KNPI dan Organisasi Kesehatan Kritisi RUU Kesehatan Omnibus Law

Media Indonesia
15/6/2023 16:37
KNPI dan Organisasi Kesehatan Kritisi RUU Kesehatan Omnibus Law
Diskusi bertema Nakes Mogok, Siapa yang Dirugikan, digelar KNPI bersama sejumlah organisasi kesehatan(DOK/KNPI)

SENGKARUT masih mengiringi Rancangan Undang-Undang Kesehatan dalam Omnibus Law. Sejumlah organisasi profesi kesehatan, seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI dan IAI, menolak RUU tersebut.

Kondisi itu ternyata juga mendapat perhatian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Lewat Bidang Kesehatan KNPI, organisasi yang dipimpin Haris Pertama itu menggelar diskusi di Jakarta secara hybrid, Rabu (14/6).

Diskusi dihadiri Ketua Umum KNPI Haris Pertama, Ketua Umum PB IDI Mohammad Adib Khumaidi, Kabid Pemberdayaan Politik DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia Oman Fathurrohman, Biro Hukum dan Kerja Sama PB Persatuan Dokter Indonesia Paulus Januar dan Ketua Umum
Masyarakat Konstitusi Indonesia Muhammad Joni.

Pembicara lain ialah Agung Nugroho, Ketua Umum Relawan Kesehatan Indonesia, perwakilan dari PP ikatan Apoteker Indonesia serta PP Ikatan Bidan Indonesia.

Sementara para penanggap pada diskusi itu berasal dari beberapa OKP nasional, Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam Indonesia, PP Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, PP Keesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Bakornas LKMI, DPP Ikatan Mahasiswa Teknologi Laboratorium Medik Indonesia, Perhimpunan Dokter Herbal Indoneia, dan DPP Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia. Acara itu dihadiri sekitar 200 orang secara offline dan via zoom.

Sayangnya, menurut DPP KNPI dan sejumlah pembicara, perwakilan Komisi IX dan pemerintah tidak hadir dalam diskusi itu. Padahal, sejumlah poin penting disampaikan dan bisa menjadi masukan bagi pemerintah dan DPR RI sebelum mengesahkan RUU Kesehatan Omnibus Law itu.


Produk reformasi


"Kami meihat, RUU ini berpotensi menghilangkan peran dan wadah organisasi profesi kesehatan yang selama ini sudah banyak membantu pemerintah, terutama dalam menghadapi covid-19. Bahkan, 700-an tenaga kesehatan menjadi korban pada masa pandemi karena menjadi garda terdepan," ungkap Ketua Umum KNPI Haris Pertama.

Keberadaan organisasi profesi kesehatan, lanjutnya, merupakan produk reformasi yang merupakan mitra pemerintah sekaligus menjadi civil society dalam bidang terkait. "Di setiap kebijakan dan regulasi yang diambil pemerintah serta DPR, minimnya keterlibatan serta masukan wadah organisasi kesehatan terkait dalam penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law mengakibatkan penolakan tenaga kesehatan atas RUU tersebut."

Menurut Haris, sikap pemerintah dalam RUU kesehatan terlihat, selain adanya pasal yang tidak sesuai kepentingan masyarakat dan merugikan hak-hak tenaga kesehtan, juga menghilangkan peran organisasi profesi. Hal ini lazim terjadi pada era rezim sekarang, yang melakukan pembelahan dan penghapusan banyak wadah organisasi.

"Di era ini enjadi yang terburuk setelah reformasi yang memberikan kebebasan dalam berorganisasi dan berserikat. Bahkan lebih buruk dari Orde Baru yang hanya menerapkan asas tunggal," tegasnya.


Tidak dilibatkan


Pada kesempatan itu, Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi menyampaikan bahwa RUU Kesehatan banyak merugikan hak-hak tenaga kesehatan. "Sebagai pemangku kepentingan, mereka tidak dilibatkan dalam penyusunan RUU Tersebut."

Penyusunan RUU ini, tambahnya, bersifat esklusif, berdasarkan kepentingan para oligarki kesehatan. Dampaknya merugikan masyarakat dan dunia kesehatan Indonesia.

"RUU ini sangat Sentralistik, padahal kita sudah di era desentralisasi. RUU ini juga memudahkan keterlibatan tenaga kesehatan asing di sektor kesehatan Indonesia, justru berbalik dengan iklim berbagai negara di dunia yang sangat memberatkan keterlibatan tenaga kesehatan asing di negara mereka," tandasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Konstitusi Indonesia, Mohammad Joni menilai RUU ini cacat hukum. Di Mahkamah Konstitusi UU Omnibus Law sudah dinyatakan cacat hukum bersyarat.

"Kita sudah menang 3 kali di Sidang MK terkait UU Omnibus Law ini, sehingga kita sekarang berjalan dengan perpu, dan dikembalikan ke DPR RI. Terlihat UU ini tidak banyak perubahan dan minimnya keterlibatan perwakilan masyarakat Indonesia, seperti dunia kampus dan organisasi – organisasi terakait," lanjutnya.


Kontroversi


Senada, Ketua Umum Relawan Kesehatan Indonesia, Agung Nugroho menyatakan RUU Kesehatan ini sejak awal diajukan banyak terdapat kontroversi. Namun DPR dan pemerintah tetap memaksakan agar RUU ini bisa menjadi UU.

"Kita berhadapan dengan rezim bergaya kerajaan dan lebih mirip dengan gaya kepemimpinan Raja Amangkurat. Semua pihak yang menghalangi keinginan sang raja akan ditumpas kelor, sehingga patut kita curigai bahwa kepentingan dari RUU Kesehatan yang merupakan bagian dari UU OB ini adalah demi memfasilitasi kepentingan pemodal yang berniat mengeruk keuntungan dari bisnis kesehatan di Indonesia. Mulai dari jasa tenaga kesehatan, alat kesehatan dan farmasi," tegasnya.

Untuk mencapai tujuannya, tandas Agung, RUU Kesehatan ini harus mempreteli benteng kedaulatan, dan ketahanan Kesehatan dengan berupaya menghapus semua organisasi profesi yang terkait kesehatan. "Jelas yang dirugikan adalah rakyat Indonesia. Jika UU ini disahkan dan dijalankan maka perlindungan rakyat terhadap hak pelayanan kesehatan dan hak jaminan kesehatannya akan hilang. Semangat dari UU Omnibus Law itu adalah sentralisasi kontrol dan pengawasan hanya di tangan pemerintah." (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya