Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
GURU Besar Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Atje Setiawan Abdullah, meraih rekor dari Musem Rekor Dunia Indonesia (Muri) untuk bidang kajian Etno-informatika.
Tim Muri menilai, Prof Atje menjadi orang pertama yang mengenalkan kajian Etno-informatika di Indonesia, bahkan dunia.
Dikutip Kanal Media Unpad, Prof Atje tidak mengira apa yang sudah ditekuninya selama lebih dari 8 tahun terakhir berhasil mencetak rekor. Pada awalnya, guru besar bidang Ilmu Data Mining ini melakukan penelitian kecil yang berkaitan dengan budaya Sunda.
Baca juga: MURI Berikan Dua Penghargaan untuk Benings Indonesia Group
“Pada waktu itu, Unpad punya program ‘Unpad Nyaah ka Jabar’. Dari sana, saya jadi berfikir, apa yang bisa direalisasikan dalam program yang digabungkan ke dalam pelestarian budaya pada salah satu pilar penelitian Unpad” kata guru besar dari Departemen Ilmu Komputer FMIPA Unpad tersebut, Jumat (18/2).
Pemikiran itu kemudian ditambah dengan dorongan bahwa penelitian harus memiliki manfaat pada masyarakat. Berangkat dari dua arah tersebut, Prof Atje mulai menganalisa berbagai data seputar masyarakat dan budaya.
Salah satu penelitiannya yang populer adalah klasifikasi nama orang (Antroponimi) di Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, serta Kota Cimahi.
Ia mengklasifikasikan nama-nama yang kerap digunakan masyarakat Sunda di satu wilayah serta nama-nama desa di Indonesia melalui proses penambangan data (Data Mining).
Data yang dihasilkan setidaknya dapat memberi gambaran mengenai kondisi pelestarian budaya di masyarakat Sunda.
Prof Atje mengatakan kajian itu bukan untuk mengembalikan fenomena ke zaman dulu namun untuk mengajak masyarakat agar lebih memperhatikan eksistensi budaya dan bahasa daerah saat ini dan masa mendatang.
“Kita tidak bisa mencegah perubahan budaya secara langsung sesuai perkembangan jaman. Akan tetapi setidaknya membantu pemerintah dalam memelihara dan melestarikan budaya-budaya yang hampir hilang itu,” kata Prof Atje.
Selain menemukan irisan nama-nama populer yang digunakan, Prof Atje berhasil menemukan nama-nama yang relatif hilang atau nama baru yang muncul dalam beberapa tahun terakhir di Sumedang.
Total ada 10 nama populer di wilayah Sumedang yang berhasil dihimpun oleh Prof Atje.
Ia juga melakukan penelitian mengenai klasifikasi nama tempat (Toponimi) di Indonesia menggunakan data nama desa seluruh Indonesia yang dikeluarkan Badan Informasi Geospasial.
Melalui analisa matematis yang dilakukan, ia menemukan ada irisan nama-nama desa yang sering muncul di berbagai wilayah di seluruh Indonesia yang dibagi ke dalam 6 pulau besar.
Hasil penelitian menunjukkan setiap wilayah di Indonesia memiliki kekhasan dan perbedaan.
"Dalam praktiknya, kita harus menghargai perbedaan dan menjunjung kebersamaan yang menggambarkan 'Bhinneka Tunggal Ika'," tuturnya.
Pengolahan data Etno-informatika untuk Antroponimi dan Toponimi dilakukan menggunakan pemrograman Java dan perangkat lunak yang dibangun telah mendapatkan Hak Cipta dari Kemenkumham Republik Indonesia.
Sederhana tapi Bermanfaat bagi Masyarakat
Kajian yang dilakukan Prof Atje sebenarnya sederhana. Bahkan tidak jarang orang yang mempertanyakaan manfaat dari kajian tersebut.
“Dulu banyak yang bertanya kepada saya, apa untungnya meneliti budaya ini? Seiring waktu, saya tahu jawabannya. Teknologi informasi bisa digunakan untuk menyebarkan informasi budaya baik nasional dan internasional,” ucapnya.
Prof Atje melanjutkan, masyarakat umumnya sulit memahami berbagai istilah dalam bidang Matematika ataupun Teknik Informatika. Namun, ternyata jika diterapkan pada fenomena yang ada di masyarakat, ilmu tersebut akan lebih bermanfaat.
“Sederhana saja, masyarakat secara umum itu bukan ingin diberikan pemahaman rumus yang canggih dan rumit, tetapi ingin mendapatkan rumusan yang mudah dimengerti dan dapat diaplikasikan,” jelasnya.
Menyadari bahwa kajian ini masih terbilang baru, Prof Atje berani menamakannya sebagai kajian Etno-informatika. Diakuinya, belum ada sebelumnya yang mengenalkan konsep kajian ini. Dengan demikian, Prof Atje menjadi pencetus istilah Etno-informatika.
“Di bidang ilmu komputer sendiri sudah ada istilah Data Masyarakat dan Data Historis, tetapi itu masih digambarkan secara umum. Nah, saya lebih fokus ke bidang Informatika untuk budaya ,” imbuhnya.
Kajian ini pun konsisten diperkenalkan Prof Atje pada beberapa forum ilmiah di berbagai perguruan tinggi dan persekolahan maupun pemerintahan. Puncaknya ketika ia diundang menjadi pembicara pada acara Jaya Suprana Show yang digelar Jaya Suprana Institute.
Paparan yang disampaikan ini kemudian menjadi pertimbangan Muri untuk menganugerahi Prof Atje dengan rekor Muri.
Pada penganugerahan rekor Muri, Jaya Suprana menyampaikan bahwa Prof Atje memelopori penamaan satu bidang ilmu yang belum ada di dunia. Dengan demikian, rekor yang diterima Prof Atje bukan lagi rekor nasional, tetapi sudah menjadi rekor dunia.
“Ini yang saya impikan, Anda harus menciptakan ilmu-ilmu baru untuk membuktikan bahwa bangsa Indonesia ini bukan bangsa yang kalah dalam ilmu pengetahuan,” kata Jaya Suprana.
Pengakuan internasional yang sudah diraih adalah diikutsertakannya Prof Atje dalam Konsorsium Riset Internasional 'Research Innovation and Staff Exchange Social Media Analytics (RISE_SMA): for Society and Crisis Communication' dengan dana dari Uni Eropa untuk skema Marie Sklodowska Currie Action Horizon 2020. Penelitian kerja sama internasional ini dilaksanakan untuk kurun waktu 2019-2024.
Pada konsorsium yang melibatkan sejumlah perguruan tinggi dan lembaga penelitian dari beberapa negara ini, Prof Atje bersama akademisi FMIPA Unpad lainnya Prof Budi Nurani Ruchjana, Juli Rejito, serta Diah Chaerani berfokus pada pemanfaatan teknologi informasi dalam memelihara dan melestarikan kebudayaan di era globalisasi. (OL-1)
Dalam program ini, sebanyak 1.000 gendongan bayi prematur 'PERMATA' telah disalurkan ke 25 rumah sakit yang memiliki fasilitas NICU.
Ia menambahkan, MS Glow Beauty terus berkomitmen untuk tumbuh bersama dalam menghadirkan produk perawatan kulit dan wajah, dari Indonesia, yang aman dan terpercaya.
Pedjoeang Batik menyematkan emas murni 24 karat dengan berat sekitar 4 gram berjumlah 13 kancing pada kemeja batik tulis.
Namanya kini tercatat di MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) sebagai orang yang memiliki gelar akademik dan sertifikat profesi terbanyak di Indonesia dengan nomor rekor 100109.
Festival Ramadhan tahun ini bukan hanya tentang pembagian bingkisan semata, tetapi juga tentang semangat kolaborasi yang memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
PEMERINTAH Kabupaten Subang menerima penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) atas Gotong Sisingaan Terbanyak di Dunia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved