Sosialisasi Donor Kornea Hindarkan Praktik Ilegal

PRAKTIK donor organ tubuh manusia masih menjadi hal yang tabu di Indonesia. Kornea mata salah satunya. Setiap tahunnya, donor kornea masih sangat jauh dari yang dibutuhkan.

“Penerimaan masyarakat Indonesia masih sulit,” ungkap Kepala Bank Mata Indonesia, Tjahjono D Gondhowihardjo, dalam peluncuran program corporate social responsibility (CSR) Pollux Habibie International, yakni program operasi katarak gratis bernama Sepuluh Ribu Mata, di Jakarta, Selasa (3/5).

Tjahjono mengatakan saat ini, sejak pertama kali didirikan pada 1967, rata-rata jumlah donor kornea mata hanya 20 orang per tahun. Padahal, setiap tahun di seluruh Indonesia ada 300-400 operasi kornea mata. Negara-negara tetangga seperti Filipina menjadi penyumbang terbesar kekurangan tersebut.

“Kalau jumlah pendafta­r, semakin ke sini makin banyak. Namun, itu hanya mendaftar karena banyak faktor yang menentukan ketika akhirnya orang tersebut meninggal, jadi didonorkan atau tidak matanya. Termasuk hal ini izin keluarga,” tambahnya.

Ditekankannya, sosialisasi masih harus terus dilakukan mengenai donor kornea tersebut di masyarakat. Hal itu bertujuan menghindari praktik donor ilegal atau tanpa izin dan pengawasan yang benar. “Tidak bisa sembarangan. Harus benar-benar diperiksa organnya dan pelaksanaannya,” tambahnya.

Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes Dedi Kuswenda mengatakan Kemenkes hingga saat ini masih belum membahas sosialisasi program donor. Termasuk di antaranya donor kornea. “UU-nya ada, tapi masih belum bisa kita jawab dan bahas,” ungkap Dedi.

Gangguan kornea merupakan salah satu penyakit mata yang sering terjadi di Indonesia setelah katarak. Gangguan kornea terjadi akibat kecelakaan, infeksi, cedera, dan penyakit degeneratif. Jika kornea rusak, tidak bisa disembuhkan selain dengan mencangkokkan kornea baru.

Sejak 2008 transplantasi kornea di Indonesia menggunakan teknik lamellar keratoplasty, yaitu mengganti bagian kornea yang rusak saja. Ja­ringan kornea yang masih sehat tetap dipertahankan. Namun, Indonesia kekurang­an ahli untuk melakukan tindakan tersebut. (Pro/H-2)