SETIAP pagi, Adinda Purnamaputri bersekolah seperti kebanyakan temannya. Baru pada sorenya, mulai pukul 15.30 WIB ia berjualan nasi hingga pukul 23.00. Hal itu ia lakukan untuk membantu kebutuhan sehari-harinya, termasuk untuk bersekolah. Saat tidak punya ongkos, kadang ia ke sekolah berjalan kaki dengan menempuh jarak yang membutuhkan waktu sekitar 30 menit.
Ketika di luar sekolah Adinda disibukkan berjualan nasi bungkus, Ratu Muthmainah mengalami hal berbeda. Dia lebih banyak berinteraksi dengan dua kucing kampung piaraannya. Dengan aktivitasnya itu, ia jadi jarang keluar rumah. Kehidupan keduanya memang berbeda, tetapi mereka dua dari banyak anak yang kehilangan orangtua akibat terpapar oleh covid-19.
Pandemi covid-19 tidak saja berdampak pada perekonomian atau kesehatan. Pandemi yang kini telah memasuki tahun ketiganya di Indonesia juga telah merenggut masa depan anak-anak yang harus kehilangan orangtua.
Hal itu pula yang jadi fokus dari gerakan Kawal Masa Depan, yang dipelopori di antaranya oleh Ainun Najib, Kalis Mardiasih, Iim Fahima, M Alfatih Timur, dan M Faiz Ghifari (Warga Bantu Warga). Kawal Masa Depan mengajak warga untuk turut berempati pada anak-anak yang kehilangan orangtua agar setidaknya tetap bisa melanjutkan pendidikan. Program santunan anak yatim piatu jadi yang utama, dengan mengajak warga untuk membantu santunan pendidikan dan biaya sehari-hari mereka.
“Sekarang sudah ada 788 anak yang menerima santunan langsung. Targetnya memang 1.000 pada akhir 2021. Jadi, saat ini masih kurang sekitar 212 penerima. Jadi, pada tahun ini paling pertama adalah melengkapi ini agar bisa mencapai 1.000 penerima santunan,” kata Ainun Najib melalui konferensi video dengan Media Indonesia, Selasa (11/1).
Namun, karena yang juga menjadi fokus Kawal Masa Depan ialah program jangka panjang untuk mengatasi permasalahan yang muncul akibat pandemi pada anak-anak yang ditinggal meninggal orangtua mereka, gerakan itu juga merancang beberapa program yang berkelanjutan.
Di antaranya pendampingan psikologis dan mentorship, serta investasi talenta. Hal yang disebut terakhir bakal menjadi fokus Kawal Masa Depan mulai 2023. Pada tahun ini, santunan pendidikan serta dampingan psikologis dan mentorship masih yang jadi utama.
Dari 788 anak penerima santunan pendidikan itu, 18 di antaranya berkesempatan untuk mendapat beasiswa. Mereka mendapat pendampingan dan beasiswa hingga setidaknya studi SMA mereka selesai.
Dari 18 itu, 5 di antaranya ialah jenjang SD, 7 jenjang SMP, dan 6 jenjang SMA. Mayoritas berasal dari Jabodetabek dengan jumlah delapan anak, lalu Jawa Barat, Jawa Tengah, Riau, dan Nusa Tenggara. Beasiswa pendidikan tersebut, selain digunakan untuk biaya pendidikan, dialokasikan untuk biaya bulanan dan tabungan. Adinda dan Ratu termasuk dari 18 anak tersebut.
“Tabungan itu manfaatnya kalau ada kebutuhan, misal uang tahunan, seragam, daftar ulang, atau juga bisa dimanfaatkan ketika nanti lulus SMA untuk mendaftar kuliah. Saat ini kami seragamkan besarannya Rp1 juta per bulan. Sebanyak 50% untuk biaya bulanan, 20% untuk kuota belajar, dan 30% tabungan pendidikan yang kami berikan ke para wali si anak,” tambah Project Manager Beasiswa Kawal Masa Depan Syaukat Rafifidhiya dalam konferensi video bersama Media Indonesia, Selasa.
Kakak asuh
Pada tahun ini, Syaukat juga mengatakan setidaknya akan ada penambahan hingga 50 anak penerima beasiswa yang terbagi ke dalam dua batch. Namun, menjangkau lebih banyak anak yatim piatu penerima beasiswa juga membutuhkan lebih banyak kakak asuh yang akan turut mendampingi mereka, menjadi mentor dan penghubung antara anak dan Kawal Masa Depan.
“Tantangan terbesar kami sebenarnya resource di lapangan. Jadi, jika ada anak-anak muda, teman-teman yang membaca ini, mau membantu sebagai sukarelawan untuk operasional Kawal Masa Depan, itu sangat bisa sekali karena ini, kan, berkesinambungan, ya. Jangka panjang sehingga juga bisa lebih bisa menjangkau adik-adik,” kata Ainun.
Itu masih ditambah kondisi psikologis beberapa anak yang ditinggal orangtua juga belum sepenuhnya pulih dan stabil. Sebab itu, fokus utama lain dari Kawal Masa Depan pada tahun ini ialah memberikan pendampingan psikologis, di luar mentorship bersama kakak asuh.
“Situasi yang paling banyak kami temukan sebenarnya adalah mereka harus beralih asuh dari orangtua lalu diasuh oleh kakaknya, atau keluarga dari orangtua. Ada beberapa justru orangtua asuh dari keluarga juga tidak terlalu mampu dan tidak bisa membantu banyak. Itu situasi yang paling umum, tapi kami juga menemukan kondisi anak yang terkena dampak psikologisnya besar. Jadi, ngedrop, semangat belajar turun, untuk diajak berbicara juga susah karena kehilangan orangtuanya itu. Ini yang tengah kami formulasikan bagaimana ke depannya. Kami juga bekerja sama dengan psikolog profesional untuk itu,” tambah Syaukat. (M-4)