Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
PERNAHKAH Anda berada pada situasi sulit untuk membuat suatu keputusan atau merasa ribet menjalani kehidupan? Buku terbaru yang ditulis Abigail Limuria dan Cania Citta, berjudul Makanya, Mikir! barangkali bisa menjadi panduan agar bisa lebih runut dalam berpikir.
Makanya, Mikir! yang dirilis pada 20 Januari oleh Pear Press berisi tentang pedoman untuk menyusun kerangka berpikir menjadi lebih runut berdasarkan studi kasus yang dialami dua penulisnya. Buku itu terbagi dalam delapan bab yang membahas mulai cara menentukan tujuan hidup, menjelaskan pola pikir ilmiah, hingga panduan untuk menerapkan kecerdasan sosial.
Makanya, Mikir! melewati proses penggarapan sejak akhir 2023. Selain menggunakan studi kasus yang dialami Abigail dan Cania, keduanya membedah fenomena yang muncul di tataran ranah digital hingga nasional.
“Kami juga banyak memasukkan kesalahan atau kesalahpahaman atau keruwetan yang sering terjadi di Indonesia, termasuk di media sosial. Hal ini ditujukan untuk menunjukkan bagaimana kerangka berpikir yang ada di buku ini sebenarnya bisa menjadi solusi atau memecahkan permasalahan-permasalahan itu juga. Jadi, memang dilihat secara kasuistik,” kata Abigail Limuria tentang bukunya, Makanya, Mikir! kepada Media Indonesia, Selasa (21/1).
Pada prosesnya, Cania dan Abigail secara kolaboratif menguji kerangka berpikir yang mereka gunakan masing-masing. Setelah itu, dengan pengujian dan kurasi, keduanya menyeleksi kerangka berpikir mana yang akan disertakan di dalam buku itu.
“Cania lebih bertanggung jawab untuk memastikan setiap kerangka berpikir yang ada di buku secara logika masuk akal, sedangkan aku berfokus pada studi kasusnya. Kami saling melengkapi dalam penulisannya dan saling menguji kerangka berpikirnya satu sama lain,” lanjut Abi.
Makanya, Mikir!, menurut Abi, ditujukan sebagai buku yang membahas proses berpikir atau cara berpikir sebagai bagian dari fundamen hidup. Itu diwujudkan dengan menelusuri kerangka berpikir yang melandasi keputusan sehari-hari.
Menurutnya, dalam hidup di sebuah negara dan di sebuah komunitas sosial, sering kali masalah yang dihadapi bukan disebabkan ‘orang jahat’, melainkan oleh inkompetensi atau kebodohan-kebodohan akibat pola pikir yang kurang akurat.
“Misalnya kita refleksi ke level pemerintahan atau di level persahabatan, sering kali justru yang bikin hidup pusing itu bukan karena ada orang yang mau jahatin kita, melainkan ada orang yang kayak ‘Aduh, gue enggak maksud sebenarnya, untuk begitu’. Jadi, sebenarnya buku ini pengin membantu sedikit banyak meluruskan dan merapikan pikiran-pikiran supaya mungkin kesengsaraan yang seharusnya enggak ada itu bisa terselesaikan. Semoga dengan kami memberikan tools berupa kerangka berpikir, yang membaca enggak perlu dikasih jawabannya, tapi mereka bisa pakai kerangka ini. Kayak rumus, yang (membuat) mereka bisa mencari jawaban mereka sendiri,” terang Abi.
“Kita harus bedakan secara jelas antara orang yang bodoh dan orang yang jahat. Menurut aku, sering kali ketika berbeda pendapat langsung dianggap pertentangan karena kita mungkin sudah berasumsi buruk terlebih dulu. Bahwa orang itu mau jahatin kita, atau punya niat jahat. Padahal sering kali mungkin ada kebodohan atau inkompetensi atau salah paham. Solusinya bukan dijauhi atau dihukum. Juga ada sisi edukasinya. Menurut aku, membedakan antara orang yang bodoh dan yang jahat ini membantu kita untuk tidak cepat-cepat berasumsi buruk. Jadi, ada banyak contoh kerangka berpikir seperti itu yang seharusnya bisa membantu dialog supaya lebih sehat,” lanjutnya.
Buku itu memberikan kerangka berpikir sebagai alat untuk memisahkan dari satu hal ke hal lain secara jelas. Menurut Abi, secara umum saat orang berargumen, akan tercampur aduk. Ia mencontohkan, bab 2 buku itu menjelaskan perbedaan antara ranah realitas dan preferensi ranah realitas untuk menunjukkan cara menyelesaikan perdebatan. Dalam ranah realitas, penyelesaian dilakukan dengan mengecek secara empiris bukti yang sesuai dengan realitas. Dalam ranah preferensi, orang diharuskan untuk berkompromi dan berdialog dan menghasilkan kesepakatan yang akan menjadi acuan.
Pad bab akhir, misalnya, Abi dan Cania menjelaskan kecerdasan sosial dalam judul Kecerdasan Sosial: Buat Apa Pintar kalau Nyebelin?. Di bagian itu, Abi dan Cania menjelaskan kecerdasan sosial yang mengarahkan pembacanya untuk lebih efektif dalam berkomunikasi, sebagai salah satu kunci.
Pada bab-bab sebelumnya, Abi dan Cania juga mencoba mengajak pembacanya untuk merapikan pikiran secara internal. Pada bab akhir tersebut, keduanya ingin mengingatkan meskipun secara kerangka berpikir internal sudah rapi dan lurus, kecerdasan sosial bisa menjadi cara agar bisa lebih efektif dalam berhubungan. Tidak bisa dimungkiri, manusia ialah makhluk sosial, yang hidup di sebuah komunitas dan memberikan pengaruh satu sama lain .
“Punya empati dan bisa berkomunikasi. Jadi, itu juga penting untuk bisa peduli satu sama lain. Jadi, kecerdasan sosial itu, kuncinya, tuh, lebih efektif, bukannya lebih luwes. Bukan saja saat menyampaikan gagasan-gagasan besar atau bersifat di depan publik, tapi bagaimana kita bisa menavigasi konflik di dalam keluarga. Penting untuk punya skill memilih penyampaian yang paling efektif supaya tujuan interaksi kita tersampaikan. Perlu di-highlight juga, ini bukan cuma cara menyampaikannya, melankan juga isinya juga,” jelas Abi. (M-3)
Detail Buku
Judul: Makanya, Mikir!: Panduan Berpikir untuk Hidup Lebih Bahagia
Penulis: Abigail Limuria & Cania Citta
Terbit: Januari 2025
Penerbit: Pear Press
Halaman: 295
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved