Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Andhika Sudarman, WNI Pertama yang Pidato di Harvard Law School

Antara
23/6/2020 09:06
Andhika Sudarman, WNI Pertama yang Pidato di Harvard Law School
Andhika Putra Sudarman(ANTARA/HO-Andhika/am.)

ANDHIKA Putra Sudarman, orang Indonesia pertama yang bisa berpidato pada wisuda kelulusan di Harvard Law School, almamater mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.

Hal itu menjadi prestasi bagi Indonesia, karena untuk menembus agar bisa menjadi pembicara utama saat kelulusan merupakan hal yang tidak mudah.

“Untuk bisa berpidato saat lulus bukan perkara mudah, sebab harus melalui seleksi yang ketat dari setiap individu mahasiswa di Harvard Law,” kata Andhika.

Pria kelahiran Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau, tersebut mengaku telah melewati lebih dari tiga tahap serangkaian tes. Dari mula kuliah di Harvard, Andhika memang sudah terpilih untuk menjadi “Class Marshal” di angkatannya atau pembawa bendera di barisan depan. Kala itu hanya terdapat 6 orang Class Marshal yang mewakili sekitar 800 orang.

Selama ini, hal tersebut kerap dilakukan dan disematkan pada orang Amerika dan Amerika Latin. Dalam menempuh pendidikan pascasarjana di Harvard, Andhika mengaku tertarik menjadi pembicara sejak beberapa seniornya menekankan bahwa hal hebat ketika dapat menjadi pembicara pada level pidato kelulusan.

“Awalnya ya cuma ingin keren saja, sebab saya tahu proses seleksinya tidaklah mudah. Karena mahasiswa seluruh dunia juga hadir pada seleksi tersebut ingin menjadi pembicara utama,” ucapnya.

Baca juga: Menkes Tantang Harvard Teliti Korona di Indonesia

Pada saat berpidato, Andhika membicarakan tentang pentingnya menanamkan kekeluargaan dan menjaga lingkungan hidup. Menurutnya, rasa kekeluargaan adalah salah satu ciri khas kebaikan dari masyarakat Indonesia yang pantas diperkenalkan pada dunia.

“Saya rasa, sifat kekeluargaan adalah salah satu ciri khas Indonesia, dan kebaikan tersebut harus kita sebarkan kepada dunia, agar mereka mengetahui dan minat terhadap Indonesia,” ujarnya.

Meski berpidato hanya melalui sistem daring disebabkan adanya pandemi covid-19, ia mengaku cukup puas atas pencapaiannya. Ia berharap mampu menginspirasi anak-anak muda yIndonesia untuk dapat menempuh ilmu di manapun dan setinggi mungkin.

Penuh Adrenalin

Andhika mengakui menuntut ilmu di Universitas Harvard, khususnya Harvard Law School, memiliki tantangan tersendiri.

 “Adrenalin saya selalu terpacu, sebab selain beban menyandang beasiswa LPDP, mahasiswa di Harvard sangatlah kompetitif, apalagi merupakan almamater mantan Presiden AS Barrack Obama,” tutur Andhika.

Tidak seperti mahasiswa Indonesia yang kerap bersosialisasi dan membantu, di lingkungan Harvard, karakternya adalah individual, setiap mahasiswa hanya fokus pada pencapaian prestasi akademik masing-masing.

Waktu belajar di luar jam kuliah minimal delapan jam per harinya. Jika hal tersebut tidak diterapkan, maka mudah tertinggal oleh mahasiswa lainnya yang tentu saja juga kompetitif.

“Jangankan jalan-jalan, waktu bersantai selain kuliah pun jarang bisa dinikmati, walaupun lingkungan kampus di Massachusetts, Amerika Serikat, cukup menarik untuk dijelajahi,” ungkapnya.

Andhika mengakui sempat merasa bosan dengan makanan di Amerika Serikat yang menurutnya tidak senikmat makanan Indonesia. Ia kerap memakan makanan yang sama hampir setiap harinya. Kemudian, udara dingin yang kerap menusuk membuat perkara lain, yaitu stres berkepanjangan.

“Saya merasakan ketika dingin itu ternyata bisa membuat lebih stres. Dan adrenalin kemudian memunculkan tekanan tersendiri saat tugas serta kewajiban kuliah harus segera diselesaikan,” tukasnya.

Perasaan malu terhadap masyarakat Indonesia jika tidak lulus, memacu semangat Andhika untuk bisa memuncak. Andhika mengaku akan malu jika nantinya dikenal sebagai mahasiswa yang tidak lulus dengan baik di Harvard, sebab biaya kuliahnya merupakan berkah dari pajak rakyat Indonesia yang disalurkan melalui LPDP.

Kisah sedihnya sudah ia tutup dengan pretasi yang cukup membanggakan bagi masyarakat Nusantara. Tidak berhenti sampai di situ, Andhika memiliki cita-cita membuka mata pemuda Indonesia untuk bisa bersaing di kancah global.

Saat ini, Andhika tengah membangun gerakan rintisan dari start up yang memiliki konten-konten dalam menyebarkan semangat pemuda Indonesia. Konten rintisan tersebut, menurutnya, saat ini masih dalam tahapan pengembangan.

“Setidaknya saya menjadi bukti, bahwa pemuda Indonesia juga mampu bersaing di kancah internasional, khusunya di bidang pendidikan,” ujarnya.

Melihat capaian dari Andika, Koordinator Jaringan Sustainable Development Solutions Network (SDSN) Youth Indonesia Rahyang Nusantara mengingatkan agar Andika tetap konsisten dalam kepedulian terhadap lingkungan dan kemajuan Indonesia.

“Anak muda Indonesia yang berkuliah di kampus-kampus Ivy League di Amerika Serikat jangan terlalu cepat merasa bangga dengan pencapaian tersebut. Kesempatan yang diberikan kepada mereka, terlebih lagi mendapatkan beasiswa dari negara menjadi lebih besar dibanding mayoritas anak muda lainnya di Indonesia yang bahkan lulus SMA pun merupakan sebuah privilese," kata Rahyang yang juga pegiat lingkungan.

Rahyang juga meminta bagi pemuda yang memiliki kesempatan seperti Andika dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk membangun negeri.

"Apapun perannya di masyarakat. Anak muda Indonesia akan melihat kalian sebagai role model, tampilkan," ujarnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya