Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
POLEMIK tentang risiko para pelaksana kebijakan di lapangan terkait masa kedaruratan akibat pandemi kembali mengemuka. Menurut pakar hukum Universitas Indonesia, Dr. Sonyendah Retnaningsih,SH, MH, pihak ketiga yang telah membantu program pemerintah di kala pandemi, seyogyanya dilindungi, dan memang telah dilindungi dengan perangkat aturan hukum yang berlaku.
Menurut Sonyendah, seharusnya semua pihak mengembalikan persoalan pada musabab atau raison d’etre terbitnya aturan kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan di masa pandemi covid-19, melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2020 Menjadi Undang-Undang.
Baca juga: Masyarakat Indonesia Didorong Melek Berinvestasi
“Salah satu latar belakangnya, pandemi covid-19 telah berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya Pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional,” kata Sonyendah.
Adapun penyelamatan itu terfokus pada belanja kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net), serta pemulihan perekonomian, termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat terdampak. Salah satu pelaksanaan, melalui jaring pengaman social, dilakukan dengan bantuan pangan nontunai (BPNT) atau bansos sembako, yang menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial, dalam pengadaannya bekerja sama dengan Pihak Ketiga, baik swasta, koperasi, BUMN dan lainnya.
“Dalam pengadaan yang dilakukan oleh Pihak Ketiga, karena dalam situasi pendemi covid 19, maka selama pelaksanaannya dilakukan dengan itikad baik, yang didasarkan adanya suatu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1320 (syarat sahnya perjanjian) dan 1338 ayat (1) yakni asas kebebasan berkontrak KUHPerdata, maka Pihak Ketiga tersebut wajib untuk dilindungi secara hukum,” kata Sonyendah.
Sonyendah menunjuk bahwa yang dimaksud beritikad baik itu diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa: “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. “Pasal ini memberi makna bahwa perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak harus dilaksanakan sesuai kepatutan dan keadilan,” kata dia.
Itikad baik dalam jual beli merupakan faktor penting sehingga penjual/pembeli yang beritikad baik akan mendapat perlindungan hukum secara wajar, sedangkan pihak yang tidak beritikad baik patut merasakan akibat dari ketidakjujurannya tersebut.
Selanjutnya, kata Sonyendah, pelaksanaannya pun harus sesuai dengan norma-norma kepatutan dan kesusilaan, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1339 KUHPerdata. “Pasal itu menyebutkan bahwa: “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan,” kata dia.
Ia menegaskan, dalam KUHPerdata, kepatutan adalah tiang hukum yang wajib ditegakkan. Sebagai asas, kepatutan memiliki peran dan fungsi antara lain menambah atau mengenyampingkan isi perjanjian.
“Untuk itu, isi perjanjian yang dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak harus dijalankan dengan itikad baik,” katanya.
Sebelumnya, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Profesor Dr. Agus Surono, SH, MH, menegaskan bahwa pengelolaan keuangan negara di masa pandemi dan darurat antara lain pelaksanaan bantuan sosial—tidak bisa dikatagorikan sebagai mens rea. Pasalnya, kata Prof Agus, pengelolaan keuangan pemerintah dalam masa-masa darurat seperti itu berkaitan dengan doktrin Freis Ermessen atau diskresionare power.
“Doktrin dalam bidang pemerintahan ini intinya, dalam kondisi darurat, kondisi yang ada memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada peraturan perundang-undangan. Dalam masa darurat, keputusan pemerintah haruslah lebih mengutamakan pencapaian tujuan atau sasarannya (doelmatigheid) daripada sesuai dengan hukum yang berlaku (rechtmatigheid),” katanya. (Ant/A-1)
Sandi mengungkapkan kegiatan ini rencananya akan dilaksanakan setiap bulan dengan materi yang beragam.
Ada beberapa langkah antisipatif yang mulai diterapkan Puskesmas Warungkondang untuk mencegah penyebaran covid-19.
Munculnya kembali covid-19 tentu perlu diantisipasi. Karena itu, saat ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memitigasi penyebaran covid-19, terutama pada sektor pariwisata.
Saat ini, kelima pasien tersebut hanya bergejala ringan. Mereka sedang melakukan isolasi mandiri di rumah.
Bupati memastikan terpaparnya warga tersebut saat yang bersangkutan berada di luar daerah.
Galeri menjadi catatan sekaligus spirit agar warga Jabar tak gentar, namun tetap waspada menghindari penularan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved