Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
RUMAH tangga yang memilah sampah di Indonesia baru mencapai 49,2%. Angka ini diperoleh dari survei yang dihelat Katadata Insight Center (KIC) terhadap 354 responden di lima kota besar, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.
Dalam survei itu dari 50,8% rumah tangga yang tidak memilah sampah, sebanyak 79% di antaranya beralasan karena tidak ingin repot.
“Mereka berpikir ribet, milih ini jenis apa, dan mereka juga berpikir nanti di tempat pembuangan, sampah akan tercampur,” kata Franklin Michael Hutasoid dari KIC dalam paparan Kelola Sampah Mulai dari Rumah di acara Social Good Summit 2019, seperti dalam siaran persnya.
Acara diselenggarakan oleh UNDP berkerja sama dengan KIC bertema Climate Crisis: It’s Up to You to Stop It! Di Jakarta, Selasa (26/11).
Franklin menjelaskan responden yang tidak memilah sampah dengan alasan sampah akan tercampur di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebanyak 17%, sedangkan sebanyak 3% menyebut pemilahan tidak ada manfaatnya dan 1% mengemukakan alasan lain.
Baca juga : Media Group Gelar Workshop Pengelolaan Sampah
Survei juga menggambarkan cara-cara rumah tangga memilah sampah. Dari 49,2% yang memilah sampah, sebanyak 78% memilah dalam dua ketegori, 18% dalam tiga kategori dan 5% persen menyatakan telaten memilah sampah dalam empat kategori. Pemilahan dengan kategori sampah basah dan kering dilakukan oleh 59% responden.
"Pemisahannya sampah kering dan basah tidak cukup, karena idealnya ada pemisahan organik, anorganik, dan limbah berbahaya,” kata Franklin.
Sementara untuk pemilahan sampah oleh responen dengan kategori organik dan anorganik (19%), organik, plastik dan lainnya (13%), daur ulang dan yang lainnya (5%), plastik kaleng dan lainnya (3%), serta plastik kertas dan lainnya (1%).
Sisa makanan, plastik, dan kertas, mendominasi sampah rumah tangga responden. Dari jenis sampah ini, para responden menjawab pertanyaan multiple tentang sampah yang seharusnya dipisahkan.
Untuk pemilahan sampah plastik, responden yang setuju mencakup 78%, dan untuk sisa makanan/kompos, termasuk kulit buah dan potongan sayur, responden yang sepakat mencapai 62%.
Sejauh ini sampah yang sudah dipisahkan oleh responden, untuk sampah plastik sebsar 46%, dan sisa makanan/kompos, termasuk kulit buah dan potongan sayur sebanyak 45%.
Rumah tangga menjadi salah satu produsen sampah terbesar dari total jumlah sampah di Indonesia. Dalam satu jam, Indonesia memproduksi 7.300 ton sampah atau 175 ribu ton per hari. “Dalam satu hari, jumlah itu bisa menimbun Gelora Bung Karno,” lanjut Franklin.
Jika dikumpulkan selama 10 tahun akan mencapai 640 juta ton atau 64 juta ton per tahun dengan jenis sampah sisa makanan, sisa tumbuhan (masakan, sayuran, buah dan lain-lain) mencapai 60%.
Sumbangan sampah plastik di Indonesia mencapai 14%, sampah kertas 9% dan 17 % merupakan sampah lainnya, seperti karet dan logam.
Wakil Ketua Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia Edi Rival mengatakan sebenarnya pemakaian plastik per kapita di Indonesia masih rendah, diperkirakan sekitar 21-22 kg per tahun, dengan total jumlah sekitar 5,9 juta ton per tahun.
“Korea itu pemakaian plastik sudah 141 kg per kapita per tahun, demikian juga dengan Jepang konsumsi per kapita kira-kira 80 kg per tahun,” lanjut Rivai.
Edi menambahkan meski volume relatif lebih kecil dibanding negara lain, namun sampah plastik menjadi permasalahan besar, karena pengelolaannya belum optimal.
Baca juga : Danone Edukasi Siswa SD Kelola Sampah Sejak Dini Lewat Buku
“Jadi ke depan tinggal bagaimana kita mengelola dari out put (sampah) plastik itu sendiri," ujarnya.
Caranya antara lain dengan melibatkan rumah tangga untuk memilah sampah dari rumah. Terlebih menurut Edi, pada dasarnya plastik diproduksi bukan untuk sekali pakai.
Project Executif Waste4Change Pandu Priyambodo mengatakan, kesadaran masyarakat mengelola masih kecil, sehingga harus mulai didorong melalui edukasi. “
Masyarakat kita harus bisa naik kelas,dari yang tagline-nya buang sampah pada tempat mnjadi pilahlah sampah sesuai jenisnya,” tambah Pandu.
Sementara Anton Probiyantono, UNDP Senior Programme Manager (Analyst) Anton Probiyantono berharap dunia usaha turut ambil bagian. “Kita dorong produsen untuk menggunakan atau menghasilkan bahan yang lebih ramah linkungan,” tutup Anton. (OL_7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved