Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
INSAN pers harus lebih cermat dan berperan mengurangi berita "hoax" atau berita bohong di tengah eksistensi media sosial yang memungkinkan siapa saja memproduksi berita yang dimauinya dengan mengabaikan etika jurnalistik.
Demikian benang merah yang disamikan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Rosarita Niken Widiastuti dalam diskusi publik dari rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional 2017 di Ambon, Maluku.
Dalam pandangan Niken, keberadaan pers sangat penting dalam kehidupan negara Indonesia karena merupakan salah satu pilar demokrasi selain lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif. Pers nasional merupakan tempat masyarakat untuk menyampaikan aspirasi sehingga kebebasan tentunya mendapatkan tempat yang terhormat melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dalam UU tersebut mengakomodir tentang kebebasan pers yang merupakan wujud kedaulatan rakyat dan media, khusus media "mainstream" masih mendapat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat.
Fungsi pers, menurut Perempuan yang pernah meniti karir sebagai penyiar dan wartawati Radio Republik Indonesia (RRI) ini, selain memberikan informasi kepada masyarakat, juga memberikan pendidikan dan pencerahan bagi masyarakat.
"Jika ada informasi yang menyesatkan, itu harus diluruskan. Pers juga bertugas untuk menjaga perdamaian, meluruskan jika terjadi informasi yang salah dan menyesatkan," ujarnya.
Niken menyebut kondisi saat ini komunikasi massa mengalami perubahan ke pola komunikasi 10 ke 90 yakni 10 persen mempunyai informasi, tetapi 90 persen orang dengan sukarela langsung menyebarkan tanpa ditelusuri. Tentunya dalam mengatasi kondisi tersebut, perlu sikap bijak dalam menggunakan media sosial.
Sikap bijak itu berkenaan misal dengan pengguna sebagai pengambil keputusan dalam menyebarkan atau tidak menyebarkan informasi yang terima. Akibat banyaknya berita bohong, sering meninbulkan gejolak sosial dan bentrok horizontal. Maka pers harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip pers sebagai penjaga kebenaran dan demokrasi.
Sebagai pilar keempat pers memiliki pengaruh yang sangat besar. Walaupun sudah muncul media sosial namun kepercayaan dan pengaruh pers arus utama, tetap besar. Oleh karena itu dalam perkembangan seperti sekarang justru profesionalisme pers semakin dibutuhkan.
Pada HPN ke-32 di Ambon ini disiapkan konsepsi jaringan wartawan anti-hoax yang akan memastikan menangkap berbagai informasi "hoax". Wartawan merupakan ujung tombak menangkal berita bohong yang makin banyak beredar di media sosial dengan melaksanakan tugasnya secara profesional sesuai kode etik jurnalistik.
"Hoax" bukanlah produk jurnalistik namun sering kali dikaitkan dengan pemberitaan. Oleh karena itu wartawan harus bisa menangkalnya dan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Informasi yang benar sekalipun harus tetap mempertimbangkan manfaat bagi masyarakat, karena produk jurnalistik pada akhirnya harus bisa memberikan kebaikan kepada masyarakat yang membacanya.
Ketua Umum PWI Pusat Margiono sebelumnya menyampaikan bahwa wartawan juga harus memberikan pemahaman pada masyarakat tentang produk jurnalistik yang bisa dipercaya dan berita bohong atau hoax yang tidak perlu dibaca, atau disebarkan di media sosial.
PWI pun dituntut untuk mendorong wartawan agar meningkatkan kualitas dan kapasitasnya melalui pelatihan dan pembinaan. Satu saja wartawan yang melakukan tindakan tidak benar, bisa mencoreng nama wartawan secara keseluruhan.(OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved