Headline

Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.

RUU PPMI Diharapkan Dapat Berikan Perlindungan Maksimal untuk Pekerja Migran Indonesia

Despian Nurhidayat
25/8/2025 17:21
RUU PPMI Diharapkan Dapat Berikan Perlindungan Maksimal untuk Pekerja Migran Indonesia
Sejumlah pekerja migran Indonesia (PMI) yang dipulangkan dari Malaysia(ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

PEMERINTAH saat ini sedang berupaya untuk mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). 

Koordinator Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR RI, Hendro T. Subiyantoro, menjelaskan bahwa pembentukan RUU PPMI yang diinisiasi oleh pemerintah ini disebabkan karena adanya Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI yang membutuhkan dasar hukum yang kuat agar bisa bekerja dengan maksimal. 

“Ini juga berkaitan dengan banyak hal yang tumpang tindih antara KPPMI (Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) dengan UU yang lama. Jadi kalau di regulasi yang lama masih disebutkan Kementeri Ketenagakerjaan. Sementara dalam Perpres terkait urusan perlindungan pekerja migran adalah urusan KPPMI,” ungkapnya dalam acara Diskusi Publik bertajuk Revisi UU PPMI dan Masa Depan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Senin (25/8). 

Lebih lanjut, Hendro menambahkan beberapa perubahan dalam RUU PPMI di antaranya 7 kategori pekerja migran yaitu pekerja yang bekerja pada pemberi kerja berbadan hukum, pekerja yang bekerja pada pemberi kerja perorangan atau rumah tangga, awak kapal niaga, awak kapal perikanan, pekerja dengan pekerjaan tertentu, pekerja musiman, dan pekerja lintas antarperbatasan negara. 

Perubahan Syarat Pekerja Migran

Selain itu, syarat calon pekerja migran juga mengalami perubahan yaitu berusia minimal 18 tahun, memiliki kompetensi, sehat jasmani dan rohani, terdaftar dan memiliki nomor kepesertaan jaminan sosial, memiliki dokumen lengkap yang dipersyaratkan, dan terdaftar pada sistem informasi perlindungan pekerja migran Indonesia. 

“Perlindungan selama pekerja migran Indonesia bekerja juga terdapat beberapa perubahan antara lain pendataan dan pendaftaran oleh atase ketenagakerjaan atau pejabat dinas luar negeri yang ditunjuk, pemantauan dan evaluasi terhadap pemberi kerja, pekerjaan, dan kondisi kerja, fasilitasi pemenuhan hak pekerja migran Indonesia, fasilitasi penyelesaian kasus ketenagakerjaan, pemberian layanan jasa kekonsuleran, pendampingan, mediasi, advokasi, dan pemberian bantuan hukum berupa fasilitasi jasa advokat, pembinaan terhadap pekerja migran Indonesia, dan fasilitasi repatriasi,” ujar Hendro. 

Pada negara tertentu, Presiden juga dikatakan dapat membentuk kantor pelayanan Pekerja Migran Indonesia. Kantor pelayanan Pekerja Migran Indonesia bertanggung jawab langsung kepada Menteri P2MI dan ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang kantor pelayanan pekerja migran Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.

Selain itu, dalam RUU PPMI secara tegas menyatakan bahwa calon pekerja migran Indonesia atau pekerja migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan. Biaya penempatan sendiri merupakan biaya yang diperlukan untuk proses penempatan calon pekerja migran Indonesia atau pekerja migran Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri P2MI, dan dikecualikan dari biaya penempatan yakni biaya untuk kepentingan atau kebutuhan pribadi dalam rangka memenuhi persyaratan bekerja ke negara tujuan penempatan.

“RUU PPMI juga memiliki pasal pidana bagi orang perseorangan yang dengan sengaja menawarkan peluang kerja di luar negeri baik secara langsung maupun melalui media cetak dan/atau elektronik dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp200 juta,” tegasnya. 

Perlindungan Seluruhnya

Di tempat yang sama, Sekretaris Dirjen Perlindungan KPPMI, Dayan Victor Imanuel Blegur, menekankan bahwa RUU PPMI ini akan memberikan perlindungan kepada para pekerja migran Indonesia seluruhnya. 

“Dengan adanya revisi ini kita akan mampu memberikan perlindungan yang maksimal kepada para pekerja migran Indonesia baik itu calon, pekerja, dan purna. Kami juga membuka ruang untuk berdiskusi sehingga apabila ada usulan terkait dengan RUU PPMI ini,” ujar Victor. 

Di lain pihak, Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, berharap RUU PPMI ini menjadi ideal sehingga tidak ada lagi kebocoran bagi para calo atau pengusaha tenaga kerja yang melakukan eksploitasi terhadap pekerja migran, apa pun alasannya dan di mana pun bekerja serta apapun profesinya. 

“Mereka (pekerja migran Indonesia) berhak mendapatkan akses keadilan, pemenuhan terhadap hak-haknya, dan memastikan ada perlindungan sejak dimulai niat berangkat menjadi pekerja di luar negeri, prosesnya, sampai penempatannya,” jelas Maria. 

“Pastikan bahwa negara dalam hal ini Pemerintah Indonesia terus mengawasi apa yang dilakukan, bagaimana relasi antara pekerja migran dengan para majikannya di luar negeri, bagaimana pemenuhan hak-haknya dan perlindungannya,” sambungnya. 

Perlindungan bagi pekerja migran Indonesia adalah jaminan negara, sehingga para pekerja migran Indonesia harus mendapatkan tempat yang tidak menjadi ruang gelap, ruang eksploitasi, dan menjauhkan mereka dari akses keadilan, apalagi mendapatkan diskriminasi. 

“Karena beberapa tahun saya kira cukup lama mereka mendapatkan label devisa dan ini bukan peran yang menguntungkan, tapi menjadikan para pekerja migran ini semata-mata sebagai objek devisa. Itu sudah berpuluh tahun terjadi sampai dengan hari ini, apalagi situasinya makin  banyak ada eksploitasi terhadap pekerja migran yang terlepas berangkat legal atau ilegal, mereka adalah warga negara Indonesia dan mereka wajib mendapatkan perlindungan,” tegas Maria. 

“Jadi tidak boleh lagi mengatakan dia berangkat ilegal. Lalu seolah-olah yang ilegal ini bisa negara lepas tangan. Dia melakukan kesalahan itu betul. Tapi tetap dalam konteks pemenuhan hak hidup dia, pastikan mereka bisa mendapatkan hidup yang layak. Pastikan bahwa negara hadir,” lanjutnya. 

Fokus Implementasi

Sementara itu, Perwakilan Jaringan Advokasi Kawal Revisi UU PPMI, Novia Sari, merasa bahwa sebetulnya kehadiran UU PPMI sudah cukup melindungi pekerja migran Indonesia karena sudah memberikan perlindungan dalam tahap migrasi, walaupun jika dilihat dalam sudut pandang gender masih kurang, tapi dari sisi perlindungan dikatakan sudah cukup. 

“UU ini tidak terlaksana justru karena implementasinya. Setelah dua tahun UU ini lahir, pemerintah terlambat untuk menerbitkan aturan turunannya. Selain itu, pemerintah desa berdasarkan data survei serikat buruh migran Indonesia 2024, ternyata perangkat desa tidak memahami bahkan tidak tahu ada UU 17/2018. Jadi implementasi dari UU PPMI ini yang betul-betul belum terlaksana dan malah tiba-tiba tergesa-gesa diubah,” ucap Novia. 

“Belum lagi juga kerja sama bilateral antara Indonesia dengan negara lain juga belum efektif. Hari ini kita hanya memiliki 30 perjanjian kerja sama bilateral, dan hanya 16 perjanjian bilateral yang ditandatangani setelah pengesahan UU PPMI. Lembaga Terpadu Satu Atap (LTSA) yang seharusnya bisa menjadi pusat informasi proses perekrutan pekerja migran Indonesia juga tidak ada dan tidak terlaksana. Jadi permasalahannya ada di implementasi,” tandasnya. (Des/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya