Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

SKA Kartini Mendidik Disabilitas Jadi Pengusaha

Tosiani
13/8/2021 06:10
SKA Kartini Mendidik Disabilitas Jadi Pengusaha
Sentra Kreasi Atensi (SKA) Kartini di Temanggung, Jawa Tengah.(MI/Tosiani)

MENJADI penyandang disabilitas bukan berarti tidak bisa bekerja, berprestasi, dan hidup mandiri. Merek tetap bisa beraktivitas, bekerja bahkan berprestasi yang mengharumkan bangsa.

Di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, misalnya, untuk memberdayakan kelompok disabilitas, salah satunya melalui wadah Sentra Kreasi Atensi (SKA) Kartini yang diprakarsai oleh Kementerian Sosial.

SKA berlokasi di Kompleks Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual (BBRSPDI) Kartini di Jalan Kartini Temanggung,   Jawa Tengah. SKA diresmikan pada 5 Maret 2021 lalu oleh Menteri Sosial. Ini merupakan proyek asistensi rehabilitasi dengan sasaran semua pemerlu layanan kesejahteraan sosial, di antaranya, disabilitas dari berbagai jenis kecacatan, anak putus sekolah, wanita rawan sosial ekonomi, hingga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Humas BBRSPDI Kartini Temanggung yang juga seorang Penyuluh Sosial, Nurul Chomariah, mengutarakan proses berdirinya SKA ini tergolong amat mendadak. Mulanya tim dari BBRSPDI menghadiri peresmian SKA yang hampir sama di Pangudi Luhur Bekasi. Ketika itu, Mensos langsung meminta mereka untuk mendirikan SKA juga.

"Kami langsung mempersiapkannya dan selang beberapa hari Sentra Kreasi Atensi kami diresmikan," ujar Nurul, Sabtu (7/8), di Temanggung.

Tempat usaha untuk sentra kreasi itu menggunakan salah satu bangunan di BBRSPDI. Lokasinya tepat di sebelah kedai kopi yang semula didirikan untuk pelatihan siswa disabilitas intelektual yang bersekolah di BBRSPDI Kartini.

Namun, sentra kreasi ini tidak hanya mewadahi kalangan disabilitas intelektual, tapi juga disabilitas fisik dan para pelaku kesejahteraan sosial lainnya.

"Modal awalnya dari Kemensos, tetapi tidak bisa kami sebutkan nilainya. Ini sudah dilepas dan kami yang mengelola," ujar Nurul.

Ada banyak jenis usaha dalam wadah SKA ini, yakni kafe, galeri untuk memasarkan produk disabilitas, terutama batik ciprat dan produk Selter Workshop Peduli (SWP). Jenis usaha lainnya ada loundry, toko Kartini Mart, penjualan tanaman hias, ditambah jasa pijat yang beroperasi mulai Juli lalu.

"Di tiap unit usaha ada pendamping sosial yang memandu mereka sehingga para disabilitas bisa belajar usaha di sini," lanjutnya.

Sejauh ini dalam pengamatan Nurul, progres usaha kafe, galeri, dan tanaman hias cukup bagus. Namun, jenis usaha lainnya masih perlu upaya pengembangan. Tanaman hias yang dikelola disabilitas intelektual kerap dibawa mengikuti pameran. Juga produk yang dipajang di galeri selalu laku keras tiap diikutsertakan dalam pameran.

"Tujuan SKA ini untuk pemberdayaan masyarakat yang membutuhkan layanan disabilitas," jelas Nurul.

Iswuryati Rahayu, Pendamping Penerima Manfaat (PM) Atensi, menjelaskan SKA dibentuk dalam waktu sepekan seusai acara peresmian SKA di Bekasi. Ketika itu ia langsung mengumpulkan para alumni BBRSPDI untuk bergabung mengelola SKA. Kini SKA dikelola oleh 6 orang disabilitas fisik, 2 orang disabilitas grahita bersama 1 orang ODGJ. Tentu saja mereka bekerja di bawah arahan Rahayu.

"Untuk tenaga kerja dari disabilitas intelektual ada dua orang, keduanya alumni BBRSPDI. Lainnya ada empat orang disabilitas fisik dan satu orang ODGJ. Tetap kita pantau supaya mereka bisa memberikan pelayanan yang baik pada konsumen, terutama yang ODGJ kan juga harus selalu rutin pengobatan agar kondisi kejiwaannya stabil sehingga mampu bekerja dengan baik," kata Rahayu.

Perempuan yang akrab disapa Yayu ini mengatakan sejauh ini SKA selalu ramai dikunjungi orang meskipun dalam situasi pandemi. Konsumen yang datang rata-rata 50-an orang per hari. Kebanyakan mereka ke kafe untuk menikmati makanan, karaoke, atau menikmati musik. Sebagian pengunjung melihat-lihat dan berbelanja di galeri yang terletak di sebelah kafe.

"Kami juga ada angkringan yang dikelola dua orang disabilitas yang kami rekrut dari masyarakat umum. Para pengunjung juga bisa menikmati wifi gratis di area SKA," lanjutnya.

Yayu menambahkan, upaya promosi SKA dilakukannya melalui media sosial Instagram dan grup di medsos, yakni Explore Temanggung. Sejauh ini, progres yang didapat terbilang bagus. Ia mengukur dari jumlah pengunjung yang datang dan kemajuan yang dialami penyandang disabilitas yang dipekerjakan untuk mengelola SKA ini.

"Anak yang masuk ke sini harus dilatih dulu karena mereka belum pernah kerja. Juru masak kami ambil dari masyarakat umum," katanya.

Ia menambahkan, tenaga kerja disabilitas intelektual yang direkrut harus dengan IQ 50 ke atas karena kita berhadapan dengan konsumen. Proses melatih satu orang anak, butuh waktu satu pekan untuk mereka bisa terampil, tentu dengan praktek kerja langsung. Tiap pekerja menerima gaji Rp600 ribu per bulan. Mereka bekerja dengan sistem sif.

"SKA ini juga sekaligus membuka lapangam kerja bagi disabilitas karena selama ini peluang kerja untuk mereka sangat terbatas dan kesulitan bersaing kerja dengan orang umum. Banyak orang masih underestimate terhadap disabilitas," katanya.

 

Pelatihan penuh kesabaran

Melatih disabilitas, terutama disabilitas intelektual, harus menggunakan ekstra kesabaran. Untuk itu para pendamping harus terus mengulang instruksi yang diberikan karena mereka gampang lupa. Pada awalnya SKA kerap dikomplain oleh konsumen karena orderan yang masuk terlalu banyaks, sedangkan pelayanan cenderung lambat. Namun, lama kelamaan SKA bisa memperbaiki pelayanannya.

Fitri Nurjanah, 27, salah seorang disabilitas intelektual, mengaku sangat senang bekerja di SKA. Sebelumnya ia bekerja di toko sepatu lalu keluar dan sempat menganggur. Di SKA ia bertugas mencuci piring dan membuat teh untuk konsumen.

"Semula saya kesulitan bikin minuman, tapi terus berlatih. Dalam waktu satu minggu saya sudah bisa membuat teh panas meski kadang masih suka lupa caranya," tutur Fitri.

Ia mengaku lebih memiliki masa depan setelah bekerja. Ia bertekad akan menabung uang hasil bekerja untuk bekal masa depannya kelak.

Sementara itu, Ika Fitriani, petugas Gallery SKA Kartini, mengungkapkan produk kerajinan disabilitas yang dipajang di galeri berasal dari berbagai daerah, seperti Magelang, Temanggung, Kediri, Yogyakarta, dan Purworejo. Jenisnya bermacam-macam, antara lain gerabah, batik, dan lampu hias. Produk kerajinan dipasarkan dengan harga bervariasi antara Rp150 ribu hingga Rp500 ribu per unit. (N-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya