Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Cendekiawan-Ulama Bahas Solusi Atasi Radikalisme

MI/Syarief Oebaidillah
29/2/2016 13:26
Cendekiawan-Ulama Bahas Solusi Atasi Radikalisme
(Foto Istimewa)

Radikalisme dan terorisme atas nama agama kerap menjadi topik menarik diperbincangkan berbagai pihak. Pasalnya, gerakan terorisme yang sudah satu dekade lebih beraksi secara terang-terangan di Indonesia terus berlanjut padahal pemerintah gencar melakukan gerakan deradikalisasi. Bom di Jalan Thamrin belum ini mengagetkan banyak pihak setelah sekiab lama aktivitas terorisme tidak menampakkan diri. Silang pendapat berlanjut antara pernyataan gerakan terorisme sesuatu yang nyata dan kebeadaannya harus diwaspadai dengan pendapat yang menganggap enteng isu terorisme karena dianggap hanya rekayasa pihak tertentu. Guna menghindari silang pendapat tersebut Program Kajian Timur Tengah dan Islam (PSKTTI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) mengajak para Ulama dan Cendikiawan mencari solusi radikalisme dan terorisme atas nama agama tersebut.

Turut hadir Prof. Dr. Irvan Idris,Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Dr. Muhammad Lutfi Zuhdi dari PSKTTI, KH. Tengku Zulkarnaen Wasekjen MUI, dan lain lain. Sekretaris PSKTTI, Cholil Nafis menyatakan radikalisme dan terorisme atas nama agama merupakan fenomena yang tidak dapat dipungkiri apapun penyebabnya. Menurutnya, sisi yang harus menjadi perhatian mengapa ada orang yang mau bergabung pada kelompok-kelompok radikal dan bahkan menjadi martir untuk melakukan terorisme.Sebab itu penanganan terorisme dan radikalisme menjadi wajib, karena akan menyelamatkan mereka kepada jalan jihad yang benar.

Irvan Idris mengungkapkan fenomena radikalisme dan terorisme ini merupakan extra ordinary crime against humanity, dan gerakannya bersifat bounderless. Hemat dia, terorisme lahir karena radikalisme. Fenomena sangat menyedihkan para pelaku bom bunuh diri adalah remaja usia 13-18 tahun. I“Cegah gerakan radikal terorisme dengan melindungi mesjid-mesjid dan pesantren dari pembajakan kaum teroris. Karena mereka berusaha menguasai kedua pusat kegiatan umat ini untuk menyukseskan misinya di masa yang akan datang,"cetusnya.

Salah satu cara pencegahannya,kata Irvan, dengan soft approach tidak mendahulukan pendekatan kekerasan. Terutama juga mengawal para teroris yang ada di dalam lapas dan yang sudah keluar dari lapas. "Kita kalah dalam penyebaran dakwah islam rahmatan lil alamin, dibandingkan dengan bulletin-bulletin yang disebarka mereka," ujarnya Bagi Lutfie Zuhdi isu pesantren menjadi sarang terorisme tidak benar justru pesantren menjadi incaran terorisme . Namun ia mengakui terdapat pesantren yang memang mengajarkan terorisme didasari keinginan mengadakan perubahan radikal di Indonesia dengan dalih bentuk negara Indonesia belum final.

Tengku Zulkarnaen menegaskan Indonesia secara aktif harus turut serta dalam perdamaian dunia.Hemat dia munculnya intoleransi berakar dari pemahaman agama yang keliru dan sesat secara tekstual. Pemahaman tekstual mengakibatkan f.aham radikal dan merasa benar sendiri. Tengku mengingatkan agar ulama jangan ditinggalkan dalam penanggulangan terorisme sedangkan pemerintah lebih memilih pendekatan keamanan karena itu terorisme makin berkembang. "Kalau mau berhasil dalam deradikalisasi harus dengan pendekatan soft.Jika masalah faham agama maka seharusnya ditangani ulama namun sudah melampaui batas maka urusan polisi dan TNI," pungkasnya.(Bay/Ol)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya