Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
PERNAHKAH Anda menatap layar ponsel, lalu tiba-tiba tersadar Anda tak memikirkan apa pun? Bukan karena lupa atau melamun, melainkan benar-benar tidak ada satu pun pikiran yang terlintas di kepala Anda.
Fenomena ini disebut mind blanking oleh para ahli saraf. Mind blanking yakni kondisi singkat saat kita terjaga, namun aktivitas berpikir benar-benar terhenti.
Selama ini, para ilmuwan mengira otak manusia yang terjaga selalu dipenuhi aliran pikiran. Namun, penelitian terbaru membantah anggapan tersebut. Mind blanking kini diakui sebagai kondisi sadar yang unik, yang ditandai penurunan kewaspadaan dan respons terhadap rangsangan luar. Memahami kondisi ini dipercaya dapat memberi petunjuk penting tentang cara kerja kesadaran manusia.
“Bagi sebagian orang, ini seperti 'blip' dalam pikiran, tiba-tiba hening, tanpa rasa seperti ‘ada yang lupa’,” ujar Thomas Andrillon, peneliti di Institut Kesehatan dan Riset Medis Nasional Prancis (INSERM) dan Paris Brain Institute.
Uniknya, kebanyakan orang baru menyadari telah mengalami mind blanking setelah ditanya langsung, “Barusan kamu sedang mikirin apa?” Menurut Andrillon, saat peserta penelitian diberi pertanyaan itu secara acak, fenomena ini ternyata terjadi lebih sering daripada yang disadari. Berbagai studi memperkirakan sekitar 5% hingga 20% dari waktu terjaga seseorang dihabiskan dalam kondisi ini.
Dalam studi yang dimuat di jurnal Trends in Cognitive Sciences edisi Juli, tim Andrillon menggunakan elektroensefalografi (EEG), untuk mendeteksi kapan seseorang mengalami mind blanking, mind wandering (pikiran melantur), atau fokus.
Peserta diminta menonton angka-angka yang berkedip cepat di layar dan menekan tombol setiap kali angka muncul, kecuali saat angka 3 tampil. Ini menguji reaksi cepat dan kemampuan mereka untuk menahan diri.
Setiap satu menit, eksperimen dihentikan sejenak untuk menanyakan apa yang sedang mereka pikirkan. Jawabannya berkisar dari “fokus ke tugas”, “pikiran melantur”, hingga “tidak berpikir apa-apa”.
Hasilnya menarik. Respons peserta cenderung lebih cepat saat pikiran mereka melantur, tetapi menjadi lebih lambat ketika mengalami mind blanking. Ini menunjukkan keduanya merupakan kondisi mental yang berbeda.
Data EEG mendukung hal itu: aktivitas otak cenderung melambat saat pikiran kosong dibanding saat melantur. Hal itu menunjukkan mind blanking merupakan kondisi khas dengan pola kerja otak yang berbeda.
Meskipun EEG mampu menangkap perubahan cepat dalam aktivitas otak, metode ini tidak dapat mengidentifikasi lokasi spesifik di otak. Karena itulah tim menggunakan pemindaian functional MRI (fMRI) untuk melengkapi hasilnya.
Dipimpin Athena Demertzi dari Universitas Liège, Belgia, bagian studi ini melibatkan peserta yang beristirahat di dalam mesin fMRI tanpa melakukan tugas apa pun. Sesekali, mereka diminta mengungkapkan isi pikiran mereka.
Ketika peserta melaporkan sedang tidak memikirkan apa-apa, fMRI menunjukkan pola aktivitas otak yang sangat tersinkronisasi secara global, mirip dengan pola saat seseorang tertidur lelap (deep sleep). Dalam kondisi sadar normal, area otak cenderung aktif tetapi tidak bergerak serentak. Namun saat mind blanking, seolah otak “berjalan dalam irama yang sama”.
“Sepertinya, dalam kondisi ini otak terdorong sedikit menuju keadaan seperti tidur,” ujar Andrillon. “Sinkronisasi ini mungkin cukup untuk membuat kesadaran kita ‘off’ sejenak.”
Meski masih dalam tahap awal, para peneliti menduga mind blanking bisa menjadi semacam “mini-reset” untuk otak di tengah kesibukan harian. Aktivitas otak selama mind blanking mirip dengan slow-wave sleep, fase tidur dalam yang penting untuk membersihkan racun otak, mendinginkan suhu, dan menghemat energi.
Demertzi menyebut mind blanking seperti momen "ambil napas sejenak" untuk menyegarkan kepala. Studi awal bahkan menunjukkan orang yang kurang tidur cenderung lebih sering mengalami mind blanking, memperkuat dugaan ini adalah mekanisme pemulihan alami otak.
Andrillon mengingatkan, meskipun bermanfaat bagi otak, kondisi ini bukanlah situasi ideal untuk aktivitas yang memerlukan fokus tinggi. “Sulit mendeteksi kapan seseorang sedang blank,” tambahnya. “Sering kali, kita baru sadar setelah diinterupsi, baru kemudian merasa, ‘Tadi aku nggak mikirin apa-apa ya’.”
Fenomena mind blanking membuka wawasan baru tentang bagaimana otak bekerja dalam kesadaran maupun jeda dari kesadaran. Meski tampak seperti “kosong”, sebenarnya momen tersebut bisa jadi penting untuk menjaga performa otak kita tetap optimal. (Live Science/Z-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved