sebelumnya, seorang tahanan juga ditembak mati saat 44 tahanan berusaha melarikan diri dari fasilitas yang sama.
Ketua Pemantau HAM (HRW) Australia Elaine Pearson menegaskan pilihan menembak mati para napi 'sangat mengganggu'.
"Menahan tahanan yang kabur adalah pekerjaan sulit dan berbahaya. Namun, pihak berwenang Papua Nugini tidak memiliki izin untuk membunuh," ujar Pearson. (AFP/ABC/I-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved