Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Menanam ialah Kebahagiaan

(Gas/M-2)
20/2/2020 04:10
Menanam ialah Kebahagiaan
(MI/ABDILLAH MARZUQI)

BAGI perempuan yang akrab disapa Teh Nisya ini, menanam ialah kebahagiaan. Bukan sekadar ujaran belaka, perkataan itu bahkan sempat ia buktikan secara teoretis kala ditemui Media Indonesia.

Menurut Nisya, menanam dapat menghasilkan kebahagiaan karena pada dasarnya setiap tanah mengandung mikroba. Mikroba tersebut mengandung antistres, yang mana pengetahuan itu didapatnya ketika belajar ke India sebagai penerima beasiswa Course on A-Z of Agroecology and Organic Systems di The Navdanya Biodiversity Conservation Farm, Earth University, Dehradun, Doon Valey, Uttarakhand, India Utara. Selama menempuh studi itu pula, ia menjadi salah satu murid dari penulis buku sekaligus tokoh bidang ekologi, Vandana Shiva.

Maka dari itu, tak mengherankan jika pengetahuan Nisya dalam hal bercocok tanam pun cukup mendalam. Ia bahkan sempat menceritakan pengetahuanya tentang sebuah negara di kawasan pegunungan Himalaya yang tingkat kesuksesannya bukan diukur dari pertumbuhan ekonomi, melainkan kebahagiaan warga negaranya.

"Dan rupanya, setelah diteliti, di sana mayoritas warganya juga bekerja sebagai petani. Mereka juga bekerja di hutan dan kaitannya dengan mikroba itulah yang membuat mereka selalu bahagia," tutur Nisya merujuk kepada Bhutan.

Kebahagiaan itu juga menjadi landasan Nisya dalam membangun hubungan dengan para santri di pesantrennya. Dewasa ini, mereka bekerja sama dengan unsur kekeluargaan dan tak terkecuali dalam mengolah agroekologi atau pertanian.

Saling percaya

Namun begitu, kata Nisya, tidaklah cukup jika agroekologi hanya dibangun hulunya. Hilirnya juga harus dibangun, di samping harus memprioritaskan unsur kepercayaan.

Unsur kepercayaan, selain baik untuk para santri, menurut Nisya, juga penting untuk menjalin hubungan dengan orang-orang yang menjadi pelanggan segala macam kebutuhan yang dihasilkan lahan pertanian Ath Thaariq. Hasil pertanian itu berupa berbagai macam produk alami, seperti sayur dan buah-buahan.

"Orang-orang biasanya berebut datang ke pesantren untuk memesan bahan-bahan alami ini sehingga kami pun juga tidak kesulitan untuk mendapatkan pasar. Anak-anak pesantren juga diajarkan semua dengan yang alami ini, bahkan sampai ke masalah masker, lulur, dan segala macam. Tidak hanya soal makanan seperti selai dan lain-lain, tapi semuanya, termasuk menjaga kepercayaan," tutur Nisya.

Menurut Nisya, Ath Thaariq juga tidak terlalu mengedepankan profit. Mereka lebih suka bercerita tentang kepuasan dan keberlanjutan (sustainable) karena beberapa produknya memang bersifat musiman, salah satu contohnya ialah markisa.

Selin itu, lanjut Nisya, kepercayaan juga harus dibangun dengan para tamu yang datang ke pesantren. Itu karena Ath Thaariq yang selama 12 tahun telah menelurkan kurang lebih 5.000 alumnus juga kerap kedatangan pengunjung dari berbagai kalangan, mulai komunitas, mahasiswa, hingga kelompok agama lain. Maka dari itu, ia selalu berharap bahwa dari kepercayaan itu kemudian tumbuh harmoni kepada sesama. (Gas/M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik