AKTRIS sekaligus pemain teater Happy Salma, 35, bergoyang aduhai bak seorang penyanyi dangdut profesional. Hal itu dilakoninya di atas panggung teater Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Jumat(25/9) malam. Meski mengaku kesulitan, ia tampaknya berhasil menerjemahkan sosok penyanyi dangdut dari wilayah pantai utara Jawa (pantura) bernama Liza Sasya dalam sebuah lakon monolog berjudul #3Perempuanku, bukan Bunga bukan Lelaki karya sastrawan Putu Fajar Arcana. "Saya kan bukan penyanyi dangdut, jadi ya sulit. Kadang-kadang inget nyanyi lupa goyang, inget goyang lupa nyanyi," ujarnya saat ditemui seusai geladi resik pementasan tersebut.
Peraih Piala Citra kategori pemeran pendukung wanita terbaik di Festival Film Indonesia 2010 itu memang selalu total dalam berakting. Terlebih, itu bukan pertama kalinya ia tampil di atas panggung teater. Pada 2009 lalu, ia bahkan membawakan monolog sampai ke Bern, Swiss, dan Belanda yang menceritakan sebuah kisah berjudul Ronggeng Dukuh Paruk. Baginya, peran apa pun akan dilakoni secara total. "Awalnya malu karena enggak biasa goyang, tapi kejutan banget Bli Budjana (Dewa Budjana, direktur musik) sangat dangdut sekali. Hampir saya pengen berubah haluan ke dangdut," kelakarnya di hadapan wartawan. Guna tampil maksimal, sebelumnya ia pun melakukan observasi dengan banyak diskusi kepada musisi serta penyanyi-penyanyi dangdut. Tak terhitung juga berapa banyak videoklip dangdut yang ia tonton sebagai referensi.
Selama delapan bulan berlatih, perempuan bernama lengkap Jero Happy Salma Wanasih itu akhirnya menemukan sosok Liza yang harus diperankannya. Ia pun menciptakan goyangan baru tanpa menyinggung penyanyi dangdut siapa pun. "Namanya goyang galau. Jadi sesuai dengan kondisi negeri kita sekarang ini," cetusnya. Pesan moral Tak sekadar berlakon, Happy juga menjadikan panggung sebagai media menumpahkan segala ekspresi, termasuk saat ingin menyampaikan pesan moral kepada setiap penonton. Lewat peran Liza Sasya, ia bercerita bahwa perempuan sering kali dibodohi kaum lelaki yang berkuasa. Dikisahkan, keinginan Liza untuk menjadi penyanyi dangdut terkenal ternyata dimanfaatkan seorang pejabat berhidung belang. "Perempuan itu bisa sangat mudah menjadi korban tipu daya laki-laki. Ini bentuk ikhtiar kita untuk mengingatkan penonton agar jangan sampai kejadian lagi," tutur dia. Dalam pertunjukan itu, Happy tidak sendirian. Ia bersama Inayah Wahid dan Olga Lydia. Mereka membahas isu korupsi dengan mengusung pesan moral kekerasan terhadap perempuan. (H-3)