Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Muncul di Usia Remaja PCOS Kerap tidak Terdeteksi

ATALYA PUSPA
07/10/2020 05:30
Muncul di Usia Remaja PCOS Kerap tidak Terdeteksi
(Dok.MI)

PADA usia 13 tahun, Andini Yudita Sari sudah mengonsumsi pil KB karena mengalami telat menstruasi selama delapan bulan yang diikuti dengan kenaikan berat badan dan lebatnya rambut-rambut halus (hirsutisme) di kaki dan tangannya.

Meski bingung mengapa harus meminum pil KB di usia yang masih dini, Andini manut apa kata dokter. Ia juga mengikuti saran dokter untuk hidup sehat.

Pada usia 17 tahun, Andini masih saja telat menstruasi hingga berbulan-bulan. Keluhan dan terapi pil KB terus berlanjut hingga di usia 20 tahun Andini baru mengetahui bahwa dirinya mengalami polycystic ovarian syndrome (sindrom ovarium polikistik/PCOS).

Bukannya sembuh, Andini malah mengalami kerontokan rambut yang parah, muncul jenggot, dan mengalami stres serta mood swing. “Saya bingung sama diri saya sendiri,” tuturnya Minggu (27/9) saat webinar yang ditujukan untuk memperingati Bulan Peduli PCOS setiap September.

Setelah Andini menjalani USG transrectal (lewat dubur), dokter kandungan yang memeriksanya memvonisnya dengan PCOS. Itu setelah ditemukan sel telur kecil-kecil di dalam ovariumnya.

Ia dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam. Dokter meresepkan obat pengendali resistensi insulin dan meminta Andini untuk menerapkan gaya hidup sehat.

“Saya memang ada turunan diabetes dari kedua pihak orangtua,” ujarnya. Pada titik itu di usianya yang ke-25 tahun, Andini bertekad mengubah gaya hidupnya dengan berolahraga rutin; mengurangi fast food dan makanan berminyak; memperbanyak sayur dan buah; mengurangi karbohidrat; serta mengontrol kalori yang masuk.

“Enam bulan kemudian, beratnya turun 7 kg, gejala PCOS berkurang, dan terpenting siklus menstruasinya normal menjadi 30 hari,” beber pendiri PCOS Fighter Indonesia itu.

Dokter spesialis obstetri dan ginekologi Upik Anggraheni menjelaskan sindrom ovarium polikistik atau PCOS merupakan sebuah sindrom gangguan  hormonal yang terjadi pada perempuan usia subur.

Hormon androgen yang berlebihan membuat seorang perempuan tidak bisa mengeluarkan sel telur yang sehat. “PCOS bukan penyakit, melainkan gangguan pada sistem metabolisme,” cetusnya.

Hidup sehat


Ahli gizi Cynthia Ayu Permatasari memperingatkan PCOS yang tidak tertangani bisa mengarah ke kemandulan, diabetes gestasional, hipertensi gestasional, sindrom metabolis, kanker endometrium, dan jantung.

Menerapkan pola hidup sehat ialah cara satu-satunya untuk mengurangi gangguan PCOS. Penderita PCOS harus mengonsumsi makanan dengan pola gizi seimbang, serta membatasi konsumsi lemak jenuh dan makanan manis dan asin. Selain itu, PCOS fighter harus membatasi makanan kaleng, minuman bersoda, dan tambahan pemanis.

Selain itu, batasi sumber karbohidrat sederhana seperti gula pasir, permen, dan jelly. “Kebiasaan buruk juga harus diubah, seperti tidak suka konsumsi buah dan sayur.

Lalu juga malas-malasan, enggak mau olahraga, enggak mau aktivitas fisik. Semua harus diubah, mulai gerakkan tubuh untuk aktivitas fi sik,” pungkasnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya