LUBANG hitam atau black hole merupakan fenomena yang menunjukkan ada bagian ruang dan waktu dengan daya tarik/gravitasi sangat kuat di alam semesta. Fenomena alam ini menjadi isu menarik yang banyak dibahas para ilmuwan.
Salah satunya diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Univesitas Padjadjaran Prof Dr rer nat Yudi Rosandi, MSi. Ia menyampaikan, lubang hitam merupakan tempat di galaksi dengan gravitasi yang sangat kuat. Kendati mampu menyerap materi dan cahaya di luar angkasa, lubang hitam ternyata berperan penting dalam proses penciptaan galaksi.
"Lubang hitam berada di inti suatu galaksi. Hal ini yang menyebabkan suatu galaksi di tata surya bisa terbentuk. Selain ada bahayanya, lubang hitam sangat penting terhadap keberadaan kita,” ungkap Prof Yudi saat menjadi pembicara dalam acara “Satu Jam Berbincang Ilmu: Misteri Lubang Hitam” yang digelar Dewan Profesor Unpad, Sabtu (17/10), dikutip dari laman Unpad.
Prof Yudi menjelaskan, gravitasi dari lubang hitam akan menarik lengan-lengan galaksi sehingga galaksi akan berjalan dengan semestinya. Gravitasi ini pula yang menahan bintang dan materi di tata surya berada pada posisi seharusnya.
Jika lubang hitam tidak ada, maka gravitasi juga tidak ada. Hal ini akan menyebabkan bintang hingga suatu galaksi pun tidak akan terbentuk.
“Kalau teori gravitasinya tidak ada, berarti kita tidak punya alasan juga bagaimana suatu bintang bisa terbentuk dan kita juga tidak akan tahu bagaimana bintang-bintang itu akan tetap berada di galaksi yang sama,” kata Prof Yudi.
Guru Besar bidang fisika komputasi ini mengungkapkan, ada tiga skenario terbentuknya lubang hitam. Pertama adalah terbentuk secara primordial. Artinya, lubang hitam sudah terbentuk sejak awal pembentukan galaksi.
Skenario kedua adalah karena runtuhan gravitasi ketika sebuah bintang kehabisan bahan bakarnya. Akibat kehabisan bahan bakar tersebut, bintang akan meledak dan membentuk lubang hitam.
Sementara skenario ketiga terjadi akibat adanya penggabungan atau aglomerasi. Baik penggabungan antar bintang neutron ataupun penggabungan antar lubang hitam yang memiliki ukuran kecil.
Sejarah
Teori adanya lubang hitam pertama kali diajukan pada abad ke-18 oleh John Michell and Pierre-Simon Laplace, selanjutnya dikembangkan oleh astronom Jerman bernama Karl Schwarzschild, pada tahun 1916, dengan berdasar pada teori relativitas umum dari Albert Einstein, dan semakin dipopulerkan oleh Stephen William Hawking.
Pada 1916, Albert Einstein melalui teori relativitas umumnya menggambarkan gravitasi sebagai penyimpangan ruang dan waktu yang dipicu kehadiran materi. Menurut teori Einstein, ketika peristiwa besar terjadi seperti penggabungan dua lubang hitam, atau bintang yang meledak, akan terdeteksi sebuah gelombang gravitasi. Ini sama seperti jika seseorang menjatuhkan batu ke dalam kolam.
Edo Berger, penulis studi dan astronom dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, menyebutkan, gravitasi lubang hitam sangat kuat sehingga akan meregangkan dan mengubah objek apa pun yang mendekatinya.
Dalam satu waktu, lubang hitam di luar angkasa terlihat menghancurkan bintang dengan jarak jutaan tahun cahaya dari bumi. Spaghettification atau lubang hitam menciptakan ledakan cahaya yang terlihat 215 juta tahun cahaya dari bumi (satu tahun cahaya di luar angkasa jika dihitung sekira 6 triliun mil). Ledakan cahaya itu berhasil ditangkap oleh beberapa teleskop milik para astronom di seluruh dunia dan diteliti selama berbulan-bulan.
"Peristiwa ini terjadi akibat kehancuran bintang yang terlalu dekat dengan lubang hitam supermasif. Dalam kasus ini, bintang itu terkoyak dengan sekira setengah massanya atau bertambah ke dalam lubang hitam dengan massa 1 juta kali matahari, dan setengah lainnya terlontar keluar," ujarnya sebagaimana dikutip dari Fox News, Kamis (15/10). (H-2)