Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KUALITAS udara di berbagai kota besar di dunia semakin menjadi perhatian global, dan Indonesia kembali masuk dalam daftar kota paling terpolusi. Laporan terbaru dari IQAir, perusahaan pemantau kualitas udara asal Swiss, menunjukkan sebagian besar dari 20 kota paling tercemar di dunia berada di Asia, termasuk Indonesia.
Dalam laporan tersebut, 13 dari 20 kota paling tercemar berada di India, negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat yang masih sangat bergantung pada batu bara. Empat kota lainnya berada di Pakistan, sementara Tiongkok dan Kazakhstan masing-masing memiliki satu kota dalam daftar ini.
Satu-satunya kota di luar Asia yang masuk dalam daftar tersebut adalah N’Djamena, ibu kota Chad di Afrika Tengah, yang dinobatkan sebagai negara dengan polusi udara terburuk.
Sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan urbanisasi yang meningkat, Indonesia juga mengalami masalah serupa. Kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang, dan Bekasi sering kali mencatat tingkat polusi yang sangat tinggi, terutama akibat emisi kendaraan bermotor, aktivitas industri, dan pembakaran bahan bakar fosil.
Menurut data IQAir, rata-rata konsentrasi PM2.5 di beberapa kota besar di Indonesia jauh melebihi standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 5 mikrogram per meter kubik. Partikel polutan PM2.5 berukuran sangat kecil, hanya 1/20 lebar rambut manusia, sehingga dapat menembus sistem pernapasan dan masuk ke aliran darah, menyebabkan berbagai penyakit pernapasan dan kardiovaskular.
Polusi udara memiliki dampak besar terhadap kesehatan masyarakat. Paparan jangka panjang terhadap PM2.5 dapat menyebabkan iritasi paru-paru, penyakit pernapasan kronis, stroke, serangan jantung, bahkan meningkatkan risiko kanker. Beberapa penelitian juga mengaitkan polusi udara dengan gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.
Di India, misalnya, kota Byrnihat mencatat konsentrasi PM2.5 sebesar 128,2 mikrogram per meter kubik pada tahun lalu, atau lebih dari 25 kali lipat batas aman WHO. Masyarakat setempat menyalahkan aktivitas industri dan pembabatan hutan sebagai penyebab utama tingginya polusi.
Salah satu masalah utama di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, adalah kurangnya sistem pemantauan kualitas udara yang memadai. Laporan IQAir menyebutkan bahwa banyak negara di kawasan ini memiliki kesenjangan signifikan dalam inisiatif pemantauan kualitas udara yang dipimpin oleh pemerintah.
Pada tahun 2024, dari 392 kota yang dianalisis di Asia Tenggara, sebanyak 173 kota tidak memiliki stasiun pemantauan udara resmi dari pemerintah. Di Kamboja, bahkan tidak ada satu pun stasiun pemantauan yang tersedia.
Selain itu, keputusan Amerika Serikat untuk menghentikan pembagian data kualitas udara yang dikumpulkan dari kedutaan dan konsulat mereka di seluruh dunia akan semakin memperburuk kesenjangan data ini. Padahal, data kualitas udara sangat penting untuk menyadarkan masyarakat, membentuk kebijakan publik yang efektif, serta mengarahkan intervensi kesehatan masyarakat.
Pemerintah di berbagai negara, termasuk Indonesia, perlu mengambil langkah serius untuk mengatasi masalah polusi udara. Beberapa kebijakan yang dapat diterapkan antara lain:
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kualitas udara di Indonesia dan negara-negara lain yang terdampak dapat membaik, sehingga kesehatan masyarakat bisa lebih terjaga dan angka harapan hidup tidak terus menurun akibat polusi udara yang memburuk.
(CNN/Z-2)
Indeks Mutu Udara atau Air Quality Index (AQI) berada di angka 157 dan butir partikel halus PM2.5 berada di angka 64,6 mikrogram per meter kubik.
Berdasarkan pantauan pada pukul 05:02 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 107 dengan angka partikel halus (particulate matter/PM) 2.5.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved