Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Pengentasan Dampak Negatif Multikulturalisme Masih Jadi Tantangan

Putri Rosmalia Octaviyani
12/10/2016 15:19
Pengentasan Dampak Negatif Multikulturalisme Masih Jadi Tantangan
(Sejumlah peserta World Culture Forum (WCF) 2016 mengikuti parade di Lapangan Puputan Badung Kota Denpasar, Bali, Selasa (11/10).--Antara/Wira Suryantala)

PENERAPAN unsur kebudayaan dianggap dapat menjadi jembatan penciptaaan kehidupan yang damai. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, tantangan dalam mengedukasi filosofi keberagaman dan multikulturalisme tersebut masih menjadi tantangan berat yang harus dihadapi.

“Selain membawa dampak positif globalisasi juga dapat membawa dampak negatif. Budaya multikulturalisme itu berdimensi ganda, bisa mendorong integrasi dan sekaligus disintegrasi,” ungkap Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Samsyudin dalam rangkaian acara World Culture Forum (WCF) 2016, di Nusa Dua, Bali, Rabu (12/10).

Din mengatakan, sampai saat ini, Indonesia masih kerap menghadapi masalah dalam menerima keberagaman.

Meski telah berhasil hidup sebagai negara yang bhineka di bawah naungan Pancasila, perselisihan dalam menerima unsur-unsur keragaman tersebut tetap masih dengan mudah ditemui pada berbagai lini.

“Di era sekarang, budaya individualisme semakin mengemuka. Hal itu membawa budaya keakuan yang mengarah pada eksklusivisme. Apalagi bila sudah berkaitan dengan hal sosial dan ekonomi, menjadi semakin riskan," ungkap Din.

Di Indonesia, berbagai tindakan intoleransi masih kerap terjadi. Terutama pada kaum minoritas. Berbagai perbedaan dapat menjadi penyebab, salah satu yang paling rentan untuk memicu intoleransi adalah agama.

“Semua agama termasuk Islam pada dasarnya selalu mengarahkan perdamaian di tengah kemajemukan. Namun, pada realisasinya, hal tersebut masih belum secara merata dipahami oleh masyarakat. Terutama di tengah kompleksitas kehidupan yang semakin tinggi,” ungkap Din.

Melalui berbagai dialog budaya dan multikultural, Din mengatakan akan dapat dihasilkan acuan pemahaman dalam menempatkan keberagaman sebagai kekayaan yang tidak menimbulkan perpecahan di berbagai negara dunia.

“Ada titik perbedaan antara kelompok masyarakat. Tapi juga ada titik persamaan. Kita coba cari tiitik temu itu. Prosesnya nanti bisa melalui pendidikan yang diserap dari berbagai ilmu dan kondisi perbedaan yang ada di Indonesia dan dunia,” tutup Din. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya