Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Benahi Sistem Pendidikan Kemaritiman

MI/DINNY MUTIAH
25/2/2015 00:00
Benahi Sistem Pendidikan Kemaritiman
(ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA)
SALAH satu agenda prioritas pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla ialah memperkuat jati diri sebagai negara maritim. Hal itu dilandasi fakta bahwa dua per tiga wilayah Indonesia terdiri atas lautan. Artinya, dengan menguasai sektor kelautan, Indonesia bisa semakin jaya. Salah satu sektor yang potensial untuk digarap adalah budi daya perikanan. Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Arif Satria memproyeksi sektor itu mampu menyerap 8,5 juta tenaga kerja pada 2019.

Hal tersebut bisa terwujud jika sektor budi daya perikanan bisa menghasilkan 31,3 juta ton budi daya rumput laut, udang, dan ikan dengan nilai ekonomi sekitar Rp264 triliun. Ia juga menyebutkan bahwa ketika pemberdayaan sektor itu terlaksana, akan mampu mendorong sektor usaha pendukung lainnya seperti usaha pakan ternak dan bibit (anakan).

"Di sektor perikanan, kita membutuhkan pelaku usaha yang well-informed, kemampuan bisnisnya kuat karena kita kekurangan para wirausahawan muda untuk menggerakkan sektor maritim," ujar Arif kepada Media Indonesia di Jakarta, Senin (23/2). Potensi tersebut bisa digarap maksimal bukan tanpa syarat. Upaya tersebut membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkapabilitas memadai. Sayangnya, elemen ini belum menunjukkan kualitas terbaiknya. Bidang usaha itu masih didominasi tenaga kerja kurang terdidik.

Karena itu, tingkat produktivitas budi daya perikanan yang dihasilkan relatif rendah jiks dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Thailand dan Vietnam.

Salah satu penyebab mendasar ialah kualitas dan kuantitas institusi pendidikan di bidang perikanan. Penyebaran institusi pendidikan di Indonesia tidak merata sehingga tidak mudah diakses calon siswa. Dari sisi kuantitas, mayoritas sekolah tersebut belum bersinergi dengan kebutuhan industri yang menyebabkan lulusan yang dihasilkan tidak bisa diserap oleh lapangan pekerjaan yang ada.

"Harus ada upaya sistematis untuk mendongkrak wirausaha muda. Memang kita belum memiliki data valid, tapi para nelayan yang ada saat ini semestinya ada regenerasi sehingga bisa memenangkan persaingan dengan nelayan asing," sahutnya.

Perbaikan kurikulum
Masalah tersebut bisa diatasi dengan sejumlah perbaikan. Langkah pertama adalah membenahi kurikulum sekolah perikanan. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Kelautan Suseno Sukoyono menyatakan desain kurikulum sekolah perikanan semestinya menggunakan pendekatan vokasi agar mampu mencetak lulusan yang siap pakai.

Penyusunan kurikulum sendiri harus merujuk pada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan dunia usaha agar dapat memenuhi kebutuhan industri. "Pendekatan vokasi itu berarti komposisinya 60% praktik dan 40% teori," terangnya.

Pembenahan selanjutnya adalah menajamkan kompetensi anak didik. Hal tersebut harus dibuktikan dengan lulus uji kompetensi dari lembaga yang kredibel. Dengan begitu, kemampuan mereka dapat diakui secara internasional. Ironisnya, kebanyakan sekolah perikanan di Indonesia belum menerapkan skema ini yang berakibat lulusan mereka berakhir menjadi pengangguran atau bekerja di bidang yang berbeda.

Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri sebenarnya telah melaksanakan sistem pendidikan berbasis kurikulum yang dinamis di sembilan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM). Kesembilan sekolah tersebut di antaranya terdapat di Aceh, Lampung, Pariaman, Tegal, Ambon, dan Sorong. Sekolah tersebut mampu mencetak rata-rata 1.700 orang lulusan per tahun.

"Kebutuhan sumber daya manusia di bidang perikanan itu sekitar 700 ribu orang setiap tahunnya. Tapi, yang bisa kami bisa penuhi baru 1.700. Nah, sisanya ini kalau tidak diisi oleh mereka yang pendidikannya kurang, diisi mereka yang lulusan dari sekolah umum," paparnya.

Ke depan, ia meyakini jika profesi di sektor maritim menawarkan masa depan. Utamanya profesi yang berkaitan dengan upaya konservasi laut, nautika, dan jasa kelautan. Peluang ini bisa ditangkap dengan baik jika institusi pendidikan proaktif membenahi diri.

"Kami sendiri sudah bekerja sama dengan 65 sekolah perikanan. Agar bisa efektif, mereka harus menyesuaikan kurikulum pendidikan sesuai dengan yang kami susun," tukasnya. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya