ALIH-ALIH melabeli barang bekas dengan nominal harga, komunitas Joli Jolan mengupayakan barang-barang tersebut bisa dipertukarkan tanpa harus mengeluarkan uang. Joli Jolan sudah ada sejak Desember 2019.
Semangat mereka bukanlah seperti halnya bisnis barang-barang preloved yang kini populer dengan istilah thrifting, melainkan agar bagaimana sesama pemilik barang bisa bertukar seperti halnya sistem barter.
“Awalnya semangat kami adalah untuk memperpanjang usia barang. Banyak orang punya barang yang tidak terpakai, misalnya, ada piring yang tidak terpakai dan saya butuh itu. Sementara itu, saya punya barang lainnya yang tidak terpakai juga. Jadi bagaimana kalau kita bertukar. Makanya namanya Joli Jolan (ijol-ijolan, tukar-menukar),” kata Heru Gembul, salah satu anggota Joli Jolan, saat berbincang lewat sambungan telepon kepada Media Indonesia, Selasa (14/12).
Para anggota Joli Jolan pun beragam. Ada pekerja swasta, relawan sosial, dan mahasiswa. Biasanya mereka melapak tiap Sabtu-Minggu pukul 10.00-12.00 di Jalan Siwalan Nomor 1 Kerten Laweyan, Solo.
“Sesederhana silakan datang, ambil atau bisa tukar. Tapi untuk menjaga distribusi agar yang mengambil barang itu bukan orang itu-itu saja, kami beri jangka waktu. Biasanya dua minggu sekali baru bisa tukar barang lagi,” kata Heru.
“Banyak juga kemudian mahasiswa yang ambil buku di sini lalu dibalikin lagi. Jadi, kayak perpus malahan. Jadi, di sini memang meminimalkan penggunaan uang. Sistemnya tukar.”
Heru pun menganggap kegiatan yang mereka lakukan bisa menjadi salah satu pilihan bagi mereka yang memang tengah menjalankan gaya hidup minimalis. Menurutnya, bergaya hidup minimalis bukanlah dengan membeli, melainkan memakai apa yang sudah ada.
“Permasalahannya gaya hidup kita cenderung ke arah sana (membeli). Impian kami, bagaimana agar distribusi barang itu lebih merata. Ada yang enggak punya baju, makanan. Padahal, di sisi lain ada yang berkelimpahan. Yang salah kan, ya, di distribusinya itu,” tutupnya.