Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
NAMA Shelomita Gasya Amory, 12, barangkali belum familier di telinga publik Indonesia. Namun, musikus yang tengah beranjak remaja itu aktif bernyanyi sejak ia berusia 6 tahun.
Shelo, sapaannya, beberapa kali mengikuti kompetisi menyanyi, baik dalam negeri maupun internasional. Ia pun sempat memboyong penghargaan First Prize World Art Games 2020 di Spanyol.
Dirinya juga sudah menciptakan dua lagu, salah satunya Mimpi, masuk album kompilasi Mimpi yang digarap bersama delapan remaja lain. Album tersebut diprakarsai komunitas Aksi Cinta Indonesia (ACI) sebagai wujud final lokakarya vokal yang mereka helat.
Muda pun berkesempatan berbincang dengan Shelo pada Rabu (7/7) melalui konferensi video tentang kecintaan Shelo pada musik dan menyanyi serta tantangannya sebagai pengidap disleksia dalam mempelajari seni tersebut. Berikut ini perbincangan kami.
Bagaimana awal ketertarikan kamu dengan dunia tarik suara?
Kenapa aku tertarik dengan menyanyi, karena itu seru. Menyanyi bagi aku itu ialah cara untuk mengekspresikan sesuatu. Dari semua jenis musik, yang paling kusuka ialah musik klasik dan lagu anak.
Musik klasik bagi aku keren, spesial, dan terdengar berbeda. Seumuranku juga sepertinya jarang yang menyukainya. Sementara itu, kalau lagu anak, menurutku, karena auranya positif.
Bagaimana perkenalan kamu dengan musik klasik?
Dari orangtua. Bukan karena mereka terus-menerus mendengarkan klasik, ya. Mereka dengarkan semuanya, tapi ketika itu aku memang langsung tertarik dengan lagu klasik. Saat aku ikut les pun, setelah mencoba semua jenis lagu, aku nyaman dan lebih percaya diri dengan genre klasik.
Jadi, ketika itu les mulai saat umur enam tahun. Aku mulai intens mendalami musik klasik saat umur sembilan tahun. Namun, kalau yang benar-benar aku bawakan untuk menyanyi pertama kali itu, Star Vicino. Itu dari guru lesku awalnya tahu. Namun, ya, juga mendengarkan yang lainnya lebih banyak lagi, seperti Nella Fantasia dan Time to Say Goodbye.
Sejauh ini fokus dengan musik, bagaimana perjalanannya?
Sampai sekarang aku masih les. Ada dua, pertama dengan guru yang mengajari musik pop dan klasik serta yang kedua khusus musik klasik. Dari perjalanan sejauh ini, aku melihat musik atau menyanyi ialah suatu cara orang dalam berekspresi. Ketika lagunya tentang kemarahan, artinya yang membawakan juga sedang mengekspresikan, sedang marah.
Tentu ada beberapa kesulitan yang aku temui. Misal, untuk beberapa lagu membutuhkan napas panjang. Jadi, cukup sulit. Caranya, aku berlatih dan mencoba teknik yang sudah diajarkan. Contohnya, kalau kita biasanya menyanyi dan ambil napas itu kan dengan mulut, tapi supaya napasnya lebih panjang, perlu teknik ambil napas lewat hidung.
Dengan disleksia yang kamu miliki, apa ada cara belajar musik tertentu yang kamu lakukan?
Sebenarnya cara belajarnya sama dengan teman-teman lain. Hanya, karena anak disleksia ini punya kesulitan membaca dan menghitung. Karena aku juga diskalkulia, saat awal aku selalu dibacakan guru atau ibu. Misal, ada perintah dari buku teori musik diminta melakukan sesuatu, aku seringnya enggak mudeng. Jadi, dibacakan ulang oleh ibu atau diterangkan pakai bahasa yang memang aku paham.
Bagaimana saat belajar not balok?
Untuk belajar not baloknya, pakai teknik remedial, diulang-ulang terus. Oh, ya, anak disleksia juga ada kesulitan membedakan kanan dan kiri. Aku pernah lo, main piano terbalik tangannya, he-he.
Waktu itu kan ada partitur piano, aku mempelajari untuk yang tangan kanan, tapi aku mainnya malah pakai tangan kiri. Giliran mau dimainkan dengan dua tangan, aku bingung karena tanganku menyilang, ha-ha. Jadi, aku pakai penanda untuk membedakan tangan kanan dan kiri sekarang. Aku pakai gelang di salah satu tanganku.
Jadi, pengulangan itu salah satu kunci belajar kamu, ya?
Terapi buat anak disleksia itu salah satunya ialah terapi remedial (pengulangan). Nah, waktu aku belajar menyanyi dan main musik, mau tidak mau aku harus mengulang-ulang apa yang aku pelajari. Karena aku senang musik, yang aku ulang-ulang, ya, materi musik dan itu memang membantu banget. Baca not, menghitung ketukan, dan menyesuaikan irama musik dengan lagu yang kunyanyikan.
Selain itu, belajar musik juga memperbaiki motorik halusku. Jadi, tulisanku kan jelek, anak dengan disleksia memang biasanya tulisannya berantakan he-he.
Terus aku kalau pegang barang-barang tuh sering jatuh-jatuh. Nah, kata ibu, main piano itu membantu memperbaiki motorik halusku, terutama koordinasi tangan. Main piano kan mesti fokus, ya. Otak, tangan kanan-kiri, dan kaki. Jadi, membantu banget untuk fokus di hal lain selain musik. Misalnya, jadi lebih fokus saat pegang pensil atau bolpoin. Selain musik, menggambar juga aku pakai buat terapi motorik halus.
Nah, saat mulai belajar not balok dan lainnya, berapa lama waktu yang kamu butuhkan?
Aku mulai fokus belajar not balok ketika umurku sembilan tahun. Belajar not balok buat anak disleksia itu tantangan banget deh. Berhitung, membaca angka dan huruf saja sudah kesulitan. Namun, menurutku, belajar musik, sekarang aku belajar biola juga, membantu memperbaiki sequence-ku (sesuatu yang berurutan) yang berantakan. Dengan belajar notasi, aku jadi belajar sequence.
Waktu umur Sembilan tahun, aku lepas dari sekolah formal lalu mulai homeschooling. Kemudian, jadi lebih fokus untuk belajar musik dan not balok. Nah, karena setiap hari diulang-ulang terus, aku jadi bisa baca not balok.
Sekarang umurku 12 dan sudah mulai lancar sight reading not balok. Kalau yang sederhana, aku akan bisa langsung membaca dan menyanyikan atau memainkan pianonya. Kalau yang susah, aku butuh waktu satu sampai dua hari sampai bisa menyanyikan dengan benar.
Apa yang pertama kali kamu lakukan saat belajar musik?
Mendengarkan. Jadi, banyak mendengarkan lagu yang iramanya bermacam-macam. Kemudian, dinyanyikan sesuai iramanya. Dulu ibu sering mengajariku mengetuk-ngetuk sesuai irama lagu. Tiap hari bapak ibuku nyetelin musik dan lagu, baik itu di rumah maupun di mobil.
Dari proses belajar musik yang cukup menantang, akhirnya juga sudah punya dua lagu. Bagaimana proses penciptaannya?
Jadi dua lagu aku ialah Mimpi dan Selamat Malam. Untuk lagu Mimpi, aku buat syairnya dulu baru melodinya. Lagu itu terinspirasi dari tulisan-tulisan aku terdahulu. Kalau aku bermimpi itu sering aku catat.
Sementara itu, lagu Selamat Malam justru dari musiknya dulu baru syairnya. Untuk lagu ini, aku terinspirasi dari adikku yang malam-malam sering takut. Jadi, aku buatkan lagu nina bobo untuk dia.
Dalam prosesnya aku memang dibantu beberapa orang. Misalnya, untuk lirik, aku kadang minta bantuan dari orangtua untuk membantu mencarikan beberapa kata yang mungkin cocok. Sementara itu, untuk musiknya dibantu sama kakak-kakak di Let the Music Begin (LTMB).
Dua lagu itu lagu anak. Menurut aku, lagu anak-anak saat ini sedikit sekali atau berkurang ya. Jadi, aku coba ingin mengembalikan atau memunculkan pilihan lagu untuk dinyanyikan anak-anak supaya mereka juga bisa menyanyikan lagu sesuai usia mereka dan mencintai lagu anak Indonesia.
Kamu juga beberapa kali ikut kompetisi. Seperti apa pengalamannya?
Memang sebelum membuat dua lagu, aku lebih dulu mengikuti kompetisi-kompetisi menyanyi. Pengalaman pertama yang membuatku sangat berkesan itu saat ikut Satya Dharma Gita Choir Festival (SDGCF) 2019, kategori classic children and teen.
Di situ aku pertama kali ikut lomba menyanyi klasik dan mendapat juara pertama. Suasananya bagiku benar-benar baru. Tidak pernah merasakan deg-degan, bertemu dengan banyak teman dari berbagai kota, dan dari ajang itu akhirnya banyak belajar.
Kalau teknik menyanyi kan sama ya. Namun, dari tiap ajang kompetisi yang aku ikuti, pengalamannya berbeda, baik dari suasana maupun lingkungannya.
Di tiap kompetisi, membawakan lagu yang berbeda-beda juga jadi mengasah aku dalam mengolah ekspresi saat menyanyi, juga jadi semakin belajar banyak teknik baru.
Jadi, bagi Shelo, musik dan menulis lirik ialah salah satu cara untuk lebih lancar dalam berkomunikasi?
Oh, iya banget. Waktu bikin lirik, lirik yang aku buat itu kurevisi berkali-kali. Diksiku berantakan. Jadi, aku harus minta orang lain baca, apakah liriknya sudah bisa dimengerti orang lain atau belum. Di situ aku belajar cara menulis yang baik.
Untuk lagu Mimpi, misalnya, itu kan awalnya dari tulisan-tulisanku yang berantakan, ada yang kutulis di kertas sembarang, ada yang di buku, dan di notes. Terus aku gabungkan jadi satu. Itu jadi bahan belajar banget buat nulis yang baik.
Aku juga merasa dengan bermusik dan menyanyi, lebih pede. Orang kan punya kelebihan dan kekurangan. Mungkin aku tidak pintar di akademis, tapi Tuhan kasih kelebihan lain. Jadi, aku merasa Tuhan pasti adil ke semua orang, begitu pun ke diriku.
Kalau soal komunikasi, aku juga belajar terus supaya bisa ngomong teratur dan baik di depan orang-orang. Itu bisa kupelajari dengan cara memprosakan lagu. Jadi, misal setelah kubaca lirik lagu yang kupelajari, aku coba menceritakan kembali isi lagunya ke ibu atau bapakku. Nah, itu membantuku memperbaiki tata bahasa dan memperbaiki komunikasi.
Menurut kamu, apakah teman-teman lain yang memiliki disleksia bisa terbantu dengan belajar musik?
Iya, bisa banget. Aku sudah merasakan sendiri bagaimana musik itu membantuku memperbaiki banyak hal yang sebelumnya sulit aku lakukan. Tidak cuma masalah komunikasi, tapi juga belajar menghitung.
Waktu itu aku pernah lagi belajar matematika tentang pecahan, Aku tuh enggak mudeng-mudeng sampai ibu lelah ngajarin, ha-ha. Terus tiba-tiba aku bisa mengerti konsepnya. Gara-garanya, ada PR teori musik dari kursus musik tentang mengisi not balok yang kosong dalam satu birama. Aku jadi mengerti kalau 1/2 + 1/2 = 1. Lucu, ya! Padahal, sebelumnya enggak mudeng-mudeng. Lalu, dengan belajar irama atau ketukan, sebenarnya tanpa disadari aku juga lagi belajar matematika. Belajar interval nada juga.
Kalau memperlancar komunikasi, sepertinya dari belajar menyanyi sih. Menyanyi kan kayak mau menyampaikan sesuatu. Belajar banyak lagu berarti belajar banyak lirik dan berarti belajar banyak tata bahasa juga.
Pesan kamu untuk teman-teman?
Jangan pernah merasa tidak bisa melakukan apa pun hanya karena kamu disleksia. Mungkin memang disleksia bikin kamu enggak paham materi sekolah. Namun, bukan berarti kamu bodoh. Cari saja hal yang kamu sukai, bisa dengan main musik, menyanyi, menggambar, olahraga, apa pun itu.
Mungkin Tuhan beri talenta lain yang asyik yang bisa bikin kamu happy meskipun kamu disleksia.
Untuk teman-teman disleksia yang suka musik, jangan lelah latihan dan mengulang-ulang, ya, karena mengulang itu benar-benar bisa jadi terapi yang baik banget buat kita. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved