Tingkatkan Kesehatan Masyarakat Melalui Germas

15/11/2016 00:00
Tingkatkan Kesehatan Masyarakat Melalui Germas
(Ist)

KESADARAN masyarakat Indonesia untuk memperhatikan gaya hidup dan menjaga kesehatan terbilang masih rendah. Padahal, kesehatan individu masyarakat di semua usia merupakan modal awal untuk meningkatkan produktivitas yang berkaitan langsung dengan daya saing bangsa.

‘’Produktivitas masyarakat dan bangsa secara penuh terkait dan tergabung dalam satu kesatuan. Jadi perlu gerakan massal yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat,’’ ungkap Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Anung Sugihantono, di Jakarta, Jumat (11/11).

Anung mengatakan, gerakan yang dilakukan secara sistematis dan terencana itu penting untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk dapat menjaga kesehatan mereka. Dengan begitu, bisa mengurangi beban biaya layanan kesehatan.

‘’Untuk merealisasikan hal itu, Kemenkes menginisiasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Gerakan ini didukung secara masif oleh pemerintah dengan memberdayakan seluruh unsur masyarakat di setiap daerah,’’ ucap dia.

Gerakan itu secara resmi akan diluncurkan Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani pada
Selasa (15/11) di Bantul, Yogyakarta. Peluncuran itu sekaligus sebagai penguatan upaya promotif dan preventif menjaga kesehatan di lingkungan masyarakat.

Ia menerangkan sebagai langkah awal, pada tahap pertama 2016-2017, gerakan akan dimulai dengan tiga fokus kegiatan yaitu meningkatkan aktivitas fisik, kampanye konsumsi sayur dan buah, serta deteksi dini penyakit tidak menular (PTM) dengan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

Terkait PTM misalnya, lanjut Anung, dalam kurun waktu sekitar 20-30 tahun terakhir, perubahan pola penyakit di masyarakat sangat luar biasa. Jika dulu penyakit menular dan wabah jadi kekhawatiran, kini PTM jadi penyakit dengan beban pembiayaan terbesar yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

BPJS Kesehatan mencatat penyakit kelompok katastropik menjadi sumber pengeluaran tertinggi yakni mencapai 23,9% atau sekitar
Rp13,6 triliun sepanjang 2015. Sebanyak 8 jenis PTM termasuk katastropik yang mengeluarkan biaya tertinggi yakni jantung, gagal ginjal kronik, kanker, stroke, thalasemia, cirosis hepatitis, leukemia, dan hemofilia.

‘’Penyakit tidak menular sebenarnya 80%-90% dapat dicegah hanya dengan melakukan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat,’’ ungkap Anung. Contoh sederhana, jelas Anung, dengan melakukan posyandu untuk deteksi dini kesehatan anak. Kemudian
melalui halte-halte Transjakarta memaksa orang beraktivitas fisik secara sadar atau tidak sadar.

‘’Kami berusaha menempatkan kesehatan jadi tanggung jawab di keluarga dan masyarakat. UKS, kantor, dan masyarakat semua harus berperan dan berfungsi maksimal. Harapannya, masyarakat tidak hanya dapat mencegah hal-hal fatal, tetapi secara ekonomi biaya pengeluaran bisa ditekan,’’ tutur Anung.


Gerakan sosialisasi

Anung menjelaskan dalam pelaksanaannya nanti, Germas dilakukan melalui gerakan sosialisasi dan kegiatan nyata di berbagai lapisan masyarakat.

Karena itu, pemerintah daerah dan berbagai profesi terkait diharapkan dapat menjadi contoh utama pelaksana kegiatan, seperti kepala daerah, kepala instansi, guru, dan orangtua.

Tidak hanya melalui sosialisasi dan kegiatan langsung di masyarakat, upaya koordinasi juga dilakukan secara bersama oleh berbagai instansi terkait di pemerintahan. Salah satunya terkait dengan penyelenggaraan infrastruktur serta sarana prasarana di masyarakat.

Direktur Keterpaduan Infrastruktur Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dwityo Akoro Soeranto menambahkan kerja sama dilakukan antara Kementerian PUPR dan Kemenkes dalam mewujudkan masyarakat sehat. Dalam hal ini, Kementerian PUPR memiliki tugas dan fungsi menciptakan lingkungan permukiman sehat, layak, dan berkelanjutan melalui penyediaan infrastruktur permukiman.

‘’Dalam rencana strategis kami pada 2015-2019 kami mengenal gerakan nasional 100-0-100. Artinya hingga 2019 dituntut bisa melayani dan memfasilitasi 100% pelayanan air minum dan sanitasi serta mengurangi permukiman kumuh menjadi 0% di perkotaan,’’ ungkap Dwityo.

Terkait Germas, lanjut dia, Kementerian PUPR memiliki beberapa program pemberdayaan masyarakat. Di kota misalnya, ada kegiatan Kotaku (Kota Tanpa Kumuh) untuk mengurangi permukiman kumuh, Sanimas (Sanitasi Berbasis Masyarakat), serta bantuan stimulan untuk perumahan swadaya.

‘’Kami melakukan itu untuk meningkatkan peran masyarakat agar dapat berpartisipasi mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, hingga operasi dan pemeliharaan sehingga ada sense of belonging masyarakat agar bisa tetap memelihara infrastruktur yang dibangun,’’ ujarnya. (Pro/S-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya