Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PERINGATAN dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa risiko penularan virus korona baru (covid-19) yang bisa melalui udara (airborne) hendaknya dijadikan pegangan untuk meningkatkan kewaspadaan.
Masyarakat diimbau untuk tidak panik dan menjalankan protokol kesehatan di era kenormalan baru ini. “ Masyarakat diimbau menghindari keramaian baik itu tempat tertutup maupun terbuka,” kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto, kemarin.
Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk menggunakan masker di mana saja dan kapan saja, bahkan dalam ruangan. Adapun, yang terpenting yakni menciptakan ruangan dengan ventilasi yang baik, dan jendela dibuka sesering mungkin.
“Tetap menjaga kebersihan tangan serta hindari menyentuh wajah sebelum cuci tangan, dan tetap menjaga jarak pada aktivitas sehari-hari,” tandasnya.
Untuk diketahui, pada Kamis (9/7), WHO resmi mengeluarkan pernyataan virus korona dapat bertahan lama di udara dalam ruang tertutup, dan ini dapat menyebar dari satu individu ke individu lain.
WHO awalnya meragukan bentuk penularan ini. Namun, semakin banyak bukti ilmiah dan desakan dari para ilmuwan serta penelitian terbaru terkait dengan transmisi covid19, WHO akhirnya mengeluarkan panduan terbaru terkait cara transmisi SARS-CoV-2.
Perbedaan signifikan penularan dari airborne dan droplet yaitu airborne dapat menular pada jarak lebih dari 1 meter, sedangkan droplet kurang dari 1 meter.
Selain itu, airborne bertahan lama di udara, sedangkan droplet tidak bertahan lama di udara. Hal tersebut tentu sangat berimplikasi terhadap cara pencegahan dan pengendalian terhadap covid-19 karena transmisi airbone dan droplet sangat berbeda.
Rapid test
Pernyataan WHO tersebut dikeluarkan bertepatan dengan pemberlakuan era kenormalan baru di beberapa negara. Di Indonesia, misalnya, pemberlakuan pemeriksaan rapid test sebagai syarat bagi warga dalam beraktivitas dengan harga tertentu.
Dalam menanggapi hal tersebut, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, pemeriksaan rapid test sebagai syarat melakukan aktivitas publik merupakan hal yang sia-sia. Pasalnya, tingkat akurasi dari metode pemeriksaan itu rendah dan tidak dapat dijadikan patokan
apakah seseorang terinfeksi covid-19 atau tidak.
“Itu akan menjadi sia-sia. Konsumen hanya mendapat beban biaya tambahan perjalanan saja,” kata peneliti dari YLKI, Eva Rosita kemarin.
Selain itu, menurut Rosita, kualitas dan standardisasi alat rapid test masih belum ada, sehingga jaminan kualitas alat yang beredar masih dipertanyakan. Rosita menilai, rapid test sendiri jika dilihat dari fungsinya ialah untuk kepentingan penelitian epidemiologi, yaitu screening kasus.
“Untuk itu, pemeriksaan rapid test sebaiknya dikembalikan ke fungsi awal dan tidak dijadikan sebagai prasyarat aktivitas publik,” pungkasnya. (H-1)
Nimbus berada pada kategori VUM, artinya sedang diamati karena lonjakan kasus di beberapa wilayah, namun belum menunjukkan bukti membahayakan secara signifikan.
KEPALA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Ishaq Iskanda, Sabtu (21/6) mengatakan Tim Terpadu Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan (Sulsel) menemukan satu kasus suspek Covid-19.
Peneliti temukan antibodi mini dari llama yang efektif melawan berbagai varian SARS-CoV, termasuk Covid-19.
HASIL swab antigen 11 jemaah Haji yang mengalami sakit pada saat tiba di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, menunjukkan hasil negatif covid-19
jemaah haji Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala penyakit pascahaji. Terlebih, saat ini ada kenaikan kasus Covid-19.
Untuk mewaspadai penyebaran covid-19, bagi jamaah yang sedang batuk-pilek sejak di Tanah Suci hingga pulang ke Indonesia, jangan lupa pakai masker.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved