Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
SEBUAH terobosan ilmiah berhasil membuka jalan baru dalam pengelolaan limbah plastik. Ilmuwan dari University of Edinburgh menemukan cara mengubah botol plastik bekas menjadi obat penghilang rasa sakit, paracetamol. Proses itu menggunakan bantuan bakteri.
Penelitian yang dipimpin Prof Stephen Wallace dan dipublikasikan di Nature Chemistry ini menunjukkan bakteri E. coli yang telah dimodifikasi secara genetik mampu mengubah asam tereftalat (bahan turunan plastik PET) menjadi paracetamol dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa menghasilkan emisi karbon yang signifikan.
“Orang tidak menyadari bahwa selama ini paracetamol dibuat dari minyak bumi. Penemuan ini membuktikan bahwa kita bisa membuat obat ini secara lebih berkelanjutan, sekaligus mengurangi limbah plastik dari lingkungan,” ujar Wallace, Ketua Bioteknologi Kimia di University of Edinburgh.
Proses ini dimulai dengan daur ulang plastik PET — jenis plastik yang umum digunakan dalam botol air dan kemasan makanan. Melalui teknik kimia ramah lingkungan, plastik ini diubah menjadi bahan awal yang kemudian difermentasi menggunakan strain E. coli yang aman.
Bakteri tersebut diprogram ulang dengan gen dari jamur dan bakteri tanah untuk mengubah senyawa PABA (para-aminobenzoic acid) menjadi paracetamol. Hasilnya mencengangkan: hingga 90% dari bahan awal berhasil diubah menjadi obat dengan efisiensi tinggi dan emisi hampir nol.
Lebih menarik lagi, tim peneliti menemukan bahwa proses ini memanfaatkan reaksi kimia langka bernama Lossen rearrangement, yang biasanya hanya bisa terjadi di laboratorium dengan kondisi ekstrem. Namun dalam eksperimen ini, reaksi tersebut terjadi secara alami di dalam sel bakteri — berkat bantuan fosfat yang ada dalam tubuh mikroba.
Setiap tahunnya, dunia menghasilkan lebih dari 350 juta ton limbah plastik, sebagian besar di antaranya berasal dari plastik PET yang sulit terurai dan kerap mencemari laut atau menumpuk di tempat pembuangan akhir.
Di sisi lain, industri farmasi bergantung pada ribuan ton bahan bakar fosil untuk memproduksi obat-obatan seperti paracetamol. Proses ini tidak hanya mencemari, tapi juga mengandalkan sumber daya alam yang makin menipis.
Dengan pendekatan baru ini, ilmuwan tidak hanya menciptakan jalur produksi obat yang lebih bersih, tetapi juga membangun fondasi ekonomi sirkular yang menjanjikan — di mana limbah plastik diubah menjadi produk bernilai tinggi.
“Ini adalah pertama kalinya kimia dan biologi digabungkan secara langsung untuk menciptakan jalur dari limbah plastik menjadi obat — sesuatu yang tak bisa dilakukan oleh salah satu pendekatan saja,” jelas Wallace.
Meskipun metode ini masih dalam tahap pengembangan, para peneliti optimis bahwa dengan skala yang lebih besar, proses ini bisa diterapkan secara komersial. Penelitian ini didukung oleh lembaga pendanaan EPSRC, perusahaan biofarmasi AstraZeneca, dan layanan komersialisasi Edinburgh Innovations.
Ian Hatch, Kepala Konsultasi di Edinburgh Innovations, menyebut teknologi ini sebagai peluang besar untuk mewujudkan ekonomi hijau.
“Rekayasa biologi seperti ini berpotensi mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, membangun ekonomi sirkular, dan menghasilkan bahan kimia yang berkelanjutan. Kami membuka pintu kolaborasi untuk pihak-pihak yang ingin ikut berkontribusi,” katanya. (The Guardian/University of Edinburg/Z-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved