Ini Alasan Indeks Keterbukaan Informasi Publik Meningkat Tahun Ini

Mediaindonesia.com
29/7/2022 21:07
Ini Alasan Indeks Keterbukaan Informasi Publik Meningkat Tahun Ini
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat, Arya Sandhiyudha (kiri)(MI/ HO)

INDEKS Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) 2022 mengalami peningkatan. Indeks tahun ini mencapai 74,43 meningkat dari 71,37 pada 2021. Uniknya dimensi ekonomi mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan politik dan hukum. Masing-masing sebesar 74,53 nilai dimensi fisik dan politik, 74,84 nilai dimensi ekonomi, dan 73,98 nilai dimensi hukum.

Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat, Arya Sandhiyudha, menjelaskan ada tiga penjelasan utama kenapa peningkatan IKIP ini terjadi di masa Pandemi.

"Pertama, pemerintah daerah dan badan publik lebih proaktif menyampaikan informasi serta merta," ujar Arya lewat pernyataannya, Jumat (29/7). 

Pandemi covid-19, sambung Arya, telah memunculkan kewajiban keterbukaan informasi dalam menghadapi wabah. Pandemi menurut Arya, meski sempat berimplikasi pada inflasi ekonomi, justru mendorong meningkatnya kesadaran keterbukaan informasi publik.

"Pemerintah daerah secara umum akhirnya terdorong melaksanakan kewajiban proaktif menyampaikan informasi publik terkait wabah covid-19 secara benar, akurat, dan tidak menyesatkan," tandasnya.

Arya menambahkan, segala kebijakan yang lahir akibat dari landemi, termasuk soal bantuan sosial (bansos), peraturan sentra kerumunan massa seperti sekolah, kantor, pasar/mal, merupakan informasi serta-merta yang penyampaiannya tidak boleh ditunda. Pasalnya, hal itu menyangkut hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum

"Kedua, budaya baru digitalisasi informasi untuk mitigasi dampak pandemi. Pandemi telah mendorong digitalisasi informasi yang ini mempercepat aktivasi sarana pra sarana penyampaian layanan informasi publik di pemerintahan daerah sehingga kian transparan, terbuka, dan berorientasi partisipatoris. Karena badan publik juga menganggap digitalisasi akan memudahkan upaya melibatkan partisipasi masyarakat melakukan mitigasi pencegahan," ujarnya.

Akan tetapi, sambung Arya, faktor digitalisasi informasi ini juga punya implikasi kepada daerah yang masih kurang secara teknologi informasi.

Ketiga, kesenjangan disparitas persepsi antara masyarakat dengan badan publik. Arya menjelaskan, disparitas persepsi menjadi sebab kenapa ada 30 dari 34 provinsi yang masih berada dalam kategori 'sedang' belum beranjak dari 'baik'.

"Ini bukti masyarakat baik pegiat sosial ataupun pelaku usaha secara kritis masih melihat lemahnya komitmen mayoritas pemerintah daerah, baik dalam prioritas anggaran, SDM, ataupun sarana layanan informasi," paparnya.

Baru tiga provinsi yang memiliki nilai kategori baik yaitu Jawa Barat (81,93), Bali (80,99), dan NTB (80,49). Sementara yang masuk kategori sedang adalah yang terbanyak yaitu, 30 provinsi. Kemudian tersisa satu provinsi dengan kategori nilai buruk, yaitu Maluku Utara (58,49).

Arya menyampaikan apresiasi KIP RI terutama di antaranya kepada Kemenpolhukam, Kemendagri, dan Bapennas yang membantu peningkatan IKIP. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya