Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Dari Bisnis Sangkar Burung hingga Mengajar Kriya

Reza Sunarya
10/9/2021 06:00
Dari Bisnis Sangkar Burung hingga Mengajar Kriya
Aef Saepudin(MI/Reza Sunarya)

KETERBATASAN fisik tidak membuat Aef Saepudin, 40, menyengerah dan keadaan. Ia tetap berusaha mandiri dan hidupnya tidak bergantung pada orang lain atau orangtuanya.

Di rumah sederhana yang berlokasi di Kampung Sukamaju, RT 11 RW 06 Desa Pasawahan, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Aef Saepudin tinggal bersama kedua orangtuanya setelah bercerai dengan istrinya, Ika, pada 2020. Aef menjadikan rumahnya sebagai bengkel mengolah bambu menjadi bahan kerajinan.

Aef terlahir sebagai anak yang normal. Namun, saat ia berusia dua tahun jatuh dari ayunan sehingga kedua kakinya mengalami kelumpuhan secara permanen. Sejak saat itu Aef tumbuh dengan menggunakan alat bantu penopang kaki seumur hidupnya.

Meski ia tidak bisa berdiri dan berjalan sempurna, Aef tidak mau hanya berpangku tangan dan diam di rumah. Justru ia berkreasi dengan memanfaatkan bambu yang tumbuh di sekitar rumah untuk dijadikan kerajinan.

Dengan teliti Aef menyambungkan satu per satu bambu yang sudah ditipiskan dengan menggunakan lem. Sebuah miniatur perahu setengah jadi selesai dikerjakannya. Selanjutnya, perahu setengah jadi tersebut diberi pernis sebagai warna dasar hingga menunggu kering.

Menurut Aef, awal mula dirinya menggeluti kerajinan bambu untuk cenderamata bermula ketika berhenti bekerja di sebuah percetakan di Bandung. Perusahaan percetakan itu bangkrut pada 2011.

Di rumah ia melihat banyaknya limbah bambu dan kayu yang tidak dimanfaatkan. Aef mencoba memanfaatkan limbah bambu dan kayu menjadi sangkar burung.

"Awalnya setelah berhenti bekerja, saya lihat banyak limbah bambu dan kayu di rumah, saya mencoba membuat sangkar burung karena kebetulan saya memelihara burung," kata Aef, Selasa (31/8).

Di luar dugaan, hasil karyanya itu banyak diminati orang, terutama yang memelihara burung. Permintaan terus bertambah meski modal pas-pasan untuk membeli bahan baku. Semakin banyak yang pesan, bahan baku terus bertambah dan limbah bambu di sekitarnya tidak mencukupi. Bahkan ada pemesan dari luar Jawa Barat berminat dengan sangkar burung buatan Aef.

Usahanya terus berjalan lancar. Namun, pada 2020, saat pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia, produksi sangkar burung menurun drastis karena sepi pembeli. Ditambah pemerintah memberlakukan beragam pembatasan-pembatasan pergerakan orang hingga sekarang.

Namun, hal itu tidak membuat Aef patah semangat. Ia kemudian mengembangkan kemampuannya membuat produk lain seperti minatur kapal pinisi dan kap lampu.

"Saya membuat sangkar burung itu mulai 2011. Semenjak pandemi covid-19, saya mulai membuat kerajinan tangan lainnya seperti miniatur kapal pinisi dan dudukan lampu. Awal hasil pembuatan belum rapi. Terus dipelajari dan coba membuat lagi," ujarnya.

Produk-produk kerajinannya ia jual secara online atau titip dagangan melalui teman-temannya. Harga kerajinan yang diproduksi dijual bervariasi. Harga termurah Rp50 ribu dan termahal Rp500 ribu.

Diakui Aef, dalam memproduksi kerajinan bambu ini, ia terkendala masalah modal dan kesulitan menggunakan perkakas modern.

Penyebabnya daya aliran listrik di rumahnya hanya 450 watt. Tidak cukup untuk memberi daya perkakas modern miliknya yang juga menggunakan listrik. Hal itu menyebabkan produksinya sedikit lambat.

Ia hanya mengandalkan perkakas lama karena tidak menggunakan listrik, tetapi proses produksinya agak terlambat. Bila banyak pesanan, Aef harus meminjam perkakas ke orang lain seperti gergaji listrik, alat bor, dan sebagainya. Ia hanya memberi uang rokok untuk menyewa perkakas milik temannya.

Aef meminta seluruh penyandang difabel atau yang mengalami keterbatasan fisik seperti dirinya untuk tidak patah semangat dalam menjalani hidup. Ia berpesan agar penyandang difabel tetap berkreasi. Saat ini Aef juga tercatat sebagai pengajar ilmu kriya bambu di salah satu sekolah luar biasa di Purwakarta.

"Saya mengajak kepada seluruh penyandang difabel untuk tidak mengeluh dengan keadaan yang dialami. Kita bisa mandiri dan terus berkarya," pungkasnya. (N-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya