Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
PENGURUS Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia (PP MSI) meminta agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tetap mempertahankan mata pelajaran sejarah sebagai pelajaran wajib di sekolah menengah karena merupakan instrumen strategis untuk membentuk identitas dan karakter siswa. Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Umum Masyarakat Sejarawan Indonesia Hilmar Farid dalam keterangan tertulis diterima mediaindonesia.com, Sabtu (19/9/2020).
Pernyataan Ketua MSI ini terkait dengan ada wacana penyederhanaan kurikulum oleh Kemendikbud. Antara lain dengan menghapus mata pelajaran sejarah akan dihilangkan dari kurikulum. Isu soal penghapusan mata pelajaran sejarah ini dibantah oleh Kemendikbud bahwa pemerintah sama sekali tidak akan menghapus mata pelajaran sejarah.
"PP MSI menyambut baik sikap Kemendikbud tapi kami juga mendukung seruan para guru sejarah bahwa pelajaran sejarah berperan penting dalam memberikan arah dan inspirasi bagi penyelesaian masalah kebangsaan. Memberi rujukan nyata dan teladan bagi generasi muda," terang Hilmar Farid.
Selaitu itu pelajaran sejarah meningkatkan apresiasi terhadap karya para pendahulu, memberikan perspektif dan ukuran untuk menilai perjalanan bangsa. Pelajaran sejarah memang sangat menentukan dalam proses pendidikan secara keseluruhan," lanjutnya.
baca juga: Sambut Mahasiswa, Unas Kenalkan Kampus secara Virtual
Untuk itu sikap PP MSI selain meminta Kemendikbud tidak menghapus pelajara sejarah, siswa di jenjang pendidikan umum maupun kejuruan mendapatkan pendidikan sejarah dengan kualitas sama.
"Penyederhanaan kurikulum hendaknya dilakukan dengann orientasi peningkatan mutu pelajaran dan disertai peningkatan kompetensi guru," tegas Hilmar yang kini menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan Kemendikbud. (OL-3)
PENELITI senior BRIN Lili Romli menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang tidak adanya bukti yang kuat terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998.
Menurutnya, pengingkaran terhadap peristiwa tersebut adalah bentuk penghapusan jejak sejarah Indonesia.
Proyek penyusunan ulang sejarah Indonesia ini sangat problematik dan potensial digunakan oleh rezim penguasa untuk merekayasa dan membelokkan sejarah sesuai dengan kepentingan rezim.
Pegiat HAMĀ Perempuan Yuniyanti Chizaifah menegaskan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam tragedi Mei 1998
Djarot mengatakan penulisan sejarah seharusnya berdasarkan fakta, bukan berdasarkan kepentingan politik. Maka dari itu, ia mengingatkan agar sejarah tidak dimanipulasi.
KETUA DPR RI Puan Maharani menanggapi rencana Kementerian Kebudayaan untuk menjalankan proyek penulisan ulang sejarah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved