Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SETELAH sekitar 68 tahun bersemayam di dalam tanah di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, kerangka Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka atau Tan Malaka akan kembali ke kampung halaman di Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat.
Selama ini, kerangka tokoh yang oleh Presiden Pertama RI Soekarno ditetapkan sebagai pahlawan nasional tersebut dimakamkan di tengah areal persawahan di Selopanggung.
Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan, saat dihubungi, kemarin, mengungkapkan pemindahan jenazah penulis sejumlah buku seperti Madilog dan Naar de Republik Indonesia (Menuju Republik Indonesia) itu dimulai pada 21 Februari 2017, bertepatan dengan hari wafatnya. Pada 13 April 2017, jasad tersebut sudah dimakamkan.
Ferizal mengatakan Tan Malaka secara adat Minangkabau ialah pangulu (pimpinan) suku Koto di Nagari Pandam Gadang. “Menurut adat, ia perlu dimakamkan di permakaman kaumnya,” kata dia.
Ferizal menepis anggapan pemindahan itu akan memutus hubungan Tan Malaka dengan warga Selopanggung. Di lokasi makam itu, bisa dibangun monumen sebagai pengingat.
Tan Malaka merupakan sosok yang telah berkontribusi dalam kemerdekaan bangsa Indonesia. Hanya, seperti ditulis Faisal dan Firdaus Syam dalam Jurnal Poelitik: Jurnal Kajian Politik dan Masalah Pembangunan Volume 11 Nomor 01 Tahun 2015, Tan Malaka telah terstigma sebagai cikal bakal berkembangnya ideologi Marxis-komunis. Padahal, pendiri Partai Murba pada 1948 itu ialah seorang sosialis religius, bahkan mengakui Islam sebagai agama dan sumber hidupnya.
Adalah sejarawan Belanda Harry A Poeze yang selama 40 tahun meneliti Tan Malaka. Pada 2009, ia memastikan jenazah yang ditemukan di sebuah makam di Desa Selopanggung adalah Tan Malaka.
“Dari tinggi badan dan tali yang mengikat tangan ke belakang ditambah dengan informasi saya, sudah jelas Tan Malaka dikuburkan di sana,” ujar Poeze, beberapa waktu lalu.
Menurut Poeze, Tan Malaka ditembak tentara bernama Soekotjo di Selopanggung. Tan Malaka dinyatakan wafat pada 21 Februari 1949, tetapi baru diketahui dikebumikan di Selopanggung pada 2007.
Direktur Tan Malaka Institute (TMI) Sumatra Barat Yudilfan Habib mengaku terharu melihat keikhlasan warga dalam merawat makam. “Hingga hari ini, masyarakat secara ikhlas menahlilkan di makam itu.”
Politikus Partai Golkar asal Pariaman, Sumatra Barat, Indra J Piliang mengaku tidak setuju dengan pemindahan makam itu.
“Biarlah jasad Tan Malaka, sang gerilyawan abadi tersebut, di sana. Biar juga makam Tuanku Imam Bonjol di Manado, Sulawesi Utara. Biar makam Mohammad Hatta, atau Haji Agus Salim, Sutan Syahrir di tempat mereka masing-masing.” (Hendra Makmur/YH/N-1) Setelah sekitar 68 tahun bersemayam di dalam tanah di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, kerangka Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka atau Tan Malaka akan kembali ke kampung halaman di Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat.
Selama ini, kerangka tokoh yang oleh Presiden Pertama RI Soekarno ditetapkan sebagai pahlawan nasional tersebut dimakamkan di tengah areal persawahan di Selopanggung.
Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan, saat dihubungi, kemarin, mengungkapkan pemindahan jenazah penulis sejumlah buku seperti Madilog dan Naar de Republik Indonesia (Menuju Republik Indonesia) itu dimulai pada 21 Februari 2017, bertepatan dengan hari wafatnya. Pada 13 April 2017, jasad tersebut sudah dimakamkan.
Ferizal mengatakan Tan Malaka secara adat Minangkabau ialah pangulu (pimpinan) suku Koto di Nagari Pandam Gadang. “Menurut adat, ia perlu dimakamkan di permakaman kaumnya,” kata dia.
Ferizal menepis anggapan pemindahan itu akan memutus hubungan Tan Malaka dengan warga Selopanggung. Di lokasi makam itu, bisa dibangun monumen sebagai pengingat.
Tan Malaka merupakan sosok yang telah berkontribusi dalam kemerdekaan bangsa Indonesia. Hanya, seperti ditulis Faisal dan Firdaus Syam dalam Jurnal Poelitik: Jurnal Kajian Politik dan Masalah Pembangunan Volume 11 Nomor 01 Tahun 2015, Tan Malaka telah terstigma sebagai cikal bakal berkembangnya ideologi Marxis-komunis. Padahal, pendiri Partai Murba pada 1948 itu ialah seorang sosialis religius, bahkan mengakui Islam sebagai agama dan sumber hidupnya.
Adalah sejarawan Belanda Harry A Poeze yang selama 40 tahun meneliti Tan Malaka. Pada 2009, ia memastikan jenazah yang ditemukan di sebuah makam di Desa Selopanggung adalah Tan Malaka.
“Dari tinggi badan dan tali yang mengikat tangan ke belakang ditambah dengan informasi saya, sudah jelas Tan Malaka dikuburkan di sana,” ujar Poeze, beberapa waktu lalu.
Menurut Poeze, Tan Malaka ditembak tentara bernama Soekotjo di Selopanggung. Tan Malaka dinyatakan wafat pada 21 Februari 1949, tetapi baru diketahui dikebumikan di Selopanggung pada 2007.
Direktur Tan Malaka Institute (TMI) Sumatra Barat Yudilfan Habib mengaku terharu melihat keikhlasan warga dalam merawat makam. “Hingga hari ini, masyarakat secara ikhlas menahlilkan di makam itu.”
Politikus Partai Golkar asal Pariaman, Sumatra Barat, Indra J Piliang mengaku tidak setuju dengan pemindahan makam itu.
“Biarlah jasad Tan Malaka, sang gerilyawan abadi tersebut, di sana. Biar juga makam Tuanku Imam Bonjol di Manado, Sulawesi Utara. Biar makam Mohammad Hatta, atau Haji Agus Salim, Sutan Syahrir di tempat mereka masing-masing.” (Hendra Makmur/YH/N-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved