Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
PENELITIAN terbaru dari University of Sheffield mengungkapkan cara lebah memanfaatkan gerakan terbangnya untuk belajar sekaligus mengenali pola visual yang kompleks dengan tingkat akurasi yang luar biasa. Temuan ini dilihat sebagai potensi untuk mengembangan kecerdasan buatan (AI) di masa depan.
Para peneliti merancang model digital otak lebah, yang memperlihatkan bagaimana gerakan tubuh serangga ini saat terbang mampu membentuk sinyal otak yang jelas, efisien, serta memudahkan lebah memahami dunia visual di sekitarnya. Pendekatan ini menekankan kecerdasan tidak hanya bergantung pada kekuatan otak semata, tetapi juga lahir dari cara otak, tubuh, dan lingkungan bekerja sama.
Studi tersebut menunjukkan otak kecil serangga dapat memahami visual yang kompleks hanya dengan sedikit sel saraf. Hal ini membuka kemungkinan baru robot dan sistem AI di masa depan mungkin tidak perlu lagi mengandalkan jaringan komputasi raksasa, melainkan dapat mengadopsi strategi serupa dengan lebah, yakni menggunakan gerakan sebagai alat mengumpulkan informasi penting, secara hal ini lebih hemat energi.
Melalui model komputasi otak lebah, peneliti menemukan pola gerakan selama terbang membentuk masukan visual yang unik, menghasilkan sinyal listrik yang sangat efisien di otak lebah. Hasilnya, lebah mampu mengenali ciri-ciri lingkungan secara akurat, misalnya dalam membedakan bentuk bunga.
Profesor James Marshall, Direktur Centre for Machine Intelligence di University of Sheffield, menekankan penelitian ini menunjukkan: “Bahkan otak terkecil pun dapat memanfaatkan gerakan untuk memahami dunia. Sistem yang kecil, efisien, dan lahir dari jutaan tahun evolusi ternyata mampu melakukan perhitungan jauh lebih kompleks daripada yang kita bayangkan sebelumnya.”
Ia menambahkan meniru strategi alami tersebut dapat membuka jalan bagi AI generasi berikutnya yang lebih pintar dan hemat sumber daya, termasuk dalam bidang robotika, kendaraan otonom, hingga sistem pembelajaran berbasis lingkungan nyata.
Penelitian ini merupakan kolaborasi dengan Queen Mary University of London, dan diterbitkan dalam jurnal eLife. Temuan ini memperluas temuan sebelumnya tentang penglihatan aktif lebah, di mana gerakan tubuh berperan penting dalam menangkap dan mengolah informasi visual.
Selama ini sudah diketahui lebah mampu mengenali pola rumit, bahkan hingga membedakan wajah manusia. Namun penelitian kali ini lebih jauh menjelaskan mekanisme saraf yang memungkinkan kemampuan itu.
Dr. HaDi MaBouDi, penulis utama penelitian, menjelaskan: “Sebelumnya kami tahu lebah bisa menggunakan strategi cerdas untuk menyelesaikan teka-teki visual, tetapi itu hanya memberitahu kami apa yang mereka lakukan. Kali ini kami ingin tahu bagaimana caranya.”
Model otak digital yang dikembangkan menunjukkan bahwa jaringan saraf lebah tidak memproses informasi visual secara terpisah, melainkan melalui interaksi erat dengan gerakan terbang di lingkungan alami. Hal ini mendukung teori bahwa kecerdasan lahir dari hubungan timbal balik antara cara otak, tubuh, dan lingkungan bekerja sama.
Meski ukurannya hanya seperti sebutir wijen, otak lebah ternyata mampu membentuk cara pandang terhadap dunia lewat gerakan. Proses ini memungkinkan mereka menghemat energi, karena hanya sedikit neuron aktif yang digunakan untuk mengenali objek atau pola. Tidak perlu penguatan langsung, otak lebah beradaptasi cukup dengan pengamatan berulang saat terbang.
Untuk menguji validitas model, para peneliti melakukan simulasi tantangan visual yang biasa dihadapi lebah. Misalnya, model diminta membedakan tanda plus dan tanda kali. Hasilnya, performa model meningkat tajam ketika mengikuti strategi lebah yang asli, yakni hanya memindai setengah bagian bawah pola. Hal ini menunjukkan betapa efisien strategi gerakan lebah dalam menghemat pemrosesan otak.
Bahkan dengan jumlah neuron yang sangat sedikit, model ini mampu meniru kemampuan lebah mengenali wajah manusia. Temuan ini menyoroti fleksibilitas dan kekuatan luar biasa otak serangga meski strukturnya sederhana.
Profesor Lars Chittka dari Queen Mary University of London menambahkan bahwa spekulasi soal hubungan antara ukuran otak dan tingkat kecerdasan tidaklah tepat jika tidak disertai pemahaman tentang perhitungan saraf di balik perilaku tertentu. Ia menegaskan, jumlah neuron yang dibutuhkan lebah untuk melakukan diskriminasi visual ternyata sangat kecil, bahkan untuk tugas serumit pengenalan wajah.
Profesor Mikko Juusola dari University of Sheffield menekankan bahwa penelitian ini mendukung pandangan bahwa hewan tidak pasif menerima informasi dari lingkungannya, melainkan aktif membentuk pengalaman visual.
Model baru ini menunjukkan bagaimana pemindaian berdasarkan perilaku menghasilkan kode saraf yang lebih ringkas, dapat dipelajari, dan hemat energi. Dengan kata lain, persepsi, tindakan, dan dinamika otak berevolusi bersama untuk memecahkan masalah kompleks dengan sumber daya minimal.
Dengan menggabungkan wawasan dari perilaku lebah, mekanisme otaknya, dan model komputasi, penelitian ini memberikan gambaran mendalam tentang aturan dasar kecerdasan.
Bagi bidang biologi, temuan ini memperkaya pemahaman mengenai kognisi makhluk kecil. Sementara bagi dunia teknologi, riset ini menjadi inspirasi untuk merancang AI dan robot generasi baru yang tidak hanya lebih pintar, tetapi juga jauh lebih hemat energi, efisien, dan responsif terhadap lingkungannya dengan meniru strategi cerdas otak lebah. (sciencedaily/Z-2)
Lebah merupakan salah satu agen biologis terpenting dalam ekosistem pertanian, karena perannya sebagai penyerbuk utama bagi berbagai tanaman budi daya.
Di musim semi yang dingin, ketika serangga penyerbuk enggan terbang, beberapa bunga mengembangkan kemampuan unik untuk menaikkan suhu mereka sendiri.
Konservasionis melaporkan lebah bumble mulai membangun sarang di tengah musim dingin akibat perubahan iklim.
PT Pertamina EP (PEP) Sangatta Field memperkuat komitmennya terhadap pemberdayaan masyarakat melalui Program Pengembangan Tani Hutan Kelulut Sangatta (Prolekta).
Penelitian terbaru mengungkapkan polusi udara, seperti ozon dan nitrogen oksida, dapat secara signifikan mengganggu kemampuan serangga untuk menemukan dan mengenali bunga.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved