Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Tirta Mandira Hudhi: Gas Pol Lawan Korona

Atalya Puspa
30/3/2020 05:40
Tirta Mandira Hudhi: Gas Pol Lawan Korona
Tirta Mandira Hudhi(DOK. INSTAGRAM/DR.TIRTA)

GAYA nyentrik Tirta Mandira Hudhi, 29, menarik perhatian di tengah gotong royong pemerintah dan masyarakat menghadapi pandemi covid-19. Cara bicaranya lantang dan berapi-api. Ngegas, sebutan yang sedang hype sekarang.

Melalui akun media sosialnya, Instagram, Twitter, serta kanal Youtube, ia tak bosan mengedukasi pentingnya pencegahan covid-19. Ia juga mendorong dan mengorganisasi penggalangan donasi untuk memenuhi kebutuhan medis di lapangan.

Tirta merupakan dokter lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM). Namun, karena mengidap penyakit bronkitis kronis, Tirta memutuskan untuk mundur dari meja praktik dan membangun bisnis fesyen lokal.

Meskipun tidak bisa hadir memberikan pelayanan kesehatan di tengah pandemi covid-19, Tirta tetap hadir di garda terdepan dengan caranya. ‘Saya memutuskan untuk menjadi agen edukatif di sini. Karena sejatinya dokter bisa berjuang sebagai pemegang kebijakan kesehatan, edukatif, juga penyembuhan,’ tulis Tirta dalam akun Instagram-nya.

Setiap harinya Tirta aktif membagikan bantuan masker dan alat pelindung diri (APD) untuk rumah sakit di Indonesia yang didistribusikan bersama sejumlah relawan. Dana yang terkumpul berasal dari penggalangan yang ia buka di berbagai platform dan disosialisasikan lewat akun Instagram-nya.

Selain itu, Tirta juga dengan lantang menyuarakan urgensi karantina wilayah. Ia mendorong anak-anak muda untuk membuat tagar karantina wilayah viral dan berharap hal tersebut dapat terlaksana.

Lewat unggahan media sosialnya, Tirta menyajikan edukasi yang menarik dengan cara bicaranya yang ‘ngegas’ untuk mengingatkan masyarakat, khususnya anak muda, agar mengikuti imbauan pemerintah.

“Jaga pola hidup bersih, karantina wilayah jangan mudik dulu. Lalu kalau makan dibungkus saja, jangan banyak nongkrong enggak penting. Edukasi juga sekitar terkait pentingnya cuci tangan dan batuk dengan tata cara yang benar. Kalau ada gejala batuk atau nyeri telan, langsung lapor ke fasilitas kesehatan terdekat,” tuturnya.

“Tetap optimistis. Jangan sampai Indonesia kayak Italia dan kita harus kerja sama untuk Indonesia. Gitu saja, bosku,” tegas pemilik Shoes and Care tersebut.

Legasi

Sebelum akhirnya memutuskan tidak membuka praktik dokter, Tirta mendengarkan pertimbangan dari pengajarnya di UGM, Profesor Iwan Dwiprahasto.

 ‘Jadi, dokter enggak selalu berjuang di belakang jas praktik, bisa di kursi laen. Berjuanglah dengan caramu sendiri,’ tulis Tirta, mengunggah saran dari Profesor Iwan di akun Twitter-nya, Rabu (25/3). Profesor Iwan pula yang mendorongnya untuk mendirikan rumah sakit dan menaikkan derajat tenaga medis.

Ketika ia menerima kabar bahwa Prof Iwan terinfeksi covid-19, ia tersentak dan kemudian bergerak mengoordinasi bantuan. Ia mengaku bergerak 14-20 jam sehari untuk menjalankan prog­ram bantuan bersama sesama relawan.

Meninggalnya Prof Iwan pada Selasa (24/3), aku Tirta, diketahuinya ketika sedang diwawancara sebuah radio swasta. Tangisnya pun tumpah. “Gue down. Mood gue berantakan. Beliaulah yang membuat gue seperti ini.”

Ia berjanji akan meneruskan legasi pengajar yang dikaguminya tersebut. “Gue akan bantu sebisa gue. Negara ini butuh bantuan.” (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya