Kemasan Pangan, Guru Besar IPB: Jangan Jiplak Negara Lain

Media Indonesia
10/10/2023 19:00
Kemasan Pangan, Guru Besar IPB: Jangan Jiplak Negara Lain
Penjual mengisi botol galon air isi ulang di Kedoya, Jakarta Barat, Senin (4/9/2023).(MI/Vicky Gustiawan.)

GURU Besar Bidang Keamanan Pangan & Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, C.Ht, meminta Indonesia tidak mentah-mentah menjiplak kasus-kasus pangan yang terjadi di negara lain seperti isu bisfenol A (BPA). Dia menyarankan agar Indonesia membuat aturan sendiri yang berbasis evidence atau berdasarkan bukti, scientific based atau berbasis ilmiah, dan sesuai dengan peraturan yang ada di Indonesia.

"Harus ada analisisnya. Kita tidak bisa mengadopsi begitu saja yang terjadi di negara luar. Jadi, selama kita belum melakukan analisis risiko, kemudian ada bukti-bukti evidencenya, kita enggak bisa asal jiplak aturan yang ada di luar karena kondisinya berbeda," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (10/10).

Walaupun misalnya di negara lain itu sudah ada hasil riset terkait, menurut Sulaiman, belum tentu kemasan pangan yang dikritisi sama dengan yang digunakan di Indonesia. "Yang dikritisi di negara lain itu harus dilihat dulu kemasannya. Seperti di Eropa, itu kan yang diprotes kemasan botol bayi dan kaleng, bukan air kemasan galon guna ulang. Sebab, di sana itu memang masyarakatnya tidak ada yang mengonsumsi air minum galon guna ulang tetapi tap water. Nah, jadi aneh jika itu dijiplak dan dianggap sama dengan air galon guna ulang yang digunakan di Indonesia," ucapnya.  

Jadi, menurutnya, kondisi yang terjadi di negara luar itu belum tentu sama dengan di Indonesia.  Artinya, lanjutnya, Indonesia seharusnya melakukan penelitian sendiri terhadap kemasan-kemasan produk pangannya dan itu pun harus dibuktikan. "Kalau pun menjiplak, harus dilihat benar enggak kondisi kita sama dengan kondisi di luar. Harus dilakukan studi dulu. Dan kenapa juga harus terburu-buru? Apakah memang itu sudah pada taraf yang sangat membahayakan, berisiko, sehingga segera dibuat regulasinya?" tukasnya mempertanyakan.

Dia melihat dengan menjiplak mentah-mentah yang terjadi di negara lain, itu menunjukkan ketidakkonsistenan Indonesia dalam mengawasi keamanan pangan. "Jadi enggak konsisten kan? Makanya saya juga rada-rada curiga soal isu BPA," tegasnya.

Dia melihat kejadian seperti ini akan berefek jelek yaitu rakyat bisa menjadi tidak percaya lagi terhadap peraturan pangan di Indonesia. "Semestinya kan tujuannya murni melindungi masyarakat, melindungi konsumen," katanya.

"Kalau mau serius menangani BPA, itu yang di makanan kaleng itu jelas ada BPA-nya, disengaja dilapiskan. Itu kok enggak diungkit-ungkit? Itu kenapa enggak digarap? Kenapa yang disoroti itu cuma galon guna ulang yang bahaya BPA-nya belum terbukti secara ilmiah," ujarnya lagi.

Dia menyarankan agar lembaga terkait melakukan kajian terlebih dulu secara tuntas dan jangan membuat aturan yang terburu-buru gara-gara ada pesanan. "Selama kita belum bisa membuktikan antara bahaya dan risikonya, kita enggak bisa langsung membuat kesimpulan. Harus pikirkan lagi bahwa orang itu butuh minum. Jangan gara-gara buru-buru menuduh air galon guna ulang berbahaya, malah orang kekurangan air dan bisa mati karena dehidrasi. Padahal, isu bahayanya itu enggak jelas bukti ilmiahnya," ucapnya.

Untuk menguji apakah air minum galon guna ulang itu berbahaya atau tidak, menurutnya, itu sangat mudah. Caranya, memberikan air itu kepada hewan percobaan seperti tikus. "Muncul enggak gejala sakit? Kan gampang sebetulnya. Kenapa kita hanya praduga-praduga yang enggak jelas? Saya belum pernah baca, mendengar ada toksikologi air minum galon guna ulang pada hewan," tuturnya. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya