SEBAGAI produk yang lahir di Jambi, Dina pun sadar pentingnya menggali lokalitas untuk diangkat ke dalam produk-produknya. Pada beberapa produk tas lukis, misalnya, ia menaruh potret pengantin Jambi, atau harimau sumatra. Di samping itu, ia juga memanfaatkan material lokal seperti bambu yang ia gunakan dari Desa Rantau Panjang, Kumpeh, Muaro Jambi.
“Logo Ayumu itu cewek dengan rambut warna-warni. Saya sebenarnya penyuka budaya harajuku Jepang. Tapi di produk Ayumu juga harus tetap membawa budaya sendiri. Jadi menggambarkan colorfull produknya dari harajuku Jepang, sementara muatan ceritanya dari Jambi,” kata Dina lewat sambungan telepon kepada Media Indonesia, Kamis (31/3).
Dina juga amat memperhatikan lingkungan, misalnya dengan memanfaatkan kain perca untuk mengurangi limbah fesyen di tempatnya berasal. Selain itu, ia memberdayakan komunitas setempat dengan melatih sejumlah ibu yang tinggal di perumahannya di kawasan Pematang Sulur, Telanaipura, Jambi. Mereka dilatih mengolah limbah kain perca menjadi produk tas.
“Mereka kan juga butuh pemasukan sendiri. Jadi untuk mengisi waktu luang, saya ajari cara bikin tas dari kain perca. Supaya bisa berkreasi dan bikin produk sendiri. Nantinya mereka juga bisa jualan dengan brand yang sama, Ibu-ibu Sultan, singkatan dari kelurahan tempat kami tinggal.”
Selain produksi, Dina juga memberikan pelatihan cara mem-branding produk dan desain. Ke depan, tidak menutup kemungkinan ia juga akan mengajak kelompok ibu-ibu di tempat tinggalnya untuk bekerja sama menjual produk buatan mereka lewat Ayumu Gendout’s, atau juga bisa bekerja untuk memproduksi produk-produk dari merek yang dibesarkan Dina. (Jek/M-4)