Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Faedah Lalat Tentara Hitam

Khairul Hadi Burhan, Indrawan Cahyo Adilaksono, Rizki Arifani, Muhammad Aldi Nurdiansyah, Agus Dana Permana
31/5/2022 05:50
Faedah Lalat Tentara Hitam
(Dok. Pribadi)

LIMBAH organik merupakan salah satu permasalahan utama yang mengancam keamanan ekosistem lingkungan dan kesehatan manusia. Sisa-sisa aktivitas pertanian ialah salah satu sumber sampah organik yang cukup banyak ditemukan. Pada umumnya, limbah tersebut dibiarkan membusuk begitu saja. Padahal, hal itu bisa menyebabkan ketidaknyamanan di lingkungan sekitarnya.

Larva lalat tentara hitam, Hermetia illucens L, atau lebih dikenal dengan istilah maggot BSF (black soldier fly) merupakan salah satu dekomposer limbah organik yang banyak diaplikasikan untuk sampah aktivitas dapur dan pasar kebutuhan sehari-hari. Berbagai keuntungan banyak didapatkan dengan memelihara serangga itu.

Lalat tentara hitam (LTH) itu memiliki ukuran larva yang besar, sangat cocok dijadikan pakan ternak unggas. Ia tidak berperan sebagai agen bibit penyakit dan membutuhkan waktu singkat dalam mengolah sampah organik jika dibandingkan dengan pembusukan alami. Bahkan, apabila dikelola dengan tepat, tidak akan menghasilkan bau yang menyengat.

Hal di atas melatarbelakangi salah satu Tim Riset SITH-ITB dari KK-Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk untuk melakukan beberapa eksplorasi pemanfaatan limbah organik hasil aktivitas pertanian menggunakan larva LTH. Eksplorasi itu dipraktikkan di Desa Mekarsaluyu, Bukit Sandy, Bandung, melalui program Pengabdian Masyarakat LPPM ITB dengan tema Biokonversi limbah panen sayuran oleh lalat tentara hitam Hermetia illucens L, yang diketuai Khairul Hadi Burhan. Juga ada kelompok dengan tema Lindi hasil biokonversi limbah sayuran oleh lalat tentara hitam Hermetia illucens L untuk nutrisi hidroponik sayuran yang diketuai Indrawan Cahyoadilaksono. Kegiatan itu melibatkan pula sejumlah mahasiswa program Rekayasa Pertanian SITH ITB.

Kegiatan terpusat pada Bukit Sandy, yang dimulai dengan membangun kandang LTH, greenhouse hidroponik, dan kandang bebek. Aktivitas diawali dengan mengumpulkan limbah-limbah organik buah-buahan dan sayur-sayuran dari kawasan pertanian Desa Mekarsaluyu. Selanjutnya, limbah tersebut diolah dalam kandang lalat LTH sehingga menghasilkan biomassa larva yang dapat dijadikan pakan bebek. Dalam proses konversi tersebut, terdapat cairan lindi yang lantas dijadikan sebagai pupuk organik cair (POC) untuk hidroponik berbagai selada.

Program diakhiri dengan melakukan sosialisasi pengabdian masyarakat yang dilakukan pada 7 Agustus 2021 pukul 08.00-15.00 WIB bertempat pada Bukit Sandy. Diawali dengan pemaparan, kemudian diskusi, dan terakhir peserta diajak untuk melihat langsung kandang LTH, kebun hidroponik, dan kandang bebek yang diberi pakan dengan campuran larva.

Kegiatan itu diikuti 50 peserta dengan perincian 15 petani, 2 praktisi LTH, 3 alumnus ITB, 5 pengusaha bidang pertanian, dan 25 mahasiswa. Di antara mahasiswa, terdapat perwakilan dari himpunan Nympahae ITB yang menjadi utusan untuk membangun pemeliharaan BSF di Bandung Zoo Garden (Bazoga).

 

Menumbuhkan semangat

Lalat tentara hitam sering kali dijumpai pada daerah dengan iklim tropis, dengan morfologi yang mencolok jika dibandingkan dengan lalat lainnya. Memiliki warna hitam panjang dan berukuran sekitar 1,5 cm serta sangat mudah ditangkap menggunakan tangan. Secara alami, LTH banyak dijumpai pada tumpukan sampah organik bersama lalat lainnya.

Bentuk mulutnya yang berbeda dengan lalat pada umumnya membuat LTH dewasa tidak makan selama fase tersebut. Semua energi didapatkan pada saat berada pada fase larva. Larva tersebut dapat mencerna seluruh jenis sampah organik karena didukung keberagaman bakteri yang hidup di sistem pencernaannya. Hal itu juga yang menjadi alasan bahwa lalat itu bukan vektor penyakit.

Total waktu yang diperlukan untuk satu siklus hidup lalat LTH sekitar 5-6 minggu. Itu bermula dari proses penetasan kurang lebih membutuhkan waktu 2-3 hari kemudian membiarkan larva hingga berumur 5-7 hari. Penetasan dan pemeliharaan larva kecil dapat dilakukan dengan menggunakan media pakan ayam dengan kadar air 1:1. Setelah itu, larva bisa diaplikasikan ke berbagai limbah organik.

Pada praktiknya, sebelum limbah organik, yaitu sampah sayuran, ditambahkan dengan larva LTH, sampah tersebut dimasukkan ke alat pengecil ukuran atau dicacah secara manual dengan menggunakan pisau. Tujuannya mempermudah larva dalam mengonsumsi sampah tersebut serta meningkatkan jumlah air lindi yang dapat dihasilkan.

Tanpa pencacahan, permukaan sampah bagian atas akan mudah mengering. Kondisi itu tidak terlalu disukai larva. Perkembangan larva kecil hingga menjadi larva dewasa kurang lebih memakan waktu 2-3 minggu dan hal tersebut juga merupakan waktu efektif dalam mengolah limbah organik.

Larva yang telah menjadi prapupa dipisahkan untuk dijadikan pakan, sedangkan pupa yang telah terbentuk digunakan untuk memulai siklus hidup baru LTH. Lindi yang tertampung selama proses pengolahan sampah tersebut digunakan sebagai pupuk cair pada tanaman hidroponik seperti sawi, bayam merah, kale, dan mint. Dalam kurun waktu 4-6 minggu tanaman-tanaman tersebut sudah dapat dinikmati. Penggunaan lindi tersebut mampu menekan kebutuhan nutrisi buatan, yaitu AB mix, sebanyak 40%, dan hal itu dapat mengurangi pengeluaran operasional dalam mengelola kebun hidroponik.

Dalam sesi diskusi, Agus menerangkan, apabila teknologi itu diterapkan para petani dalam mengelola limbah hasil pertanian mereka, tentunya akan mendatangkan keuntungan lebih dari sisi ekonomi yang dapat mendukung kesejahteraan mereka. Salah satu praktisi ternak LTH juga ikut menambahkan bahwa kunci utama agar sukses dalam mengelola hal tersebut ialah tidak mudah jijik, baik itu karena larvanya atau juga limbah atau sampah yang digunakan. Petani juga diminta tidak mudah bosan karena akan membutuhkan kegiatan yang terus-menerus dilakukan serta harus bersabar dalam mendapatkan hasilnya.

Saat meninjau kondisi di lapangan, antusiasme dari para peserta terlihat dari keaktifan mereka menanyakan pengelolaan limbah organik dengan LTH, nutrisi hidroponik saat itu juga. Harapan tim peneliti itu secara khusus, dan ITB pada umumnya, ialah kegiatan itu bisa memelopori dan menumbuhkan semangat untuk menerapkan teknologi biokonversi dengan menggunakan lalat tentara hitam dan memberikan dampak baik terhadap kesejahteraan para petani dan lingkungan sekitar mereka. (M-2)

 

Khairul Hadi Burhan

Dosen kelahiran 1990, menempuh pendidikan jenjang sarjana di Universitas Indonesia dan jenjang magister di Institut Teknologi Bandung. Saat ini mengajar di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB, dengan keahlian agroteknologi dan teknologi bioproduk.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya