Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

MUI Berwenang Tetapkan Kehalalan Produk

Atikah Ishmah Winahyu
17/10/2020 01:15
MUI Berwenang Tetapkan Kehalalan Produk
Sertifikasi halal MUI(Dok. Istimewa)

PENETAPAN kehalalan produk tetap menjadi kewenangan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Keterangan ini disampaikan menyusul beredarnya informasi bahwa kewenangan yang sebelumnya berada di bawah MUI tersebut kini digantikan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

“Fatwa penetapan kehalalan produk tetap menjadi kewenangan MUI. Itu merupakan amanat Pasal 33 UndangUndang No 33 Tahun 2014
tentang Jaminan Produk Halal, bahwa penetapan kehalalan produk dilakukan oleh MUI dalam sidang fatwa halal,” kata Kepala BPJPH Sukoso dalam pernyataan tertulis, kemarin.

Lebih lanjut dijelaskan, berdasarkan naskah UU Cipta Kerja, pada pasal 33 juga masih mengamanatkan hal yang sama, bahwa penetapan kehalalan produk dikeluarkan MUI melalui sidang fatwa halal.

Artinya, baik UU Jaminan Produk Halal (JPH) maupun naskah UU Ciptaker, keduanya mengatur penetapan kehalalan produk ialah kewenangan MUI. Terkait dengan batas waktu, naskah UU Ciptaker mengubah redaksi ayat (1) Pasal 31 UU JPH dengan memberi penekanan batas waktu 15 hari bagi auditor halal Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. 

Batas waktu ini tidak ditegaskan secara eksplisit dalam UU JPH. Meski demikian, naskah UU Ciptaker menambah satu ayat pada pasal 31 yang mengatur diperbolehkannya LPH mengajukan  perpanjangan waktu pemeriksaan secara tertulis kepada BPJPH.  “Dalam hal pemeriksaan produk memerlukan tambahan waktu pemeriksaan, LPH dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu secara tertulis kepada BPJPH,” ujarnya.

LPH adalah lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk. LPH melaksanakan proses pemeriksaan terhadap produk yang pengajuannya sudah diverifi kasi sebelumnya oleh BPJPH.

“Apabila LPH tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses sertifikasi halal, LPH tersebut akan dievaluasi dan/atau dikenai sanksi administrasi,” pungkasnya.

Terkait dengan persyaratan auditor halal, Sukoso membantah adanya informasi bahwa hal itu dihapus dalam UU Ciptaker. “Pasal 14 tidak dihapus dalam UU Ciptaker auditor halal harus seorang WNI dan beragama Islam,” tegasnya.


Pelaku UMK

Pemerintah menyatakan tetap berkomitmen untuk mengangkat peran dan memajukan ekonomi kecil. Untuk itu, BPJPH Kemenag dan
LPPOM-MUI tahun ini menjalin kerja sama untuk memfasilitasi sertifi kasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK).


Penandatanganan kerja sama oleh Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mastuki dengan Wakil Direktur LPPOM-MUI Muti Arintawati. Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengapresiasi kolaborasi tersebut.

Menurutnya, UMK merupakan kelompok usaha yang berkontribusi besar dalam perekonomian Indonesia terutama penyediaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja. “Pemerintah memberi perhatian lebih kepada UMK karena berperan sebagai tulang punggung ekonomi nasional. Program fasilitasi ini sebagai salah satu bentuknya,” kata Zainut, kemarin.

Fasilitasi ini sangat strategis karena UMK sangat terdampak pandemi covid-19. Bagi pemerintah, fasilitasi UMK menjadi prioritas guna memastikan roda perekonomian di Indonesia berputar kembali. (Wan/H-1).


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya