Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Maman Suherman: Bacalah, Maka Kau tidak akan Lapar

Dinda Shabrina
25/7/2023 12:10
Maman Suherman: Bacalah, Maka Kau tidak akan Lapar
Penulis sekaligus pegiat literasi, Maman Suherman(MI/Supardji Rasban)

PENULIS sekaligus pegiat literasi, Maman Suherman, 58, mengenang awal mula ia gemar membaca. Rupaya, sejak balita, tepatnya usia tiga tahun, Maman sudah diajarkan membaca oleh bapaknya. Setiap hari, Maman dibacakan koran sebanyak delapan halaman.

“Dia membacakan saya dengan cara dieja. Jadi satu per satu huruf itu dibacakan. Malam itu, dibacakan satu-satu hurufnya, m-a-l-a-m. Dieja sampai habis,” ungkap Maman dikutip dari Youtube Daniel Mananta, Selasa (25/7).

Penulis yang juga alumni Jurusan Ilmu Kriminologi Universitas Indonesia itu mengungkapkan, saat dirinya masih kecil, ia selalu diberi nasihat oleh bapaknya bahwa ia harus pandai membaca. Karena, firman pertama Tuhan (dalam Islam) berbunyi ‘bacalah!’, maka ia ditekankan oleh bapaknya agar melaksanakan firman Tuhan itu.

Baca juga: Strategi Akad Group Pikat Pembaca Milenial dan Gen Z

“Bacalah, karena dengan membaca kau tidak akan lapar. Begitu nasihat bapak saya yang selalu saya ingat. Dulu, saya tidak pernah tahu apa maknanya. Perlahan saya diajarkan membaca dengan koran itu, akhirnya anak dari Goa, Makassar itu bisa membaca dengan lancar di umur empat tahun,” kata dia.

Suatu hari, Maman ingin mencari tahu apa makna di balik pesan membacalah agar kau tidak lapar. Ia pun terpikir untuk mencari uang dengan membaca. 

“Kebetulan saat itu saya makan bakso, lalu ingin nambah, tetapi nggak punya uang lagi. Akhirnya saya pergi ke belakang rumah saya, ada pasar tradisional, saya bawa kaleng kue kosong, saya bawa koran, lalu saya naik ke atas meja dan saya membaca di depan orang-orang yang sedang belanja dan berjualan,” tutur Maman.

Baca juga: Tingkatkan Literasi, Patjarmerah Gelar Pasar Buku dan Festival Literasi di Solo

Rupanya, uang koin satu per satu mengisi kaleng kue kosong milik Maman. Ia pun terkejut, ternyata pesan bapaknya agar pandai-pandailah membaca bisa membuatnya bisa membeli lagi semangkuk bakso. Bahkan dengan uang segitu banyak, bermangkuk-mangkuk bakso pun bisa ia beli.

“Saya dianggap anak ajaib saat itu. Karena anak umur empat tahun sudah bisa membaca itu aneh kan. Lalu, suatu hari, saat saya sedang membaca, ada orang berteriak, 'Hei Suherman, kau kan anak ajaib. Coba kau cari empat angka di koran itu.' Sambil mencari, lalu saya teriak, '5, 4, 3, 1.' Ternyata angka itu dipakai untuk nomor buntut,” ucap Maman sembari tertawa.

Kejadian itu, kata Maman, ternyata disaksikan bapaknya yang penasaran karena beberapa hari Maman selalu membawa uang berkaleng-kaleng setiap sore. 

Saat tahu ada orang meminta Maman mencarikan nomor untuk judi, bapaknya Murka dan meminta Maman untuk berhenti melakukan itu.

“Begitu tahu, bapak saya marah. Ditendang meja itu sama dia. Saya tidak boleh lagi ke sana. Tetapi dari kejadian itu saya belajar. Ketika kita berpegang teguh pada satu kalimat saja, tentang iqra, bacalah maka kamu tidak akan lapar. Itu terus yang saya bawa sampai sekarang. Setelah tumbuh dewasa saya mengerti apa makna itu. Begitu dalamnya dan bergunanya pesan itu bagi saya,” kenangnya. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya