Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Monopoli IDI soal Pengaturan Profesi Dokter Diuji MK

MI
10/2/2017 09:32
Monopoli IDI soal Pengaturan Profesi Dokter Diuji MK
()

SEBANYAK 24 dokter spesialis dan tujuh guru besar fakultas kedokteran mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang (UU) No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Uji materi dilatarbelakangi praktik monopoli dalam pengaturan profesi dokter yang dilakukan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Monopoli terutama terjadi dalam pemberian rekomendasi praktik dokter dan sertifikat kompetensi serta resertifikasinya.

"UU Praktik Kedokteran telah memberikan wewenang yang sangat besar pada IDI hingga cenderung menyebabkan monopoli. Padahal IDI bentuknya ialah organisasi profesi atau serikat pekerja," ujar dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Judilherry Justam, di Gedung MK, Jakarta, kemarin.

Judilherry mengatakan, dengan status sebagai organisasi profesi, IDI seharusnya lebih fokus memperjuangkan kepentingan anggota. Seperti masalah remunerasi dokter, tarif INA-CBG, distribusi dokter, dan masalah lainnya. Saat ini, IDI malah lebih fokus pada sertifikasi dan izin praktik dokter.

IDI saat ini lebih banyak bekerja di ranah akademis yang sebenarnya merupakan wewenang kolegium kedokteran institusi pendidikan kedokteran. Seperti prodi dokter layanan primer (DLP) dan uji kompetensi dokter. Padahal berdasarkan UU Pendidikan Kedokteran No 20 Tahun 2013, disebutkan uji kompetensi harus dilakukan satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.

Guru Besar Fakultas Kedokteran UI Pradana Soewondo menambahkan, pada praktiknya, kolegium dokter spesialis lebih memahami kelayakan seorang dokter untuk mendapat sertifikasi. Namun, selama ini peran kolegium diabaikan dan sepenuhnya diambil alih kepengurusan IDI. "Harus ada pemisahan peran, tidak bisa semua ditentukan IDI.

"Saat ini, diungkapkan Pradana, di Indonesia terdapat sekitar 120 ribu dokter. Sebanyak 70% dari mereka merupakan dokter umum. Seluruhnya berada di bawah naungan IDI dan nasib mereka sangat bergantung pada surat keputusan dan izin yang diberikan IDI, bukan lembaga sertifikasi resmi pemerintah atau satuan pendidikan terakreditasi.

"Harus ada penegasan terutama dalam hal sertifikasi dan akademis, karena IDI sekali lagi ialah organisasi profesi," ujar Pradana. (Pro/H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya