Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
KOMISIONER Komnas Perempuan, Imam Nahe'i, mengatakan bahwa dua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia,yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) setuju DPR membahas Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) secepatnya. RUU PKS dinilai sangat agamis sehingga penting untuk segera dibahas meski beberapa pasal perlu direvisi.
"RUU ini penting segera dibahas. Dari berbagai elemen, termasuk elemen agama yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang sepakat bahwa RUU PKS segera dibahas dengan catatan perbaikan pasal," kata Imam dalam diskusi bertajuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual: Jalan Keadilan Bagi Korban di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (6/3).
Baca juga: Empat Calon Independen di Jateng Tumbang
Dari aspek pasal sudah dianggap cukup meski perlu ada diskusi oleh internal DPR dengan para pakar. Isi RUU PKS dinilai oleh Komnas Perempuan telah memenuhi enam unsur elemen kunci.
"Tidak ada keraguan sesungguhnya dari aspek konten sudah selesai. Ada 6 substansi yang tidak boleh elemen kunci yang dapat merubah peradaban," ujar Imam.
Enam elemen tersebut, yakni pertama, harus mengatur tentang acara pidana bagi korban yang dinilai kurang memanusiakan karena kurang memperhatikan psikisnya setelah mengalami kekerasan.
Kedua adalah identifikasi yang diurai oleh Komnas Perempuan ada sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual yang harus diatur dalam RUU PKS yaitu pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.
"Selanjutnya mengenai elemen ketiga yaitu pencegahan yang harus diatur dalam RUU PKS," ucapnya.
Yang keempat, pemulihan bagi korban juga harus diperhatikan pemulihan setelah proses peradilan, mengingat peraturan perundang-undangan yang berlaku belum mengatur tentang pemulihan bagi korban setelah proses peradilan.
"Kelima, pemantauan atau koordinasi yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak," jelasnya.
Dan terakhir adalah ketentuan pidana, perlunya harmonisasi sistem pemidanaan dalam RUU PKS, dimana RUU PKS mengatur ancaman pidana yang belum diatur dalam KUHP.
"Sebagaimana diketahui secara umum dampak cara pandang masyarakat terhadap kekerasan seksual dilihat seperti kejahatan moral jadi cara pandang moralitas masyarakat juga berpengaruh," tandasnya.
Baca juga: Mantan Anggota DPRD Jambi Dituntut 5 Tahun
Menurutnya, setelah mengalami kekerasan seksual korban mengalami trauma 3-4 tahun dan dapat berpengaruh besar pada kondisi hidup kedepannya.
"Kekerasan seksual melemahkan korban mulai dari akses pendidikan, ekonomi, dan dampak sosial sangat berpengaruh," cetusnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved