Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Perbedaan Serangan Jantung dan Henti Jantung: Gejala, Penyebab, dan Cara Pertolongan Pertama

Muhammad Ghifari A
22/7/2025 09:54
Perbedaan Serangan Jantung dan Henti Jantung: Gejala, Penyebab, dan Cara Pertolongan Pertama
Ilustrasi(Mitra Keluarga)

SERANGAN jantung dan henti jantung kerap dipakai bergantian dalam percakapan keseharian. Namun, menurut pemaparan Profesor Budi Yulistianto dari Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK-KMK UGM, ada perbedaan penting antara kedua keadaan ini yang sebaiknya dipahami.

Memahami dengan benar perbedaan ini sangat penting untuk memberikan pengobatan dan pertolongan darurat yang tepat dan cepat, mengingat kedua kondisi ini merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia.

"Sering kali orang menganggap serangan jantung dan henti jantung sebagai hal yang sama. Padahal, istilah tersebut berbeda, dan penggunaannya seringkali salah," ungkap Profesor Budi. "Istilah tersebut tidak identik dan memiliki makna serta kondisi yang sangat berbeda. "

Profesor Budi menjelaskan perbedaan dasarnya: serangan jantung terjadi ketika ada sumbatan pada pembuluh darah jantung atau arteri koroner, yang mengganggu pasokan darah ke jantung. Di sisi lain, henti jantung disebabkan oleh gangguan pada sistem kelistrikan jantung, sehingga menyebabkan jantung berhenti berfungsi secara mendadak.

Data Kejadian yang Mengkhawatirkan

Statistik dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa lebih dari 17,9 juta orang dari seluruh dunia meninggal karena penyakit jantung dan pembuluh darah, dengan 85% di antaranya disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Di Amerika Serikat, diperkirakan ada satu orang terkena serangan jantung setiap 40 detik, dengan sekitar 805. 000 kasus terjadi setiap tahunnya.

Sementara itu, henti jantung sering kali terjadi di luar fasilitas kesehatan. Di Amerika Serikat pada tahun 2017, angkanya mencapai sekitar 110,8 per 100 ribu orang, di mana 90% dari mereka tidak berhasil diselamatkan.

Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 mencatat penambahan jumlah kasus penyakit jantung dan pembuluh darah dari waktu ke waktu. Sekitar 15 dari 1000 orang di Indonesia, atau sekitar 2,78 juta orang menderita penyakit jantung.

Serangan Jantung: Ketika Aliran Darah Tersumbat

Profesor Budi menjelaskan lebih lanjut bahwa serangan jantung, yang dikenal sebagai sindrom koroner akut, terjadi ketika aliran darah ke jantung terhenti karena adanya penyumbatan pada arteri koroner. Sumbatan ini biasanya disebabkan oleh penumpukan plak atau lemak (aterosklerosis) di dinding pembuluh darah, atau kadang-kadang oleh gumpalan darah (trombus) yang menghalangi.

"Akibatnya, tidak ada pasokan oksigen pada jaringan jantung. Ketidakstabilan pada jaringan jantung ini, karena kekurangan aliran darah, menyebabkan jaringan tersebut mati, dikenal sebagai infark," kata Profesor Budi. Semakin lama jaringan tidak menerima darah, kerusakan yang terjadi akan semakin permanen atau irreversibel.

Gejala serangan jantung yang paling umum adalah nyeri dada, sering kali digambarkan seperti tertekan, terjepit, atau dada merasa pecah. Rasa sakit ini juga bisa menjalar ke lengan kiri, bahu, punggung, leher, bahkan rahang. Gejala lainnya bisa termasuk sesak napas, mual, muntah, atau pingsan (sinkop).

Henti Jantung: Gangguan Listrik yang Mematikan

Berbeda dengan serangan jantung, henti jantung atau cardiac circulation arrest terjadi karena kegagalan pada sistem kelistrikan. Kondisi ini membuat jantung tiba-tiba berhenti memompa darah.

"Jika seseorang mengalami henti jantung, maka tidak akan ada sirkulasi darah, denyut nadi tidak terdeteksi, dan bisa mengalami pingsan dalam waktu singkat," jelas Profesor Budi. Jika kondisi ini tidak ditangani dengan cepat, dapat menyebabkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kesadaran.

Penyebab utama dari henti jantung biasanya adalah gangguan pada irama jantung (aritmia). Serangan jantung juga menjadi alasan paling umum terjadinya henti jantung. Selain itu, kondisi lain yang dapat mengakibatkan henti jantung antara lain kelainan jantung yang ada sejak lahir, peradangan pada jantung, penyakit pada katup jantung, ketidakseimbangan elektrolit, sengatan listrik, kehilangan darah, overdosis obat, atau tenggelam.

Gejala awal pada seseorang yang akan mengalami henti jantung sering kali ditandai dengan pusing, detak jantung yang cepat, atau rasa lelah berlebihan. Setelah itu, ia bisa tiba-tiba terjatuh, pingsan, tidak memiliki denyut nadi, dan mengalami kesulitan bernapas.

Siapa yang Berisiko?

Profesor Budi mengungkapkan bahwa individu yang berisiko tinggi mengalami henti jantung dan serangan jantung termasuk mereka yang memiliki masalah pada sistem listrik jantung (contohnya pada Sindrom Brugada atau Sindrom QT Panjang). Meskipun demikian, serangan jantung tetap menjadi penyebab henti jantung yang paling umum, sehingga penting untuk mengenali faktor risiko yang terkait dengan serangan jantung atau penyakit jantung koroner:

  • Dapat dimodifikasi: Kebiasaan merokok, kadar kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, serta diabetes.
  • Tidak dapat dimodifikasi: Riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung koroner, usia (pria di atas 45 tahun, perempuan di atas 50 tahun atau setelah menopause), dan gender (pria berisiko lebih tinggi).

Pentingnya Pertolongan Pertama: CPR

"Segera memanggil bantuan sangatlah penting, dan sementara kami menunggu, kita perlu melakukan pertolongan pertama melalui pijatan jantung luar," ungkap Profesor Budi. 

Tindakan ini, yang dikenal sebagai Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau CPR, sangat penting dilakukan. Saat henti jantung terjadi, jantung tidak lagi mampu memompa darah.

RJP bertujuan untuk mencoba menggantikan fungsi pemompaan jantung. Profesor Budi menekankan prinsip-prinsip RJP yang efektif: melakukan kompresi dada sedalam 4 hingga 5 cm, memastikan dada kembali mengembang sepenuhnya, dan melakukan kompresi dengan kecepatan minimal 100 kali per menit. RJP harus terus dilakukan sampai tim medis tiba.

"Penting bagi setiap orang untuk mengenali tanda-tanda serangan jantung. Dengan kemampuan membedakan kedua kondisi ini, pertolongan pertama dapat dilakukan dengan cepat dan tepat," jelas Profesor Budi.

"Ingat, kedua kondisi ini bisa muncul di mana saja dan kapan saja, bahkan pada orang-orang terdekat kita. Oleh karena itu, semoga kita semua dapat memahami dan mengenali gejala penyakit jantung, henti jantung, serta serangan jantung dengan baik." (Youtube Kelas Kanal/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya