Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KENDATI sudah banyak orang yang mengurangi konsumsi plastik sekali pakai dengan membiasakan diri membawa tas belanja ataupun wadah minuman sendiri, konsumsi benda tersebut di negeri ini tetap saja masih tinggi.
Kita bahkan tak bisa berdalih saat dihadapkan dengan plastik bungkus saset makanan dan minuman, yang bahkan oleh pemulung pun ditolak karena tak bernilai jual lagi.
Prihatin melihat kenyataan itu, Ovy Sabrina dan Novita Tan punya tawaran alternatif untuk mengolahnya. Melalui platform industri yang mereka beri nama Rebricks.id, dua perempuan asal Jakarta ini mengolah sampah plastik saset menjadi bahan bangunan yang ramah lingkungan. Salah satunya berupa pembuatan paving block dari bahan plastik.
Biasanya paving block dibentuk dari campuran semen dan pasir yang dimasukkan ke cetakan sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Namun, paving block buatan Redbricks menggunakan bahan plastik yang didaur ulang, paving block semacam ini biasanya disebut ecopaving karena terbuat dari bahan dasar sampah plastik rumah tangga yang dicacah lalu dikeringkan dan dilelehkan. “Pertama kali launching Rebricks ini, kita sempat pesimistis terkait pemenuhan suplai bahan baku sampah daur ulangnya,” papar Ovy, co-owner dari PT Dua Mitra Gemilang yang membawahkan Rebricks.id.
“Ternyata pas peluncuran produk pertama kita, banyak banget warga yang mention ke kita, mereka nanyain ‘boleh nggak sih kita kirim sampah ke Rebricks?’. ‘Wah boleh banget dong’, jawab kita. Dapat respons positif dari warga, pasti kita seneng banget, kan,” imbuhnya.
Rebricks menyasar sampah-sampah plastik multilayer yang tidak lagi bernilai jual sebagai salah satu material utama untuk produk ecobricks buatan mereka, terutama plastik saset. Kata Ovy, selama ini sampah saset ini di Indonesia kebanyakan berakhir atau dibuang di tempat
pembuangan akhir (TPA). Makanya Rebrick-lah yang berusaha mengurangi konsumsi sampah ini dengan menyulapnya menjadi bahan bangunan.
Tak main-main, untuk menjamin keamanan dan kualitas dari produk daur ulang itu, Ovy dan Novi pun rela menghabiskan waktu satu tahun hanya untuk riset dan pengujian laboratorium pada produk. Selama satu tahun (pada 2018), mereka melakukan serangkaian uji coba ke laboratorium sesuai standar SNI dan akhirnya lolos. “Jadi produk kita ini sudah memenuhi standar, istilahnya sudah tahan lama dan awet. Setelah kita yakin dengan hasil yang kita peroleh, kita beranikan diri untuk meluncurkan produk paving block pertama Rebricks itu di November 2019,” ungkap Novita menimpali penjelasan partnernya di Rebricks.id.
Tak mau terkungkung oleh istilah ecobricks yang sempit, Rebricks menawarkan dekonstruksi makna untuk penggunaan istilah tersebut sebagai produk bahan bangunan yang terbuat dari bahan daur ulang. Mereka juga cukup percaya diri menyatakan bahwa produk mereka merupakan salah satu alternatif mengatasi masalah lingkungan akibat polusi sampah plastik.
Mereka ingin mengembangkan terminologi ecobricks ini lebih luas lagi, tidak terbatas hanya pada pengertian sampah plastik yang dimasukan ke botol. Mereka menerjemahkan konsep ecobricks ke dalam produk bahan bangunan yang memanfaatkan bahan daur ulang dan diproduksi massal.
Ovy dan Novita menjamin kekuatan produk mereka sebanding dengan produk paving konvensional lain dan harganya juga bersaing. Selain itu, keduanya mengaku bahwa teknik pengolahan produk yang mereka terapkan dalam platform usaha daur ulang ini tidak menimbulkan polusi baru karena menggunakan sistem pencacahan.
“Kelebihan lain dari produk kami adalah pada sistem pengolahan produksinya yang tidak menimbulkan polusi baru. Kita kan pernah mencoba berbagai metode pengolahan plastik untuk produksi paving ini. Hingga sampai pada pilihan teknik pencacahan yang tidak menimbulkan polusi
baru, itu juga salah satu keunggulan dari produk ini,” terang Novi.
Menurutnya, dalam satu produk paving block yang mereka buat ada 20 sampah plastik saset sehingga dalam 100 meter perseginya diperkirakan ada 880 sampah saset yang terkandung.
“Memang keterserapan sampah saset ini cukup banyak dalam produk kami. Karena memang visi Rebricks ini ke depannya bukan cuma trading, kita ingin sampah plastik ini benar-benar terdaur ulang dalam jumlah yang signifikan,” imbuhnya.
Menurut penuturan Novi, yang secara langsung turun tangan mengurus berbagai uji lab tersebut, paving block keluaran Rebricks terhitung telah sesuai SNI, bahkan mampu menampung beban di atas 250 kg untuk setiap 1 meter perseginya. “Dari tes terakhir yang dilakukan di Badan Bahan dan Barang Teknik (B4T) Kementerian Perindustrian di Bandung, kita dapat hasil ternyata lebih baik dari tes sebelumnya, yaitu lebih 250 kg per meter persegi sehingga aman untuk digunakan di parkir mobil,” jelas Novita.
“Kita bikin paving ini kan niatnya ingin menyelesaikan masalah polusi plastik di lingkungan sekitar, jadi kita mencegah jangan sampai apa yang kita lakukan ini malah mengotori lingkungan. Oleh karena itu, sebisa mungkin kita bikin paving dengan kekuatan yang baik dan keamanan yang teruji,” sambungnya.
Teknik pengolahan yang diterapkan Rebricks pun cukup sederhana. Menurut penuturan Ovy, perbedaan mendasar antara paving block produksi Rebricks dan paving block lain hanya pada komposisi agregat yang menjadi bahan dasarnya dan teknik pencetakan yang berlapis.
Teknik pengolahanya secara garis besar, sampah plastik yang telah mereka pilah itu dicacah terlebih dulu. Setelah itu dicampur dengan agregat dan formula khusus supaya bahan-bahan tersebut bisa menyatu dan merekat. “Karena kita merasa harus bertanggung jawab supaya
sampahnya itu tidak keluar-keluar lagi. Terus kita curing selama 21 hari supaya produk kita itu benar-benar matang,” tukas Ovy sembari menjelaskan tahap produksi dari Rebricks.
Mikroplastik
Menurut penjelasan Ovy, setiap paving block dari Rebricks memiliki dua lapisan. Lapisan yang atas terdiri dari campuran agregat murni tanpa bahan daur ulang plastik untuk menghindari risiko pelepasan mikroplastik akibat paparan cuaca. Adapun lapisan bawahnya baru diisi oleh campuran bahan daur ulang plastik yang dilekatkan dengan formula khusus sehingga lapisan plastik akan menjadi solid bersama menyangga paving block.
Selain paving block, Rebricks dalam waktu dekat juga akan memproduksi batako berbahan dasar daur ulang plastik. Namun, menurut keterangan Ovy, produk batako ini masih dalam pengembangan dan pengujian.
Meskipun baru 6 bulan berjalan, menurut Ovy, penerimaan pasar untuk produk Rebricks cukup baik. Kebanyakan pelanggan yang menggunakan produk mereka ialah orang-orang yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap isu-isu lingkungan hidup. Selain itu, ada juga perusahaan yang rutin memborong paving block produksi Rebricks ini untuk kegiatan CSR.
“Ke depan kami ingin menjalin kerja sama dengan green building consultant, juga beberapa developer yang memang punya komitmen membangun perumahan ramah lingkungan karena memang kami jalurnya ingin ke sana,” pungkas Ovy. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved