Headline
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
RAMADAN kembali datang. Inilah bulan dengan sejuta rahmat bagi insan beriman untuk mencapai atau memperoleh kembali kemuliaan eksistensialnya. Setiap anak manusia lahir berkat rahmat Allah SWT yang menganugerahinya secara azali dengan harkat dan martabat mulia.
Dalam perjalanan hidupnya kemudian, manusia dapat kehilangan rahmat Allah dan kemuliaan dirinya karena perbuatannya sendiri. Karena itulah, manusia harus berusaha menggapai kembali rahmat Allah sehingga dapat memulihkan harkat mulia tersebut.
Di antara puncak kemuliaan eksistensial itu ialah derajat takwa--menjadi orang-orang muttaqin. Ibadah puasa Ramadan bertujuan mencapai derajat takwa (Quran, Surah 2:183).
Dengan menjadi muttaqin, umat mukmin-muslim terpelihara dalam berbagai aspek kehidupan mereka sehingga dapat menjadi insan paripurna (al-insan al-kamil).
Derajat al-insan al-kamil yang sering juga disebut dalam literatur sebagai 'manusia universal' memerlukan perjuangan tidak mudah.
Perjuangan itu sangat berat karena banyak terkait dengan tantangan yang ada dalam diri manusia itu sendiri dan dengan lingkungan alam lebih luas.
Perjuangan manusia dalam dirinya boleh dibilang unik dan distingtif jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Manusia diberi rahmat oleh Allah dengan tiga potensi; akal pikiran, kalbu, hati nurani; dan hawa nafsu.
Keunggulan eksistensial manusia itu bisa dibandingkan dengan malaikat yang hanya memiliki kalbu yang membuat mereka terorientasikan kepada pengabdian tanpa reserve kepada Tuhan.
Atau hayawan (hewan atau binatang) yang hanya memiliki hawa nafsu sehingga kehidupannya berorientasi hanya kepada pemenuhan dorongan makan minum dan reproduksi.
Apalagi dibandingkan dengan tumbuh-tumbuhan (nabatat) dan benda cair dan padat (jamadat) yang hanya memiliki potensi biologis.
Karena ketiga potensi yang dimiliki itu, manusia yang dalam istilah bahasa Arab disebut 'al-insan' atau 'al-basyar' menjadi ciptaan Allah dengan bentuk dan potensi terbaik dan sempurna (ahsan al-taqwim, QS 95:4).
Selain membekali dengan unsur kemanusiaan (nasut), Allah memberi rahmat kepada manusia dengan unsur ketuhanan (lahut) yang bersumber dari sifat Allah sendiri sehingga memungkinkannya untuk dapat dekat dengan Allah SWT. Meski demikian, dengan berbagai rahmat eksistensial itu, manusia terlibat dalam perjuangan terus-menerus dalam dirinya.
Akal pikiran cenderung membawa manusia kepada pertimbangan rasional yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Lalu, kalbu dan nurani selalu membisikkan kebenaran yang tidak bisa disembunyikan.
Akal sehat dan nurani jujur menjadi potensi dan aset sangat berharga bagi manusia untuk mencapai derajat mulia. Tapi pada pihak lain, manusia juga memiliki nafs al-ammarah dan nafs al-lawwamah yang terus membisikkan pemenuhan yang cenderung tidak terpuaskan, baik terkait hawa nafsu di perut maupun di organ di bawah pusar.
Dorongan kedua libido itu alamiah belaka yang membuat manusia bisa tidak hanya survive dalam lingkungan alam yang tidak selalu bersahabat, tetapi juga dapat meningkatkan harkat dan martabat hidupnya.
Islam memberikan ajaran dan bimbingan agar manusia dengan hawa nafsunya tetap terpelihara kemuliaannya dengan menjadi nafsu yang tenang dan damai (al-nafs al-muthma'innah).
Hawa nafsu tidak perlu dibunuh dengan cara apa pun; yang diwajibkan ialah mengendalikannya sesuai dengan ketentuan agama, tata hukum negara-bangsa, tradisi sosial-budaya, dan kearifan lokal.
Tanpa pengendalian, manusia bisa sesat ketika tidak mampu mengendalikan hawa nafsu yang kemudian justru menguasai dirinya.
Keadaan ini terjadi ketika manusia tidak dapat mengendalikan unsur nasut dalam dirinya, yang menggiringnya ke dalam berbagai bentuk angkara murka.
Lihatlah kerusakan yang terjadi, baik pada tingkat individual maupun komunal karena kegagalan manusia mengendalikan hawa nafsunya.
Nafsu keserakahan tidak terkendali menimbulkan kerusakan pribadi, masyarakat, dan negara-bangsa sejak dari berbagai bentuk pelanggaran hukum; korupsi, kolusi, dan nepotisme; gaya hidup konsumtif, materialistik dan hedonistik; penindasan manusia terhadap manusia lain; sampai kerusakan lingkungan dan ekosistem.
Hasilnya, ketika manusia tidak lagi mampu mengendalikan hawa nafsunya, mereka kehilangan derajat mulia.
Dalam istilah Qur'ani, mereka berubah menjadi 'seburuk-buruk' atau 'serendah-rendah' eksistensi' (asfal al-safilin, Q.S 95:5).
Meminjam istilah pemikir asal Iran, Ali Syari'ati, manusia berubah dari makhluk yang bisa 'lebih mulia daripada malaikat' menjadi 'lempung busuk' yang hina-dina.
Ibadah puasa Ramadan adalah latihan fisik (riyadhah jasmaniyah) dan latihan mental-psikologis (riyadhah ruhaniyah) untuk membangkitkan kembali kemampuan pengendalian diri terhadap hawa nafsu angkara murka.
Melalui kedua riyadhah ini manusia terbebaskan dari belenggu hawa nafsu.
Ibadah puasa Ramadan dengan demikian adalah rahmat pembebasan (al-hurriyah) bagi para sha'imin dan sha'imat--mereka yang berpuasa baik laki-laki maupun perempuan.
Dengan pembebasan dari hegemoni hawa nafsu, manusia kembali kepada harkat dan martabat mulia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved