Pasangan Menikah Harus Miliki Kematangan Psikologis
MI/Bay
12/2/2015 00:00
(MI/LILIEK DHARMAWAN)
Wacana usulan batas usia pernikahan usia 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi laki-laki dinilai sangat masuk akal. Pasalnya, pasangan yang menikah harus memiliki kematangan psikologis dan kesiapan ekonomi. Hal tersebut dikemukakan Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti saat dihubungi ,kemarin. Menurut Abdul Mu'ti setelah usia 20 tahun, manusia memasuki tahap perkembangan adolescent atau kedewasaan dan memiliki pemikiran tingkat tinggi, stabilitas emosi, dan visi hidup yang jelas.
"Dengan usia tersebut akan memberi kesempatan pengembangan potensi diri melalui pendidikan dan kesiapan ekonomi melalui karir profesional.juga Menekan laju pertumbuhan penduduk untuk kesejahteraan hidup,"ungkapnya. Ia melanjutkan sesuai hukum Islam syarat pelaksanaan syariat Islam, termasuk pernikahan, adalah baligh dan berakal sehat. Baligh artinya mencapai batas usia minimal dan memahami hukum dengan baik. Penetapan hukum harus mempertimbangkan maslahat al-am artinya kebaikan umum, masyarakat, bangsa bukan hanya pertimbangan pribadi. "Pernikahan bertujuan untuk membangun keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah selain regenerasi,"cetusnya. Terkait kekhawatiran bahwa pembatasan usia 21 tahun dan usia 25 tahun dapat menimbulkan masalah moral,hemat dia dapat diminimalkan melalui penguatan pendidikan agama di keluarga, dan masyarakat.
Tolak Namun pendapat berbeda dikemukakan KH Ahmad Ishomuddin dari Syuriah PBNU yang berpatokan sesuai UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat pasal yang menjelaskan bagi perempuan untuk menikah di usia 16 tahun. Pada tahun 2014,Ishomuddin mewakili PBNU mengaku bersaksi di Mahkamah Konstitusi (MK) menolak usulan dari LSM yang meminta batas usia perempuan menikah dinaikan menjadi 18 tahun. "Saya tidak menyetujui usulan itu,"tegasnya.
Hemat dia,dalam konteks fiqih Islam ada batas dewasa bagi perempuan yakni 16 tahun usia batas minimal. Para ulama kata dia, memperkenankan menikah di usia itu namun apabila kurang dari usia 16 harus mendapat izin dari walinya. Dalam konteks berbangsa dan bernegara ,lanjut Ishomuddin, usia dibawah 16 tahun mau menikah harus ada izin dari Pengadilan Agama. "Jadi usulaan batas usia 18 tahun ketika itu PBNU tidak menyetujuinya,"ungkapnya. Alasan kedua,menurut dia, karena kebebasan atau free sex sudah luar biasa sehingga bila usia pernikahan ditunda tunda dan tidak dizinkan menikah atau dinaikkan menjadi 18 tahun apalagi usulan baru menjadi 21 bagi perempuan amat berbahaya dalam pergaulan manusia.
"Mereka akan terjerumus dalam perbuatan dilarang agama seperti perzinahan sebab sex merupakan kebutuhan semua manusia,"tegasnya. Hal ketiga,ia menyatakan jika ada yang tidak menyetujui batas usia minimal 16 tahun ,maka masyarakat dianjurkan untuk tidak menikah pada usia terlalu muda."Jadi tanpa harus menentang batas usia minimal dalam UU Perkawinan,"tegasnya. Terkait kemungkinan alasan bila menikah di usia 16 tahun akan mengganggu kesehatan perempuan,menurut Ishomuddin bersifat relatif. Pasalnya, banyak anak di desa menikah usial 16 tidak menimbulkan masalah dan tetap sehat. Ia mengingatkan dengan kondisi kemajuan zaman dan iptek yang pesat diiringi iklim kebebasaan serta kesibukan orang tua di wilayah perkotaan banyak anak se usia SMP dan SMA dibawah usia 16 tahun telah banyak berpacaran dan hamil muda bahkan melakukan aborsi. "Maka ini akan menjadi problem sosial berupa pelanggaran dan norma agama dan kemasyarakatan bila usia menikah ditunda,"pungkasnya.