Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
PENGEROYOKAN dan main hakim sendiri masih sering terjadi di Indonesia. Di sejumlah kejadian, polisi bahkan tidak juga mampu menangani massa hingga jatuh korban.
Hal itu sangat memprihatinkan karena tidak saja menyalahi hukum, aksi main hakim sendiri juga membuat dampak yang semakin buruk. Terus berulangnya aksi itu tanpa penindakan tegas membuat masyarakat tidak jera melakukan pengeroyokan. Padahal, sudah jatuh korban yang nyatanya sama sekali bukan pelaku kejahatan.
Kenyataan pilu itu juga yang terjadi manula Wiyanto Halim yang kasusnya membuat geger Januari lalu. Pada 23 Januari 2022, sekitar pukul 02.00, Wiyanto yang berusia 89 tahun tewas di Pulogadung, Jakarta Timur, akibat dikeroyok massa setelah diteriaki maling. Polisi yang ada di lokasi kejadian tidak mampu mengatasi massa.
Di sisi lain, pengeroyokan itu penuh kejanggalan. Hingga kini polisi telah mengamankan sekitar delapan tersangka, tetapi kasus itu belum juga tuntas terungkap.
Kick Andy episode Pengadilan Jalanan yang tayang malam ini menghadirkan beberapa bintang tamu yang merupakan korban selamat dan kerabat korban yang meninggal akibat pengeroyokan. Anak kedua Wiyanto Halim, Bryna Olviera Prihcasyandra Halim, dan kuasa hukum keluarga, Freddy Yoanes Patty, ikut menjadi bintang tamu Kick Andy.
Bryna mengungkapkan sikap sang ayah terasa janggal sejak sebulan sebelum peristiwa tersebut. Wiyanto yang biasanya sangat senang dikunjungi berubah keberatan akan kunjungan anak-anaknya ataupun tidak membolehkan mereka berkunjung terlalu lama. Sang ayah seperti ketakutan ada yang mengintainya.
Pada 19 Januari 2022, pemilik warung makan langganan Wiyanto juga mendengar pria itu bertengkar dengan seseorang ditelepon. “Ngapain kamu buntutin saya terus?” ujar Bryna menirukan penuturan sang pemilik warung soal pembicaraan ayahnya di telepon, kepada host Andy F Noya.
Bryna mengungkapkan Wiyanto, yang sebelum 1970-an merupakan pengusaha di Singapura, hingga saat ini masih terlibat sengketa tanah bernilai miliaran rupiah di Kota Tangerang, Banten. Beberapa aset tanah Wiyanto yang dibeli di awal kedatangannya di Indonesia berstatus girik.
Saat beberapa tahun kemudian tanah itu hendak dibuatkan sertifikat, nyatanya telah ada sertifikat yang diduga merupakan hasil pemalsuan oleh rekan kerjanya. "Sejak 1978, beliau membeli beberapa bidang tanah di daerah Kota Tangerang. Beliau membeli tanah tersebut dari masyarakat, tapi kemudian beberapa tahun kemudian, beliau ingin membuat sertifikat ternyata sudah ada sertifikat, kemudian timbullah sengketa panjang sampai ke pengadilan baik pidana maupun perdata. Mulai sengketanya sejak 1985," kata Freddy.
Karena rekan kerja yang diduga melakukan pemalsuan itu telah meninggal, kasus sengketa tanah itu digantikan anak sang rekan kerja. Hingga kini kasus itu belum selesai.
Terkait dengan kronologi kejadian, Bryna menceritakan pada Sabtu (22/1), sang ayah menyetir sendiri mobilnya untuk bertemu dua orang yang berbeda lantaran sang sopir sakit. Pertemuan dengan orang pertama terjadi di daerah Tangerang dan selesai sekitar pukul 15.30 WIB. Pertemuan dengan orang ke-2 selesai sekitar pukul 17.30.
Keluarga tidak mengetahui keberadaan Wiyanto setelah pukul itu hingga waktu kejadian. Namun, Bryna meyakini sang ayah sudah hendak pulang karena di mobil ditemukan buah dan sup yang diduga dibeli untuk cucunya.
Freddy menuturkan, berdasarkan keterangan polisi, di daerah Cipinang pada dini hari tersebut mobil Wiyanto menyenggol sebuah motor. Mobil kemudian dikejar pengendara motor sambil diteriaki maling.
Pihak keluarga meyakini Wiyanto tidak berhenti karena tidak mendengar lantaran memang sudah kurang pendengaran sejak beberapa tahun lalu. Freddy mengatakan peristiwa iring-iringan massa itu tidak terjadi secara spontan sebab ada orang yang menjadi provokator sepanjang jalan.
Freddy menduga Wiyanto baru berhenti setelah ada tembakan gas air mata dari mobil polisi. Ironisnya, polisi yang ada di lokasi justru tidak sanggup melerai pengeroyokan itu hingga Wiyanto tewas.
Dengan berbagai kejanggalan, Bryna berharap polisi mengusut hingga tuntas kasus tersebut. Pengusutan itu diharapkan tidak saja terkait dengan orang-orang yang mengeroyok, tetapi juga keseluruhan kejadian baik terkait dengan keberadaan ayahnya setelah petang hingga dini hari maupun adanya dugaan peristiwa peneroran sebelumnya.
Bryna mengaku telah mengajukan banyak saksi terkait dengan kasus sang ayah, termasuk saksi wartawan yang mengungkapkan nyawa Wiyanto dihargai Rp6 miliar oleh seseorang. Namun, saksi-saksi itu belum juga dimintai keterangan oleh pihak kepolisian. "Semua dibilang tidak ada kaitannya," keluh Bryna. Meski begitu, ia tetap berjuang agar kasus itu dapat diungkap tuntas dan sejelas-jelasnya. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved