Program JKN 2016 Diprediksi Defisit Lagi

Cornelius Eko Susanto
24/11/2015 00:00
Program JKN 2016 Diprediksi Defisit Lagi
Seorang pekerja melintasi papan perlindungan tenaga kerja menggunakan BPJS Ketenagakerjaan di sebuah proyek perkantoran di Kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (27/2).(ANTARA/Wahyu Putro A)

KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) menengarai pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di 2016 akan mengalami defisit rasio klaim sebesar Rp6,8 triliun lebih.

Tanpa ada terobosan serius, defisit itu dapat mengancam keberlangsungan program JKN.

"Tanpa ada upaya efisiensi, peningkatan pengawasan, penaikan kesadaran membayar premi, dan sebagainya, defisit JKN di 2016 bahkan bisa mencapai Rp7,4 triliun," ujar Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes, Donald Pardede, kepada Media Indonesia di sela-sela acara Evaluasi JKN 2015 di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (21/11).

Defisit rasio klaim terjadi karena biaya layanan kesehatan yang dikeluarkan BPJS selaku pengelola JKN lebih kecil daripada pendapatan iur premi yang diterima.

Pada 2014, BPJS defisit Rp3,3 triliun dan tahun ini potensi akumulasi defisit mencapai Rp5,85 triliun.

Menurut Donald, BPJS Kesehatan lebih senang menggunakan istilah mismatch daripada defisit.

Pasalnya, mismatch pada 2014 sejatinya tertutup oleh aset penjualan PT Askes sebanyak Rp5,6 triliun dan pada 2015 ada dana dari penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp5 triliun, serta surplus investasi BPJS Kesehatan sebanyak Rp1 triliun.

"Untuk mengantisipasi defisit rasio klaim di 2016, Kemenkeu telah menyediakan dana cadangan untuk kesehatan sebanyak Rp6,8 triliun, atau setara dengan prediksi defisit. Namun, pelaksanaan JKN tidak boleh defisit setiap tahun," tegasnya.

Naikkan tarif

Di asuransi, kata Donald, ada tiga pilihan mengurangi defisit, yakni mengurangi benefit dan tarif, atau menaikkan premi. Namun, mengurangi manfaat dan tarif mustahil dilakukan.

Untuk 2016, Kemenkeu memang akan menaikan iur premi dari segmen kelompok penerima bantuan iuran (PBI) menjadi Rp23.000 per bulan dari sebelumnya Rp19.225.

Artinya, pada 2016 dana sokongan dari APBN untuk JKN 2016 menjadi Rp25,5 triliun atau naik dari Rp19,4 triliun pada 2014.

Namun, kata Donald, jumlah kenaikan itu tidak akan cukup. Pasalnya, berdasarkan perhitungan Kemenkes, jumlah kenaikan yang ideal ialah Rp36 ribu. Di bawah itu, pasti tetap defisit.

Kenaikan iuran pada segmen PBI sangat bermakna bagi pendapatan premi BPJS Kesehatan.

Pasalnya, mayoritas peserta JKN ada di segmen PBI yang berjumlah 86,4 juta di 2015 dan akan bertambah menjadi 92,4 juta jiwa di 2016. PBI terdiri atas orang miskin dan rentan, yang iur preminya dibayari pemerintah.

"Agar defisit di 2016 bisa ditekan, BPJS Kesehatan harus menjaring sebanyak mungkin pekerja penerima upah (PPU) badan usaha. Saat ini peserta PPU badan usaha baru 21 jutaan. Padahal pasarnya sekitar 80 jutaan," sebut dia.

Pendapat senada disampaikan Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar.

Menurutnya, peningkatan peserta dari segmen PPU adalah keniscayaan untuk menutup defisit. Pasalnya, mayoritas PPU berada di usia produktif dan sehat. Walhasil, klaim rasio dari peserta PPU lebih sedikit daripada PBI.

Dalam menanggapi hal itu, Kepala Departemen Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi menyatakan, pada 2016 pihaknya menargetkan penambahan kepesertaan dari segmen PPU badan usaha menjadi 59,9 juta.

"Memang tidak mudah karena masih banyak perusahan menengah dan besar yang belum mendaftarkan pegawai ke BPJS Kesehatan," katanya.

Upaya lain yang dilakukan BPJS Kesehatan untuk mengurangi defisit antara lain menjalin kerja sama dengan minimarket dan agen untuk memperluas akses pembayaran, menagih piutang dari pemerintah daerah, dan mencegah kecurangan fraud di rumah sakit.

(X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya