Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

RUU Arsitek Wajibkan Penggunaan Jasa Arsitek

Bintang Krisanti
31/3/2016 11:42
RUU Arsitek Wajibkan Penggunaan Jasa Arsitek
(Dok.MI/Safi Makki)

IKATAN Arsitek Indonesia (IAI) mengharapkan Undang-undang Arsitek akan terbit dalam enam bulan ini. Salah satu poin penting dalam aturan itu adalah penggunaan jasa arsitek di hampir setiap pendirian bangunan.

"Seluruh bangunan nantinya harus pakai arsitek, kecuali bangunan adat dan rumah sederhana itu tidak perlu pakai arsitek," kata pengurus IAI yang juga ketua Kelompok Kerja (Pokja) RUU Arsitek, Bambang Eryudhawan, dalam konfrensi pers yang digelar IAI di Gedung Jakarta Design Center, Jakarta, Rabu(30/3).

Bagi IAI, penggunaan jasa arsitek itu bukan hanya menguntungkan arsitek tetapi juga klien dan masyarakat luas. Pasalnya, menurut mereka, arsiteklah yang memiliki pengetahuan perencanaan bangunan.

Menggunakan jasa arsitek akan menghasilkan bangunan yang tidak hanya baik secara estetik, tetapi juga baik bagi penggunanya dan juga lingkungan. Sekarang ini banyak bangunan yang boros energi dan tidak memerhatikan akses keselamatan dengan baik karena tidam menggunakan jasa arsitek dalam perencanaannya.

Di sisi lain, arsitek diwajibkan memiliki sertifikat untuk bisa menggarap proyek. Sertifikasi ini pula yang menjadi jaminan kompetensi arsitek dengan begitu masyarakat terhindar dari para 'arsitek palsu' yang menurut IAI banyak terjadi di Indonesia.

Selama ini memang telah ada Sertifikat Keahlian (SKA) termasuk untuk arsitek, yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Namun Ketua Umum IAI Ahmad Djuhara mengatakan banyak terjadi praktek jual beli sertifikat tersebut oleh pihak yang tidak jelas. Akibatnya banyak arsitek 'palsu' beredar di masyarakat.

"Itu (SKA) jadi barang dagangan dan kami menolak itu," tegas Djuhara.

Jika RUU Arsitek disahkan maka tidak akan ada lagi SKA Arsitek. Gantinya adalah Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA) yang dikeluarkan oleh Dewan Arsitek. Pembentukan dewan ini juga menjadi amanat dalam RUU itu. Sementara bagi SKA Arsitek yang telah diterbitkan akan otomatis berubah menjadi STRA.

Arsitek bisa dipidana

Tidak hanya dengan mencegah makin banyaknya arsitek palsu, IAI menilai RUU Arsitek menguntungkan masyarakat karena memberikan kejelasan mengenai pihak yang bertanggung jawab terhadap perencanaan arsitektur.

"Kita butuh UU karena kita perlu ada org yang bertanggung jawab terhadap arsitektur yg dibuat. Jd UU ini bukan mengistimewakan arsiteknya. Nantinya arsitek dapat dipidana jika terjadi kesalahan arsitektur,'' tutur Djuhara. Sedangkan sekarang ini kesalahan pada bangunan umumnya dilimpahkan kepada kontraktor.

Saat ini proses penggodokan RUU Arsitek telah selesai tahap harmonisasi oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Selanjutnya RUU itu akan dibawa oleh Komisi V ke paripurna.

Defisit arsitek

Di IAI, Djuhara mengungkapkan, dari 17 ribu anggota yang terdaftar baru 3 ribu yang memiliki SKA Arsitek. Jumlah ini jauh dari cukup, karena menurutnya angka ideal bagi 254 juta penduduk Indonesia adalah setidaknya tersedia 6000 arsitek. Bahkan Kementeria PU dan Pera meminta adanya 10 ribu arsitek.

Dengan jumlah itu IAI mengakui bisa saja terjadi defisit arsitek di tahun-tahun pertama berlakunya UU Arsitek. "Memang bisa saja defisit tapi kalau tetap terjadi seperti sekarang dimana pembangunan tidak pakai perencanaan arsitek, malah arsitek berlimpah tidak ada pekerjaan," tambah Bambang Eryudhawan atau yang akrab disapa Yudha.

Untuk terus meningkatkan jumlah arsitek kompeten IAI bekerjasama dengan 159 perguruan arsitektur di Indonesia. Diharapkan seluruh lulusan perguruan-perguruan tersebut dapat tersertifikasi sehingga pasar arsitek Indonesia dapat dipenuhi arsitek kita sendiri. (X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya