Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Memperkuat Cinta Tanah Air

Gana Buana
28/10/2020 02:35
Memperkuat Cinta Tanah Air
Pementasan tari khas Jombang secara kolosal digelar untuk menanamkan pendidikan karakter.(ANTARA/SYAIFUL ARIF)

CARA mencintai Tanah Air rupanya tidaklah beda dengan mencintai apa pun di dunia ini. Tak kenal, maka tak sayang. Untuk mencintai Tanah Air, memang perlu mengenal Indonesia lebih jauh dan lebih akrab. Sehingga, timbul rasa nyaman dan rasa khawatir hal itu hilang dari diri kita.

“Cinta itu landasannya kan saling memahami dan mengenali,” ungkap Asep Kambali, pendiri Komunitas Historia kepada Media Indonesia, Minggu (25/10).

Menurut Asep, sebagai anak muda Indonesia tentunya rasa kenal terhadap budaya dan sejarah mampu melekatkan satu sama lain. Mereka harus sadar bahwa perbedaan bukan ancaman, melainkan sesuatu yang bisa melekatkan satu sama lain.

“Jadi dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda ini, harus kita tanamkan nilainnya saling mengenal kemudian bersatu dalam perbedaan serta menjaga nilainilai sejarah, karena ini lah yang diperjuangkan pada 28 Oktober 1928 silam,” ungkap Asep.

Asep melanjutkan menumbuhkan rasa cinta Tanah Air memang tidak mudah. Terbukti, pada kegiatan mengenal sejarah yang dilakukan oleh Komunitas Historia tidak sedikit pemuda acuh.

Berdasarkan hasil pendataan penduduk pada 2018, dari jumlah 124 juta penduduk usia produktif, 67 juta jiwa ialah generasi millenial. Namun, jumlah pemuda yang antusiasme untuk mengetahui sejarah bangsanya belum sampai 1%.

“Karena itu, menumbuhkan rasa cinta pada sejarah harus digerakkan dari atas ke bawah dan bawah ke atas. Bahkan, peran media amat penting menentukan hasilnya,” jelas dia.

Selain itu, peran pendidikan orangtua di rumah juga lah yang penting menumbuhkan kesadaran cinta Tanah Air sejak dini. Misalnya, mengajak anak untuk mengetahui sejarah negara dengan pergi ke museum, ataupun dengan memberikan konten-konten berbau budaya di gadget mereka. Sebab, berkenalan dengan sejarah dan kebudayaan artinya belajar mencintai sejarah dan budaya Indonesia.

Ia menyampaikan pembelajaran tersebut akan berdampak positif. Apabila ditanamkan sejak dini akan jadi fondasi untuk mereka dalam pemahaman mengenai cinta Tanah Air. Ini jugalah yang akan menggerakan kesadaran mereka untuk melakukan hal positif bagi bangsa.

“Kalau sudah cinta, tentu akan menjaga dan tak akan merusak. Menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan ini juga bukti nyata cinta pada Tanah Air,” lanjut dia.

Seorang Guru muda berprestasi yang meraih predikat Guru Community Learning Center (CLC) Teladan Kemendikbud Tahun 2020 Adelia Aryani Putri pun beranggapan cinta Tanah Air tidak akan tumbuh apabila tidak saling mengenal. Apabila sudah mengetahui hal-hal indah tersebut maka akan semakin cinta.

“Bagi saya mencintai Tanah Air adalah dengan menggali hal lain lebih banyak tentang Indonesia. Jadi bukan hanya dari sekolah, bisa dari orangorang, teman-teman, buku dan banyak hal. Dari sanalah kita makin cinta,” jelas dia.

Ini misalnya ditularkan Adel kepada peserta didiknya di Kinabatangan, Sabah, Malaysia. Menurut Adel, kebanyakan peserta didiknya adalah anakanak pekerja migran Indonesia yang sejak lahir tinggal di Malaysia. Bahkan, mereka ada yang belum pernah sama sekali pergi ke Indonesia. Padahal, orangtua mereka warga negara Indonesia (WNI).

Tiap bulan, dalam rangka ‘wonderful mom’, Adel kerap mengajak mereka agar mengenal Indonedia lebih banyak. Caranya dengan membahas satu daerah secara lengkap mulai dari budaya, adat, bahasa, dan lainnya dalam satu waktu.

“Misalnya bulan ini kita belajar Banda Aceh. Dari bahasa, budaya, baju adat semuanya kita pelajari. Ini lah yang memberikan kesempatan untuk kenal lagi lebih banyak tentang Indonesia,” jelas dia.

 

Sikap toleransi

Sejak 2013 lalu, semangat Adel menjadi pengajar tidak pernah surut. Meskipun banyak tantangan mulai dari sulitnya akses telekomunikasi hingga mind set orangtua yang menganggap pendidikan belum penting.

“Hal yang paling bikin kita senang itu kalau lihat anak didik terus mengenyam pendidikan sampai kuliah, tidak lagi menikah muda atau hanya berakhir sebagai buruh,” ungkap Adel.

Ia berharap, lebih banyak anak-anak muda terinspirasi menjadi guru. Ketika mengajar jadi panggilan nurani, hambatan yang dihadapi menjadi sebuah peluang untuk terus berkontribusi demi mencerdaskan bangsa.

“Saya tinggal di tengah-tengah hutan, jauh dari manamana, jauh dari keluarga. Kita harus dapat beradaptasi. Because being a teacher is a really good job,” lanjut dia.

Ibu dari sepasang pemuda berbakat Tanah Air ‘Rara dan Rafi’ Anggarainy Damanik mengungkapkan cinta Tanah Air yang pertama ditanamkan pada kedua anaknya yaitu menghormati teman-teman yang berbeda agama. Sebab, sikap toleransi kepada orang lain yang berbeda bakal menjadikan mereka menerima bahwa Indonesia mempunyai agama, suku, serta budaya beraneka ragam.

“Kedua anak saya memilih sendiri masuk ke sekolah negeri karena mereka ingin belajar mandiri dan memahami lingkungan di sekitar mereka agar memiliki rasa empati besar pada teman dan lingkungannya,” ungkap Rainy.

Begitu juga, biasanya dirinya menggunakan produk-produk dalam negeri. Misalnya saat acara fashion show menggunakan batik atau saat mewakili Indonesia berlomba di tingkat dunia.

“Pasti saya ajak memakai produk dalam negeri, ketika mereka berlomba tingkat dunia membawa nama Indonesia memakai batik sebagai simbol mereka anak Indonesia berprestasi. Begitu mereka menang menjadi Juara Dunia di Gothenburg, Swedia, bendera Merah Putih dikibarkan dan Lagu kebangsaan Indonesia dinyanyikan oleh semua bangsa dan seluruh dunia berdiri tegak menghormati,” tutup dia. (S3-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya