Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

PLTN, Sumber Energi Murah dan Ramah Lingkungan

Atikah Ishmah Winahyu
23/7/2020 21:20
PLTN, Sumber Energi Murah dan Ramah Lingkungan
Mesin penyaring Helium yang menjadi bagian dari Reaktor Daya Eksperimental (RDE) di Lab Simulator PLTN di Puspiptek, Tangerang Selatan.(ANTARA/MUHAMMAD IQBAL)

Pakar keselamatan reaktor nuklir Batan Geni Rina Sunaryo mengungkapkan, salah satu faktor yang menghambat pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia yakni karena banyak masyarakat yang merasa takut dengan adanya PLTN. PLTN sering dikaitkan dengan gempa dan bahaya radiasi.

“Di Jepang gempa juga, sama dengan Indonesia tapi mereka kok sudah punya PLTN. Sebenarnya selalu ada solusi engineering yang bisa diaplikasikan (di PLTN) sehingga kalau terjadi gempa dampak terhadap manusianya itu juga bisa diminimalisir. Mungkin ketakutan akan ada bahaya radiasi juga belum disosialisasikan, padahal setiap hari kita juga sudah bersimbah radiasi dari matahari,” kata Geni dalam webinar Perempuan Bicara Nuklir, Kamis (23/7).

Baca juga: Hari Anak Nasional: Anak Mimika Sampaikan Cita-cita pada Mensos

Selain itu, pembangunan PLTN juga dinilai membutuhkan banyak biaya alias mahal. Menurut Geni, perhitungan tersebut hanya berbasis pada desain namun tidak menghitung parameter risiko dari pembangkit itu sendiri.

Jika dilihat dari data di dunia, PLTN memiliki risiko kecelakaan paling kecil yakni hanya 3,3 korban jiwa per tahun.

“Di dunia, PLTN sudah dioperasikan sekitar 60 tahun dan hanya ada tiga kejadian yakni di Three Mile Island, Chernobyl, dan Fukushima,” tuturnya.

Geni menambahkan, nuklir merupakan sumber energi ramah lingkungan yang menyumbang emisi gas karbon paling sedikit yakni 3-24 gram Co2/KWh. Sedangkan batubara yang paling sering digunakan di Indonesia mampu menyumbang emisi gas karbon hingga 950-1250 gram Co2/KWh.

PLTN juga tidak membutuhkan lahan yang luas, yakni sekitar 6 hektar untuk pembangkit dengan kapasitas 225 MW atau 16 hektar untuk pembangkit berkapasitas 360 MW. Sedangkan untuk membangun PLTA Kedung Ombo dengan kapasitas 22,5 MW, dibutuhkan luas lahan hingga 6 ribu hektar.

Dalam kesempatan yang sama, mantan Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H Legowo menuturkan, kehadiran PLTN mampu membantu Indonesia untuk memenuhi komitmen pengurangan emisi gas karbon sesuai dalam perjanjian Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 mendatang, sebab nuklir merupakan energi yang ramah lingkungan.

Untuk merealisasikan rencana pembangunan PLTN di Kalimantan, Evita menyarankan agar para stakeholder terkait tidak hanya melakukan sosialisasi pada masyarakat tapi juga membentuk tim nasional.

“Ini harus dimulai, tidak hanya dari sosialisasi tetapi betul-betul dilakukan. Perlu adanya tim nasional mengenai persiapan pembangunan PLTN. Mungkin bisa dilakukan antara HIMNI bersama dengan Kementerian ESDM,” tandasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya